Jambipos Online, Jambi-Bakal calon Wali Kota Jambi Maulana sudah memilih Diza Hazrin Nurdin sebagai calon pendampingnya untuk maju di Pilkada Kota Jambi 27 November 2024. Dipilihnya Diza ini menutup ruang bagi bakal calon wakil wali kota lainnya yang berkeinginan menjadi pendamping Maulana di Pilkada Kota Jambi.
Maulana sendiri kepada wartawan belum lama ini mengatakan, ada 18 sampai 20 orang bakal calon wakil yang sudah bersilaturahmi dan membuka komunikasi untuk Pilkada Kota Jambi.
Bahkan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sudah deklarasi memberikan dukungan untuk Maulana, awalnya sudah menyiapkan nama untuk mendampingi Maulana, yakni, H Jasrul dan HM Zayadi. Namun, nama dari PKS tersebut tidak dipilih Maulana untuk menjadi wakilnya.
Melihat hal ini, pengamat politik Jambi Dr Noviardi Ferzi berpendapat, dipilihnya Diza Hazrin Nurdin seolah mempertebal pragmatisme politik di Pilkada Kota Jambi 27 November 2024 nanti. Noviardi Ferzi beralasan, Diza nama yang relatif baru muncul dalam kontestasi Pilkada Kota Jambi 2024.
"Dugaan kita pilihan Maulana ke Diza tentu bukan karena elektabilitas atau resprentasi partai tertentu, tapi lebih pada hal-hal pragmatis mempersiapkan hari pemilihan. Di sini, seolah ada praktek kamar gelap memperjual belikan posisi wakil," katanya.
Menurut Noviardi, hal ini seolah memfalidasi berita sumir di masyarakat kalau ada calon tertentu yang meminta mahar hingga Rp 20 Miliar untuk posisi bakal calon wakil wali kota.
Indikasi ini menurutnya terlihat dari nama Diza Hazrin Nurdin tidak tercatat pernah mendaftar di partai apapun kemarin di Kota Jambi.
Selain itu, yang bersangkutan tidak memasang alat peraga apapun, lalu, ia juga tidak melakukan sosialisasi apapun selazimnya para calon kepala daerah yang akan maju.
Sehingga, Noviardi berasumsi, majunya Diza tak lebih dari konstruksi pragmatis politik yang transaksional dibanding proses politik yang etis dalam mewujudkan satu pasang calon.
Secara keseluruhan, "pragmatis politik yang transaksional" menggambarkan gaya politik yang mengutamakan fleksibilitas dan kemudahan dalam mencapai tujuan melalui negosiasi dan kompromi, sering kali dengan mengorbankan prinsip-prinsip ideologis yang lebih tetap.
"Politik itu etis itukan pembelajaran demokrasi, indikasinya bisa dinilai dari lahirya seorang calon, ada pendaftaran, ada APK dan barang kontak dan ada sosialisasi untuk meningkatkan Popularitas, Akseptabilitas dan Elektabilitas yang bersangkutan. Namun, ketika faktor finansial transaksional dikedepankan, proses pembelajaran ini ditiadakan. Seolah ada teori mau maju transaksional saja," katanya.(JPO-Red)
Maulana sudah memilih Diza Hazrin Nurdin. |
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE