Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Jambi dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) melakukan unjukrasa di Kantor Walikota Jambi, Jumat (5/10/2018) siang. Foto-Foto (FB GMKI Cabang Jambi) |
Jambipos Online, Jambi-Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Jambi dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) melakukan unjukrasa di Kantor Walikota Jambi, Jumat (5/10/2018) siang. Mahasiswa mendesak Walikota Jambi untuk membuka segel Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA), Gereja Methodist Indonesia (GMI) Kanaan dan Huria Kristen Indonesia (HKI) yang disegel oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Jambi di kawasan RT 07, Kenali Besar, Simpang Rimbo, Kecamatan Alam Barajo, Kota Jambi, Kamis 27 September 2018 lalu.
GMKI dan GMNI menilai Pemerintah Kota Jambi telah gegabah dengan melakukan penyegelan secara sepihak terhadap tiga gereja tersebut. Padahal selama ini mereka hidup berdampingan dengan warga sekitar dan tidak pernah terjadi gesekan dengan warga sekitar lingkungan ketiga gereja tersebut.
GMKI dan GMNI juga mempertanyakan status berlakunya batas waktu penyegelan sementara itu. Karena menurut penuturan dari Kepala Badan Kesbangpol Kota Jambi, Liphan Pasaribu bahwa penyegelan tersebut hanya bersifat sementara, sampai ada solusi melalui pertemuan antara pengurus gereja dan masyarakat setempat.
Dalam tuntutannya, GMKI dan GMNI mempertayakan bahwa Pemkot Jambi semestinya tidak tunduk terhadap tekanan sekelompok massa.
Dengan kewenangannya, Pemkot Jambi seharusnya dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan cara mediasi dan bukan langsung menyegel ketiga gereja tersebut.
“Pemkot Jambi menyatakan bahwa penyegelan sementara sampai situasi di lapangan kondusif. Fakta yang kami lihat di lapangan tidak terjadi konflik antar masyarakat. Selama ini dilingkungan ketiga gereja itu kondunsif. Jadi alasan penyegelan ketiga gereja itu oleh Pemkot Jambi mengada-ada,” ujar Ketua GMKI Cabang Jambi, Dirton Silalahi dalam orasinya.
Dirton Silalahi juga mengecam tindakan penyegelan itu karena telah melanggar amanat konstitusi yaitu Pasal 29 UUD 1945 ayat (2) yang berbunyi ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu’.
"Kami menuntut Pemkot Jambi untuk berperan aktif dalam hal mempermudah izin administrasi pembangunan rumah ibadah sesuai dengan pasal 28 ayat (3) yang tertuang dalam SKB 2 Menteri. Bukan hanya tahunya menyegel tanpa melalui proses mediasi dan upaya yang maksimal," katanya.
GMKI dan GMNI meresa kecewa karena aksi unjuk rasa mereka tidak diterima oleh Walikota Jambi, Sy Fasha yang sedang menghadiri acara di tempat lain. Mahasiswa hanya diterima oleh Kaban Kesbangpol Kota Jambi, Liphan Pasaribu di depan pagar Kantor Walikota Jambi.
“Kita masih tengah melakukan pertemuan-pertemuan untuk mencari solusi terkait penyegelan gereja itu. Mudah-mudahan segera ada solusi yang terbaik bagi semua pihak,” kata Liphan Pasaribu dihadapan pengunjukrasa.
Sementara itu Sekretaris DPW Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) Jambi Samuel Pardosi, S.Sos mengatakan, pihaknya telah menyambangi ketiga gereja itu setelah kejadian penyegelan (Kamis, 27/10/2018) lalu. MUKI Jambi juga melakukan dialog dengan pengurus gereja beserta pendeta gereja.
Samuel Pardosi juga mempertayakan kebijakan Walikota Jambi yang sangat mudah mengeluarkan ijin Hotel BW Luxury yang tak sampai hitungan tahun. Sementara tiga gereja itu sudah mengurus ijin gereja itu sudah belasan tahun, namun tak kunjung keluar.
“Kenapa 3 gereja kami susah banget. Apa karena 3 Gereja itu tidak pakai Luxury? Misalnya GMI Luxury? GSJA Luxury? HKI Luxury? Tapi gimana kami mau gunakan Luxury??? Yang beribadah digereja itupun Tukang Tambal Ban, Jualan Jengkol, Langkok-langkok, Sayur-sayuran, orang pasar, pakaian bekas BJ, bahkan ada juga tukang robet,” sebut Samuel Pardosi. (JP-Lee)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE