Jambipos-“Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat” adalah istilah yang sering dilekatkan dengan gadget, media sosial khususnya. Seseorang bisa duduk berjam-jam mengulik peran orang lain di berbagai aplikasi daring. Mempengaruhi paradigma berpikir dari para influencer dan teman-teman tertaut.
Tahun 1990 para ilmuwan yang berkerja di laboratorium fisika Switzserland membuat sebuah sistem interkoneksi dalam komputer yang dapat menampilkan hypertext, teks dan gambar visual yang dinamakan World Wide Web (www) Situs tersebut dimanfaatkan sebagai sumber informasi berbasis elektronik bagi ilmuwan.
Selanjutnya pada tahun 1998, Google merupakan penemuan mesin pencarian pertama yang memiliki fungsi untuk memindai informasi para pengguna di internet. Kemudian muncul mesing pencarian sejenis, yakni Yahoo!
Pesatnya perkembangan dunia digital mempengaruhi kehidupan manusia secara universal. Internet bagaikan candu bagi penggunanya ketika semua hal yang dibutuhkan disediakan secara mudah dan cepat. Internet memanjakan manusia yang dampaknya mengurangin intensitas sosialisasi antar sesama manusia.
Pada tahun 2020 We Are Social mencatat bahwa ada 175,4 juta pengguna internet di Indonesia. Ada kenaikan 17% atau 25 juta pengguna internet dari tahun sebelumnya. Persentase pengguna internet berusia 16 hingga 64 tahun yang memiliki masing-masing jenis perangkat, di antaranya mobile phone (96%), smartphone (94%), non-smartphone mobile phone (21%), laptop atau komputer desktop (66%), table (23%), konsol game (16%), hingga virtual reality device (5,1%).
Virus Media Sosial
Friendster merupakan media sosial pertama yang berhasil menjajah gaya komunikasi di Indonesia. Sekira tahun 2002, Friendster digagas sebagai aplikasi yang digunakan untuk membangun relasi pertemanan dunia maya di seluruh dunia. Selanjutnya muncul Linkendin, MySpace, dan Flickr.
Dua tahun berselang, Facebook menjelma menjadi raksasa media sosial dengan fitur bertukar pesan pribadi maupun grup baik gambar maupun video. Selain itu, pengguna juga dapat mengirimkan permintaan teman kepada seluruh pengguna di dunia. Pertahun 2020, tercatat ada 130 juta penduduk Indonesia menggunakan Facebook sebagai aktivitas bermedia sosial.
Pada tahun 2006 muncul media sosial bernama twitter yang dirancang lebih sederhana untuk mengekspresikan segala hal. Kemudian 4 tahun berselang muncul Instagram sebagai platform untuk membagikan foto dan video. Disusul Line dan Snapchat di tahun berikutnya.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang tidak bisa mengakses media sosial dalam jangka waktu tertentu bisa menimbulkan kecemasan, kesepian, bahkan depresi. Hal itu disebabkan oleh fear of missing out (FOMO) atau takut ketinggalan (baik informasi maupun tren terkini). FOMO merupakan efek kesehatan mental akibat penggunaan media sosial secara terus menerus.
Kebutuhan Eksistensi
Media sosial telah menjadi kebutuhan pokok setiap manusia. Kemampuannya dalam menyediakan pengetahuan sekaligus menjelajah dunia sangat memberikan peluang terhadap menyempitnya ide saat tak lagi berselera dengan dunia nyata.
Saling bersaing memberikan informasi tentang diri sendiri di media sosial yang mengakibatkan tekanan mental. Pilihannya adalah tentang pujian atau makian dari pengguna media sosial lainnya. Kemudahan seseorang yang menimbulkan satu hal yang membahagiakan belum tentu disikapi yang sama oleh orang lain.
Mengenai produksi media sosial, maka ruang sosial haruslah dirasakan, dipahami, dan dihidupi (perceived, conceived, and lived) secara sekaligus dalam keterikatannya dengan realitas sosial (Levebre, Henri dalam Schmid, Christian, 2008:28). Dunia virtual menawarkan bentuk yang berbeda, identitas kelompok yang lebih bebas, tidak terdesentralisasi, lebih cair, fleksibel, dan selalu dalam proses (tidak berhenti).
Eksistensi dari internet sebagai cyberspace sangat esensial bagi masyarakat terutama yang membutuhkan ruang ekspresi atas hal-hal yang tidak dapat dilakukan di dunia nyata. Media Sosial menjadi sebuah adiksi yang mengedukasi masyarakat bahwa pertukaran informasi bukan lagi semata bertukar pesan, namun di dalamnya mengandung seduksi yang mengkonstruksi sebuah peristiwa untuk dijadikan informasi.
Mayoritas pengguna media sosial adalah remaja yang notabene masih labil dalam mental dan perilaku. Remaja mempunyai rasa penasaran lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa yang cenderung lebih stabil. Remaja selalu ingin tampil eksis dan memiliki banyak teman. Media sosial memungkinkan seseorang menyalurkan semua hasrat eksistensi dalam dirinya, seperti membagikan foto, menulis status, mengunggah video, maupun berkomunikasi dengan orang di media sosial.
Pengguna media sosial harus cermat memanfaatkan kemajuan teknologi digital. Tidak sebatas eksistensi, media sosial bisa menjadi ajang berbisnis, menambah pengetahuan, dan menghilangkan kecemasan akan tersebarnya informasi terkini. Namun, kecanduan media sosial sebagai bentuk eksistensi diri juga bisa menjadi masalah dalam diri seseorang. Ketergantungan tersebut bisa mengurangi dialektika kehidupan secara nyata, memanipulasi diri, dan kehilangan kedewasaan berpikir.
Media sosial memungkinkan setiap orang berperilaku produktif, sebaliknya juga memudahkan melakukan praktek kejahatan. Jika pengguna media sosial tidak bijak berinteraksi di dunia maya, maka media sosial akan menjadi pemantik konflik dan perubahan sikap dalam diri seseorang.(JP-Penulis Adalah Penggagas Komunitas Seniman NU, Penulis Buku dan Naskah Drama. Aktif Menulis Opini di Media Daring-HP0821 3885 2912)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE