Oleh: Tigor Sinaga
Kegaduhan itu terus bertalu, drama penetapan bacapres Anis Baswedan oleh Nasdem timbulkan gelombang protes Demokrat (dan mungkin juga PKS ?). Penetapan pasangan ini tentu merubah banyak spekulasi dan analisa politik dari para pengamat dan pelaku politik di negeri ini.
Reaksi cepat petinggi NU terkesan menunjukkan sikap politik mereka terhadap pasangan ini. Berbagai lontaran kekecewaan muncul, predikat koalisi penghianat segera di sematkan bagi pasangan ini.
Benar kata pak Jokowi " Ojo Kesusu", politik ini masih sangat dinamis, demokrasi kita masih mencari bentuk.
Tak bisa dipungkiri, saat ini elite parpol kita masih belum seutuhnya lepas dari politik transaksional, politik dagang sapi, siapa mendapat apa.
Yang penting menang dan berkuasa, sehingga kepentingan kelompok menjadi tujuan utama ! Betapa tidak, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya - KKIR yang terbentuk sejak setahun lalu antara Gerindra dan PKB harus bubar jalan karena perhitungan perhitungan pragmatikal antar elite.
Begitu juga koalisi Perubahan yang di awaki Nasdem, Demokrat dan PKS yang digadang gadang akan membawa pembaharuan, terancam bubar, juga karena kepentingan pragmatikal ini.
Berikut mungkin juga akan kita saksikan lagi reaksi-reaksi para elite terhadap keputusan ini dan juga terkait pasangan capres berikutnya yang mungkin muncul, dengan berbagai kemungkinan terkait peluang dan kepentingan elite yang sudah pasti tanpa menghiraukan kepentingan rakyat.
Itulah realita kecenderungan pragmatisme para elite parpol yang dipertontonkan di Jakarta saat ini, tanpa peduli harapan rakyat dan bahkan konstituen, teriakan petinggi NU dan reaksi para kyai mungkin bisa menggambarkan betapa alpanya para elite pada suara rakyat dan konstituennya.
Disisi lain anak muda yang menjadi porsi terbesar DPT sudah mulai sangat kritis mempertanyakan nilai nilai apa yang akan diperjuangkan melalui politik, kesadaran akan nilai nilai perjuangan ini sudah mulai menyadarkan mereka.
Walau tak dipungkiri sebagian mereka terlanjur apatis terhadap politik, karena melihat perilaku politisi yang hanya sekedar kejar jabatan, cenderung korup dan sering ingkar janji.
Reaksi petinggi NU, para Kyai, masyarakat dan bahkan mentri agama atas gonjang ganjing pencapresan beberapa hari terakhir, menunjukkan betapa masyarakat sudah mulai sadar akan nilai nilai yang harus dijunjung dalam berpolitik dan memilih calon pemimpin.
Rakyat mulai sadar bahwa kontestasi bukan sekedar cari pemenang, tapi juga harus tetap menjunjung nilai nilai dan komitmen.
Masih segar dalam ingatan, kegaduhan dan tuduhan masyarakat yang sangat beragam ketika pak Prabowo mengunjungi basecamp PSI.
Banyak masyarakat mempertanyakan komitmen PSI dalam hal memperjuangkan nilai-nilai dalam berpolitik. Masyarakat mungkin saat itu kurang paham tentang politik gagasan dan manuver yang PSI lakukan.
Gorengan media atas momentum itu yang mengatakan, PSI resmi mencabut dukungan atas Ganjar Pranowo, sempat membuat pendukung PSI kecewa, beberapa kader dan konstituen hengkang dari PSI.
"Kami belum mencabut dukungan ke pak Ganjar" Grace Natalie, wakil ketua dewan pembina PSI menegaskan sehari kemudian.
"Keputusan Kopdarnas menugaskan DPP untuk mencek kembali dengan sungguh sungguh aspirasi rakyat, siapa calon presiden yang harus didukung atau bahkan mungkin kami jomblo, tidak akan mendukung salah satu capres yang ada" lanjut Grace, dan kegaduhan itu pun reda.
Berkaca pada dua moment dalam beberapa bulan terakhir, tergambarkan bahwa rakyat dan konstituen sudah mulai kritis dan berani bersikap atas keputusan elite partai yang menyimpang dari nilai-nilai dan arah perjuangan semula, berbeda dengan sikap rakyat pada dekade lalu, terutama anak muda, yang cenderung cuek.
Rakyat juga sudah semakin paham bahwa dukung mendukung copras capres adalah bagian dari politik dagang sapi yang berujung pada bagi bagi jabatan.
Keberanian PSI untuk kemungkinan bersikap jomblo, tidak mendukung salah satu capres, mendapat pujian masyarakat, sekaligus membantah cibiran mereka yang mengatakan " PSI dicuekin PDIP banting stir dukung Prabowo biar dapat jatah mentri".
Sesungguhnya PSI adalah partai harapan terakhir pengawal demokrasi indonesia. Banyak harapan masyarakat tertumpu pada anak-anak muda yang energik dan smart didalamnya.
Kekecewaan rakyat terhadap partai lama dan politisi senior memposisikan PSI menjadi partai alternatif pilihan. Dari partai Nasionalis yang ada, Gerindra, PDIP, Nasdem, dengan atau tanpa koalisinya sudah mengusung Capres mereka, dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya.
Banyak pendukung Nasdem yang hengkang ketika partai ini mendeklarasikan Anies. Ada juga kelompok masyarakat Nasionalis yang trauma dengan masa lalu Prabowo. Sementara tidak sedikit juga gerakan anti moncong putih dari GenZ dan baby boomer, tapi mereka mencintai Ganjar Pranowo.
Inilah ceruk suara yang akan beralih menjadikan PSI sebagai partai alternatif pilihan mereka. Inilah tondo-tondo alam itu, tanpa disadari atau tidak kondisi perpolitikan dalam dua bulan terakhir sungguh membuka peluang bagi partai anak muda ini.
Popularitas PSI mendadak mencuat menjadi pembicaraan seantero Indonesia, masyarakat pelosokpun jadi kenal PSI, pembicaraan dimedsos menjadi viral sejalan dengan keunggulan medsos yang memang melekat dengan partai ini.
Semua terkesima dengan gerakan partai anak muda ini, sejak kunjungan Prabowo ke PSI awal Agustus lalu, diikuti penyelenggaraan Kopdarnas 22 Juli 2023 lalu yang memukau anak-anak muda, terutama GenZ , PSI selalu menjadi topik bahasan.
Bahkan ketika deklarasi Prabowo oleh Gelora beberapa hari lalu, nama PSI pun mencuat ketika Prabowo mengatakan selalu grogi kalau ketemu PSI.
Inilah momentum itu, sadar atau tidak, kehadiran atau statemen PSI selalu ditunggu. Teruslah tumbuh menjadi partai berkwalitas dengan gagasan-gagasan pembaharuan yang memperjuangkan kesetaraan dan kesejahteraan masyarakat, dengan nilai-nilai luhur dan kemanusiaan seperti yang dicita-citakan Jeffrie Geovanie pendiri partai ini, rakyat menunggu itu.
Jangan gentar, terus maju, berpolitik jangan baperan, PSI harus menjadi Pembeda dengan yang lain, fokus pada pencalegan. Ndak perlu larut dalam copras- capres karena memang coat tail effect nya sangat kecil bagi PSI. Ndak mungkin kita akan jadi pemenang jika hanya jadi pengekor, ingat 2019 raihan electabilitas PSI hanya dibawah 2 % , padahal dilapangan PSI pendukung andalan Pak Jokowi, dengan jubir-jubir yang memukau.
Jadilah partai harapan bagi mereka yang kecewa dengan partai lama dan politisi senior yang ada saat ini ,tegak lurus menjadi partai alternatif itu keren bro, siapapun Presidennya - PSI partainya.
Memenangkan hati rakyat untuk dapat mengisi parlemen, sehingga bisa mengawal program hilirisasi, membangun nilai nilai kesetaraan, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan rakyat, menuju indonesia emas 2045 seperti yang dipesankan pak Jokowi beberapa waktu lalu.
Tondo-tondo itu sudah ada di depan mata dan yakinlah. "PSI menang Pasti Menang...!!" Seperti yang di teriakkan Jokowi saat menutup pidato Kopdarnas PSI di Jakarta Theatre Januari 2023 lalu. Salam, Terus Melaju, untuk Indonesia Maju. (JP-Penulis Adalah Ketua DPW PSI Provinsi Jambi)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE