Oleh: Tonny Saritua Purba
ILUSTRASI-Lumbung Padi Suku Baduy.Google. |
Jambipos Online-Pulau Jawa memiliki kesuburan tanah dan sebagai penghasil padi di Nusantara. Pada saat tahun 1970an, kehidupan masyarakat pedesaan di Pulau Jawa betul-betul menggambarkan suasana yang asri, penuh kedamaian dan ketenteraman. Sekali pun pada masa pertengahan tahun 1960an negeri kita pernah mengalami krisis besar dan paceklik yang luar biasa. Sehingga negara harus menginport biji gandum dari Amerika Serikat agar krisis pangan bisa segera diatasi. Biji gandum diproses menjadi bulgur yang identik dengan makanan orang miskin pada saat itu.
Masa awal tahun 1970an, masa itu dominan petani padi menanam varietas local seperti bengawan, jawa, cempa tomat, cempa lele, beras merah dan ketan yang masa panennya sekitar 6 bulan. Tanaman padinya setinggi sekitar 80-90 cm, sehingga saat panen para petani lebih sering menggunakan alat potong ani-ani.
Padi yang masih menempel di batangnya disimpan ke dalam lumbung padi. Ada petani padi yang mengambil padi sesuai dengan kebutuhan, ada pula padi yang diambil untuk dijadikan gabah kemudian gabah dijemur dan jika kering disimpan dari peti khusus yang terbuat dari kayu untuk menyimpan gabah.
Gabah kering ditumbuk di sebuah alat yang disebut lesung yang terbuat dari kayu, padi yang terkelupas dari kulitnya atau menjadi beras lalu disimpan dan sebagian dimasak menjadi nasi untuk dimakan bersama-sama dengan keluarga.
Salah satu dampak konversi lahan pertanian dan semakin menyempitnya lahan pertanian yang dijadikan pemukiman maka sudah menghilangkan budaya “sakral” panen padi, sebuah tradisi yang dulu bisa mengakrabkan hubungan sosial warga pedesaan kini boleh dikatakan sulit ditemui saat ini.
Perkembangan teknologi secara tidak langsung juga merubah kebiasaan dalam bertani, sejak pertengahan tahun 1970an dikenal dengan varietas padi PB 6, usia tanam sekitar 4 bulan. Ketinggian tanaman padi sekitar 60 cm, sehingga terlalu sulit jika harus memanen dengan menggunakan ani-ani.
Menyabit pangkal batang padi lebih sering digunakan lalu langsung digeblok untuk melepas gabah dari batangnya, selanjutnya gabah dijemur hingga kering kemudian langsung diselep untuk dijadikan beras.
Jika ditelaah lebih dalam lagi makna lumbung padi bisa diartikan beberapa hal, seperti :
(1). Sebagai kearifan lokal untuk mengakrabkan interaksi sosial sesama warga masyarakat di pedesaan
(2). Lumbung padi mampu menyatukan semua aktifitas para petani yang bermuara kepada sebuah alat khusus yang dijadikan oleh masyarakat sebagai tempat menyimpan gabah
(3). Lumbung padi bisa dijadikan sebuah “Bank” sebagai tabungan bagi para petani padi
(4). Pada saat gabah semakin sedikit karena belum musim panen, lumbung padi bisa dijadikan seperti gudang dan mendistribusikannya kepada warga
(5). Lumbung padi secara tidak langsung berperan sebagai pengendali harga
(6), Pada saat permintaan beras tinggi, lumbung padi mampu mengendalikan dan bisa dijadikan sebuah peluang bagi petani untuk mendapatkan harga jual terbaik
Semoga peran lumbung padi di tengah-tengah masyarakat pedesaan khususnya bagi para petani padi di desa dibangkitkan kembali.
Cara bertani saat ini sudah banyak mengalami perubahan dan yang utama adalah saat panen raya sebisanya para petani padi janganlah menjual semua gabahnya di sawah, tapi jika memungkinkan simpanlah sebagian hasil panen berupa gabah di rumah masing-masing.
Dengan menyimpan gabah di rumah maka peran lumbung padi bisa dibangkitkan kembali. (JP-Penulis Alumni IPB, Praktisi Pertanian, Pengamat Pertanian dan Penyuluh Swadaya Petani Padi).
Berita Terkait
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE