Usai Pengamanan Area Perhutanan Sosial SAD Batin Sembilan
Jambipos Online, Jambi-Pengamanan area kemitraan (MoU) di Hutan Harapan oleh staf Perlindungan Hutan dan kelompok masyarakat pedalaman Batin Sembilan mendapat perlawanan dari para perambah yang berujung penculikan.
Padahal, kawasan yang diamankan merupakan area MoU yang SK Pengakuaan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK)-nya akan diserahkan oleh Presiden Joko Widodo dalam kunjungan kerjanya ke Jambi pada 16 Desember 2018 nanti.
Manajer Komunikasi Informasi Hutan Harapan, Joni Rizal kepada wartawan, Rabu (12/12/2018) mengatakan, Presiden Jokowi dijadwal ke Jambi untuk menyerahkan SK Kulin KK sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan terhadap kemitraan kehutanan dalam skema Perhutanan Sosial (Hutsos).
Di antara yang akan diserahkan oleh Jokowi adalah SK Kulin KK untuk empat kelompok masyarakat Batin Sembilan yang telah menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan PT Restorasi Ekosistem Indonesia selaku pengelola Hutan Harapan.
Keempat kelompok Batin Sembilan yang telah ber-MoU tersebut adalah Kelompok Tanding, Kelompok Gelinding, KTH Maju Besamo/Simpang Macan Luar dan KTH Lamban Jernang/Sungai Kelompang. Masyarakat yang telah ber-MoU ini mendapat hak pengelolaan kawasan hutan, yang pengelolaannya diarahkan dalam bentuk agroforestry dan tanaman kehidupan.
Disebutkan, sebagaimana diatur dalam MoU, PT Reki dan masyarakat peserta MoU melakukan pengamaman kawasan dari semua bentuk kegiatan ilegal, termasuk perambahan. Dalam kaitan tersebut, pada Selasa (11/12) pagi, staf Perlindungan Hutan (Linhut) dan masyarakat Batin Sembilan mengorganisir diri melakukan patroli bersama di area MoU Sungai Kelompang.
"Saat patroli, tim menemukan sekelompok perambah yang melakukan aktivitas penebangan dan menanam sawit. Terjadi pengejaran oleh kelompok masyarakat Batin Sembilan. Seorang perambah ditahan, yakni atas nama Lukman (53 tahun) yang mengaku sebagai warga Alam Sakti. Dari interogasi, Lukman juga mengaku berasal dari Kerinci, tetapi memegang Kartu Anggota Suku Anak Dalam (SAD) Pangkalan Ranjau. Yang bersangkutan selanjutnya diserahkan ke Polres Batanghari untuk menjalani proses hukum," ujar Joni Rizal.
Sementara Lukman diperiksa polisi di Mapolres Batanghari, sekitar pukul 21.00 WIB malam, sekelompok masyarakat Alam Sakti mendatangi basecamp Hutan Harapan di Desa Bungku. Secara brutal dengan membawa senjata tajam, mereka menculik salah seorang staf Bagian Jalan dan Jembatan, yakni Kardiyono (42 tahun).
"Sempat terjadi ketegangan karena staf Hutan Harapan berupaya menghalangi tindakan penculikan tersebut. Namun karena masyarakat tersebut bersenjata tajam dan beringas dengan jumlah yang lebih besar serta kondisi yang gelap, tindakan penculikan tidak dapat dihalangi," kata Joni Rizal.
Manajemen PT Reki selanjutnya berkoordinasi dengan aparat keamanan, yakni Polres Batanghari untuk mengambil langkah selanjutnya, termasuk membawa kembali Kardiyono yang diculik oleh para perambah. Dari komunikasi dengan para penculik, diketahui bahwa Kardiyono diamankan di rumah seorang warga yang diduga masih keluarga Lukman di Alam Sakti.
Tokoh masyarakat Batin Sembilan dari Kelompok Tanding, Mat Munce (70 tahun), menegaskan bahwa mereka akan terus meningkatkan patroli untuk mengusir perambah dari wilayah adat mereka. “Kami mengamankan wilayah adat Batin Sembilan. Hutan ini tempat hidup kami. Kalau digarap oleh para perambah-perambah itu, hutan habis, kami bisa mati,” ujar Munce yang siang sebelum penculikan memimpin pengejaran para perambah.
Di hadapan Kasat Intel Polres Batanghari dan rombongan yang turun ke lokasi pasca penculikan, Munce menyampaikan permasalahan yang dihadapi Batin Sembilan. Dia mengatakan, dari hutan yang tersisa inilah masyarakat Batin Sembilan mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarga, antara lain dengan mengumpulkan getah balam, getah jelutung, jernang, bermacam jenis damar, rotan dan madu.
“Jadi, kami minta dukungan untuk mempertahankan hutan, agar perambah-perambah itu ditindak dan diusir. Kami tidak bisa melakukannya sendirian karena perambah ini licik. Hari ini diusir, besok datang lagi; diusir lagi, datang lagi,” ujar Munce yang tidak lain merupakan saudara tua Tanding.
Head of Stakeholder Partnership and Land Stabilization Division Hutan Harapan Adam Aziz menyebutkan bahwa perambah yang menghalangi tindakan pengamanan itu telah merampas wilayah adat dan area MoU Batin Sembilan. Area tersebut telah mendapat pengakuan pemerintah, yakni dengan akan diberikannya SK Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan oleh Presiden Jokowi, sehingga sudah sangat jelas menjadi area hak kelola Batin Sembilan.
Adam meminta semua pihak mendalulukan kepentingan Batin Sembilan karena mereka mempertahkan hutan sebagai rumah dan tempat penghidupan mereka.
“Penyelesaian kasus ini harus dengan mendepankan peraturan perundang-undangan yang berlalu,” tegas Adam. Sampai siaran pers ini dibuat pukul 12.30 WIB, proses perundingan pelepasan staf Hutan Harapan dari para penculik di Alam Sakti masih berjalan.
Perlawanan perambah terhadap tim perlindungan Hutan Harapan dan masyarakat Batin Sembilan dalam mengalaman kawasan MoU ini merupakan yang kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir. Pada Senin 15 Oktober 2018 pagi, sekitar 15 tim pengamanan Batin Sembilan terlibat bentrok dengan empat (4) perambah asal Sungai Bahar yang membawa senjata tajam.
Perambah melakukan perlawanan dengan melapor ke polisi, tetapi diketahui bahwa laporan mereka tidak dapat diproses karena sangat jelas mereka melakukan pelanggaran, yakni memasuki hutan negara yang izin pengelolaanya diberikan kepada PT Reki. Selain itu, masyarakat Batin Sembilan melakukan pengamanan atas hak adat mereka dan area MoU.
Para perambah juga melakukan perlawanan dengan secara kasar mendatangi Pos Pengamanan Hutan Harapan di Simpang Macan Luar dan melakukan pengancaman. Sampai saat ini, pengamanan area MoU Batin Sembilan terus diintensifkan baik oleh masyarakat Batin Sembilan maupun oleh staf PT Reki.
Sekilas Hutan harapan
Pemerintah RI mengeluarkan kebijakan Restorasi Ekosistem (RE) di hutan produksisecara resmi pada 2004 melalui SK Menteri Kehutanan No. 159/Menhut-II/2004. Pada 2005, untuk pertama kalinya di Indonesia ditetapkan areal 100.000 hektare di Sumsel dan Jambi sebagai kawasan Restorasi Ekosistem.
Kebijakan RE lahir dari kekhawatiran akan hilangnya hutan alam di kawasan hutan produksi, rentannya pengelolaan kawasan hak pengusahaan hutan (HPH), dan perubahan hutan alam menjadi peruntukan lainnya. Dari 16 juta hektare hutan dataran rendah Sumatera pada 1900, pada awal tahun 2000 tersisa sekitar 500 ribu hektare saja.
PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) adalah badan hukum yang memperoleh Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (UPHHK-RE) pertama di Indonesia pada 2007untuk kawasan seluas 52.170 hektare di Kabupaten Musi Banyuasin (SK Menhut No 293/Menhut-II/2007).
Selanjutnya pada 2010,diperoleh izin untuk areal seluas 46.385 hektare di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun (SK Menhut No 327/Menhut-II/2010). Total luas izin konsesinya 98.555 hektare.Kedua kawasan IUPHHK-RE ini disebut Hutan Harapan.
Sebagai pengelola pertama kawasan RE, PT REKI menawarkan alternatif memperbaiki hutan dan isinya. Aktivitas dalam konsesi ini antara lain adalah pemulihan hutan dengan pengayaan dan penanaman yang meningkatkan potensi vegetasi, baik untuk produksi maupun perbaikan habitat satwa liar.
Kegiatan lainnya adalah pemanfaatan potensi jasa ekosistemyang disediakan oleh hutan alami yang sehat, air dan udara bersih, pencegahan banjir, jasa ekowisata, dan pemanfaatkan hasil hutan bukankayu (HHBK). Pengelolaan Hutan Harapan didukung oleh Burung Indonesia, Birdlife International dan Royal Society for the Protection of Birds.
Hutan Harapan adalah tempat hidup lebih dari 307 jenis burung, 64 jenis mamalia, 123 jenis ikan, 55 jenis amfibi, 71 jenis reptil, 1311 jenis pohon. Sebagian flora dan fauna tersebut tidak ditemukan di hutan lainnya di Indonesia bahkan di dunia. Sebagian lagi sudah sangat langka dan terancam punah, seperti Harimau sumatera, Gajah asia, Beruang madu, ungko, Bangau storm, rangkong, jelutung, bulian, tembesu dan keruing.
Masyarakat Batin Sembilan adalah kelompok masyarakat yang hidup di alam bebas yang memiliki kearifan sendiri dalam mengelola hutan. Mereka memanfaatkan Hutan Harapan dengan mengambil hasil hutan bukan kayu, seperti rotan, jerenang, madu sialang, getah jelutung, damar, serta tanaman obat-obatan. Hutan Harapan menjadi kawasan hidup dan jelajah sekitar 228 keluarga Batin Sembilan. (JP-Rel/Asenk Lee)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE