Sejenis KM Sinar Bangun yang karam di Danau Toba Jalur Simanindo Samosir-Tigaras Simalungun.FB |
Jambipos Online-KEUTAMAAN dalam pelayaran ialah kepatuhan mutlak pada standar keselamatan. Standar itu sering diabaikan dengan kesadaran penuh hanya untuk mengejar untung, tapi penumpang buntung.
Standar keselamatan pelayaran sudah sangat apik dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2016 tentang Daftar Penumpang dan Kendaraan Angkutan Penyeberangan.
Setiap kapal yang berlayar wajib memiliki daftar penumpang atau manifes. Daftar penumpang itu menjadi tanggung jawab nakhoda sebagai dasar dikeluarkannya surat persetujuan berlayar dari syahbandar.
Ketentuan terkait dengan manifes itu paling sering dilanggar. Akibatnya, pada saat terjadi kecelakaan, baru ketahuan jumlah penumpang jauh melebihi kapasitas kapal.
Dugaan pelanggaran soal manifes itulah yang terkuak dari kasus kapal motor Sinar Bangun yang tenggelam dalam perjalanan dari Pelabuhan Simanindo di Kabupaten Samosir menuju Pelabuhan Tigaras di Kabupaten Simalungun pada Senin (18/6/2018) sekitar pukul 17.15 WIB.
Kesaksian penumpang yang selamat menyebutkan kapal kayu itu kerap dioperasikan membawa manusia dan kendaraan roda dua untuk menyeberangi Danau Toba. Biasanya, penumpang membayar ongkos di saat kapal sudah berlayar.
Ketiadaan manifes itulah yang menyebabkan jumlah penumpang yang diangkut KM Sinar Bangun berubah-ubah. Semula Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samosir menyebut kapal itu mengangkut 80 penumpang.
Selang beberapa waktu kemudian, posko penanganan korban di Pelabuhan Tigaras mendapat laporan dari keluarga, sebanyak 147 orang hilang. Di posko Pelabuhan Simanindo tercatat 108 orang hilang. Pihak kepolisian menduga ada laporan ganda sehingga untuk sementara korban hilang sekitar 200 orang.
Harus tegas dikatakan bahwa KM Sinar Bangun memuat penumpang melebihi kemampuannya yang cuma 43 orang. Itulah sebabnya kapal itu hanya memiliki 45 jaket pelampung.
Meski demikian, kelebihan penumpang bukanlah faktor tunggal kecelakaan karena saat dalam perjalanan hujan deras turun disertai angin kencang dan petir. Tidak hanya itu, tinggi gelombang dilaporkan mencapai 2 meter.
Terlepas dari penyebab kecelakaan, kewajiban pembuatan dokumen muatan kapal berupa daftar penumpang dan kendaraan sesungguhnya dalam kerangka mewujudkan keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran transportasi penyeberangan.
Jika benar informasi bahwa penumpang KM Sinar Bangun membayar ongkos di dalam saat kapal sudah berlayar, itu artinya pelanggaran soal manifes sudah berlangsung lama dan terus-menerus dilestarikan.
Pertanyaan paling penting yang perlu segera dijawab ialah mengapa pelanggaran itu dibiarkan? Bukankah dalam peraturan menteri perhubungan itu disebutkan pengawasan soal manifes dilakukan direktur jenderal, dalam hal ini dilaksanakan otoritas pelabuhan penyeberangan atau unit pelaksana teknis pelabuhan penyeberangan?
Harus diingatkan bahwa peraturan itu dibuat bukan untuk gagah-gagahan, melainkan untuk dilaksanakan. Karena itulah, sudah sepatutnya dilakukan investigasi menyeluruh terkait dengan pelanggaran di bidang pelayaran.
Investigasi itu bukan semata-mata bertujuan mencari pihak yang paling bertanggung jawab atas keteledoran tenggelamnya KM Sinar Bangun. Jauh lebih penting lagi ialah hasil investigasi itu dipakai untuk memperbaiki transportasi penyeberangan di Danau Toba yang sudah ditetapkan sebagai salah satu daerah tujuan wisata.
Sudah sepantasnya dan selayaknya pelayaran di Danau Toba menjanjikan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan. Jika tidak mau terulang tragedi kemanusiaan di daerah pariwisata itu, pelanggaran sekecil apa pun tak bisa ditoleransi.(*)
Sumber: http://mediaindonesia.com
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE