Jambipos, Kerinci-Praktik korupsi ternyata masih terus menggerogoti perbankkan di daerah. Salah satu yang menyita perhatian adalah kasus Bank BRI Unit Kayu Aro di Kabupaten Kerinci. Pasalnya penyimpangan uang kas yang melibatkan Yogi Suwandra, Kepala Unit BRI kini dibongkar oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungaipenuh.
Kajari Sungaipenuh Antonius Despinola, SH MH kepada wartawan menjelaskan, kronologis kasus ini bermula pada Februari 2022 ketika Yogi Swandra, yang telah menduduki posisi Kepala Unit BRI Kayu Aro meminta kunci brankas penyimpanan uang kas kepada Yora.
Yora adalah seorang teller yang bertanggung jawab atas pengamanan brankas tersebut. Yogi Swandra berdalih langkah ini untuk memastikan keamanan dan kelancaran pengelolaan uang kas.
“Terperdaya oleh rayuan manis Yogi Swandra, Yora menyerahkan kunci brankas itu, sedangkan Yogi Swandra memberikan surat pernyataan siap bertanggung jawab atas keamanan uang kas tersebut,”ujar Kajari Sungaipenuh.
Namun, yang terjadi selanjutnya adalah pengkhianatan yang memilukan. Yogi Swandra secara bertahap mengambil uang kas tersebut demi kepentingan pribadi, dengan total mencapai Rp8,754 miliar.
"Modus operandi yang dilakukan secara diam-diam ini memperlihatkan sisi gelap seorang pejabat yang seharusnya menjadi teladan dalam menjalankan tugasnya," terang Antonius Despinola,
Kata Antonius Despinola, melihat fakta yang terungkap dalam proses penyidikan, tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejari Sungaipenuh telah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup kuat.
Hasil penyidikan menunjukkan bahwa tindakan Yogi Swandra melanggar tugas pokok dan fungsi yang telah diatur dalam Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Nomor 242-FIR/JBR/04/2019 tertanggal 4 April 2019.
“Yogi Swandra seharusnya bertanggung jawab dalam mengoordinasikan dan memonitor kegiatan pemasaran serta pengelolaan bisnis mikro di BRI Unit dan teras BRI,” kata Antonius Despinola.
Menurut Antonius Despinola, pelanggaran serius juga terlihat dalam aspek pengelolaan keuangan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Yogi Swandra melanggar beberapa poin dalam Surat Edaran Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. No. SE.48-DIR/HCS/09/2020 tanggal 28 September 2020 tentang Peraturan Disiplin dan Matrik Fundamental/Etik.
Dijelaskan, tindakan tersebut termasuk menyimpan dan mengelola uang kas dan surat berharga tidak sesuai dengan ketentuan, menyalahgunakan setoran/tambahan kas untuk kepentingan pribadi, tidak melakukan opname kas sesuai ketentuan, serta tidak mengelola maksimum/minimum kas dan cash ratio sesuai ketentuan.
“Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Yogi Swandra ini tidak hanya merugikan Bank BRI, tetapi juga menimbulkan kerugian bagi keuangan negara sebesar Rp8,754 miliar,” ujar Antonius Despinola.
Kata Antonius Despinola, hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menegaskan bahwa keuangan negara harus dikelola dengan tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.
Disebutkan, berdasarkan hasil laporan perkembangan penyidikan dan berita acara ekspose dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Bank BRI Unit Kayu Aro, tim penyidik telah menetapkan Yogi Swandra sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor 959/L.5.13/Fd.1/07/2023 tertanggal 5 Juli 2023.
Barang bukti yang disita Kejari Sungaipenuh. |
"Sebagai tindak lanjut, Yogi Swandra ditahan selama 20 hari ke depan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 957/L.5.13/Fd.1/05/2023 yang dikeluarkan pada tanggal yang sama," ujar Antonius Despinola.
Antonius Despinola menjelaskan, tersangka Yogi Swandra dijerat dengan pasal-pasal yang berlaku terkait tindak pidana korupsi. Pasal primer yang disangkakan adalah Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, pasal subsidier yang dikenakan adalah Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kata Antonius Despinola, kasus ini menjadi momentum penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Provinsi Jambi. Tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara harus dihadapi dengan tegas dan tanpa kompromi.
Masyarakat juga meminta Jaksa diharapkan melakukan proses hukum yang adil dan transparan, serta memberikan hukuman yang setimpal sebagai bentuk efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan dan aparat penegak hukum perlu dipulihkan melalui upaya pencegahan, penindakan, dan pemulihan kerugian negara.(JP-Red)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE