Info Terkini

10/recent/ticker-posts

Widget HTML

 


Praktik Pendidikan Serta Perkembangan Tarekat Syattariyah dan Tarekat Naqsyabandiyah di Minangkabau

Husna Fadilla Handesya.
Oleh: Husna Fadilla Handesya

Jambipos-Syekh Burhanuddin ialah seorang ulama yang menyebar luaskan agama Islam di Minangkabau. Pengarang kitab ini juga sama dengan apa yang Syekh Abdul Rauf ajarkan. Di dalam kitab ini juga dipelajari di Minangkabau karena tata cara fiqih yang termuat banyak dalam kitab ini sama dengan apa yang dilakukan oleh orang Minangkabau pada umumnya. 

Kitab ini ialah salah satu kitab yang wajib diketahui oleh masyarakat yang beraliran tarekat Syattariyah yang banyak diamalkan oleh masyarakat Minangkabau pada umumnya. Para pengikut Tarekat Syattariyah banyak ditemukan di berbagai daerah Padang Pariaman di Minangkabau karena disinilah Syekh Burhanuddin menyebarkan agama Islam ke semua wilayah Minangkabau. 

Oleh karena itu tidak heran jika model pembelajaran tarekat Syattariyah seperti kitab-kitab yang dikarang oleh pengarang seperti ini dijadikan implikasi serta model pembelajaran tarekat dalam pendidikan. 

Misalnya di daerah Padang Pariaman tentu hal ini tidaklah asing bagi mereka orang Minangkabau karena di daerah Padang Pariaman banyak masyarakat yang mengikuti aliran Syekh Burhanuddin hingga sekarang.

Salah satu model pembelajaran tersebut adalah Kitab Masa-il al-Muhtadi Li Ikhwan al-Mubtadi (مسائل المهتدي لاخوان المبتدي). Kitab ini adalah sebuah kitab yang ringkas, yang menjelaskan mengenai akidah dan hukum fiqh berdasarkan mazhab syafi'i yang disusun rapi dalam bentuk soal-jawab.  

Dalam pembelajaran yang kita temukan dalam pelajaran tarekat Syattariyah biasanya berisi tentang fiqih, aqidah serta tasawuf untuk melancarkan jalan kita kepada Allah SWT. 

Maka didalam kitab ini diawali dari fiqih yaitu tata cara kita beribadah kepada Allah SWT baik itu solat, puasa, naik haji sedangkan yang kedua akidah ialah kepercayaan dasar atau keyakinan pokok yang biasanya terdiri dari sifat 20 yang wajib bagi Allah SWT,  serta itikad yang baik bagi Allah SWT ataupun rasul Allah SWT. 

Selain itu tasawuf adalah kajian yang membawa kita lebih dekat dengan Allah Swt yang meliputi dari bagaimana akhlak kita kepada Allah SWT dan juga kepada sesama makhluk ciptaan-Nya. Ketiga hal tersebut yang akan menuntun kita ke surga dengan jalan kematian. Dan apabila seseorang bisa mengamalkan ketiga hal tersebut maka surga adalah untuknya.

​Tarekat Naqsyabandiyah baru muncul pertama kalinya pada pertengahan abad 19 M oleh Shaykh Ismail al Minangkabawi. Oleh karena itu, penulis ingin mengungkap apakah benar pembelajaran dan pemahaman antara tarekat Syattariyah dan Naqsyabandiyah berbeda, dan apakah benar tarekat Naqsyabandiyah baru muncul pada pertengahan abad 19 M yaitu pada abad 1850 M dan dibawa serta dikembangkan oleh Shaykh Ismail. 

Jika Tarekat Syattariyah dikenal dengan filosofinya yang dalam, oleh karena itu Tarekat Naqsyabandiyah dikenal dengan Amaliyahnya. Sebenarnya, ajaran Nur Muhamad dan asal manusia seperti kaji tubuh itu juga dipelajari didalam Tarekat Naqsyabandiyah. 

Sedangkan didalam zikir tarekat ini memiliki Lat}a>if yaitu aliran-aliran nafas eperti dibawah ini: “Bermula yang kabir bagi tamkin muhammadin daripada takmil fa’lam ketahui olehmu pada mula – mula bagi manusia sepuluh lathaif seperti yang telah membicarakan dia oleh Imam Rabbani dengan demikian itu mujaddidi yakni yang membaharui yang kedua kemudian daripada sesudah hilang alif al-tsani qaddasa sirrahu yaitu terbahagi atas dua hak atas dua hak, pertama lima daripada alam khalf dan kedua lima daripada alam amr yaitu qalbu dan ruh dan sir dan khafi dan laa khafi. 

Bermula bahagi yang pertama, nafsu hayawan dan ‘anashir yang empat yaitu tanah dan air dan angin dan api. Sebelum itu kita ketahui bahwa didalam tarekat Syattariyah juga memiliki zikir na>fi ithbat dengan bentuk yang berbeda dengan Tarekat Naqsyabandiyah. 

Sedangkan, dalam tarekat Naqsyabandiyah terdapat lat}aif yang tidak ada pada Tarekat Syattariah. Namun, dalam masalalah pengkajian tubuh antara Tarekat Syattariyah dan Naqsyabandiyah hampir sama, meskipun cara pemaparannya berbeda. (JP-Penulis Adalah MAHASISWI SASTRA MINANGKABAU, UNIVERSITAS ANDALAS)

Berita Lainnya

Posting Komentar

0 Komentar