Jambipos Online, Jakarta– Sebuah pesan lewat layanan aplikasi Whatsapp beredar di kalangan wartawan pada 14 Januari 2018, sekitar pukul 23.00 WIB. Isinya, undangan agar wartawan meliput silaturahmi pendiri dan sesepuh Partai Hanura.
Nama sejumlah purnawirawan jenderal TNI disebutkan akan hadir di acara itu, termasuk Ketua Dewan Pembina sekaligus pendiri Hanura, Wiranto.
Di undangan itu disebutkan bahwa lokasi acara adalah di Hotel Sultan, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta. Ada pesan pribadi yang mengikuti undangan itu yang menginformasikan bahwa ada konflik di Hanura dan posisi Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai ketua umum akan 'digoyang'.
Akhirnya acara itu dipindah lokasinya ke Hotel Ambhara di Kebayoran Baru, tetapi substansi 'menggoyang' posisi OSO masih sama dan sudah dilaksanakan. Kini, mayoritas media massa dan publik menyebut pihak yang bersilaturahmi itu sebagai 'Kubu Ambhara'.
Kubu Ambara ini dipimpin oleh Sarifuddin Sudding, Sekretaris Jenderal Hanura yang juga Ketua Fraksi Hanura di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Untuk diketahui, anggota Fraksi Hanura di DPR terbelah soal sikap terhadap kepengurusan Hanura. Ketua dan Sekretaris Fraksi Hanura di DPR, Nurdin Tampubolon dan Dadang Rusdiana, mendukung kubu Ambhara.
Dari sinilah prahara internal partai tersebut dimulai.
Kubu Sudding menyampaikan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan OSO, beberapa hari kemudian menggelar musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) untuk memecat OSO dan memilih penggantinya.
Di pihak lain, OSO memecat Sudding dari jabatan sekjen dan menunjuk penggantinya. Kemudian, Sudding cs juga dilaporkan ke polisi. Pendiri Hanura sekaligus tokoh sentral partai tersebut, Wiranto, belum menunjukkan sikap tegas.
Di pihak lain, OSO memecat Sudding dari jabatan sekjen dan menunjuk
penggantinya. Kemudian, Sudding cs juga dilaporkan ke polisi. Pendiri
Hanura sekaligus tokoh sentral partai tersebut, Wiranto, belum
menunjukkan sikap tegas.
Figur Kuat
Sejak terpilih sebagai ketua umum
Partai Hanura pada Desember 2016, OSO telah muncul sebagai salah satu
figur politik paling kuat di negara ini.
Dia adalah satu-satunya politikus yang memegang tiga jabatan kunci
sekaligus di pentas politik tertinggi yaitu sebagai ketua Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), dan ketua umum parpol.
Bersama OSO, Hanura seperti mendapat suntikan tenaga baru
pasca-mundurnya Wiranto dari kursi ketum. Partai itu bahkan berani
mematok target tiga besar perolehan suara Pemilu 2019.
Ketokohan OSO tak terusik, bahkan di tengah kontroversi rangkap jabatan yang sesekali disuarakan sejumlah pihak.
Bagi Hanura, rangkap jabatan OSO justru dianggap sebagai aset
penting: target tiga besar Pemilu 2019 dilandasi keyakinan puluhan
anggota DPD akan menyeberang ke Hanura berkat OSO.
Sampai hari Minggu (14/1/2018), citra OSO yang demikian tidak berubah.
Puluhan juta rakyat Indonesia menyaksikannya mendampingi Presiden Joko
Widodo dalam peresmian wajah baru Stadion Bung Karno sekaligus menonton
pertandingan sepakbola Indonesia melawan Islandia yang disiarkan
langsung lewat televisi.
Pagi harinya, barulah badai politik itu menerpa OSO.
Kubu Sudding | Kubu OSO |
Caleg dan kandidat Pilkada kena mahar | Tidak ada mahar, tetapi sumbangan suka rela |
OSO otoriter | Sudding cs tak paham berorganisasi |
SK ganda soal kandidat Pilkada | Sudding cs gelapkan jabatan |
Dana dimasukkan ke OSO Securities | Kandidat berpotensi didanai partai |
Versi Kubu Sudding
Sekretaris Fraksi Partai
Hanura Dadang Rusdiana ketika ditanya apa penyebab awal konflik itu
menjelaskan bahwa semuanya berawal dari ketidakpuasan atas kinerja
kepemimpinan OSO yang dianggap tidak sejalan dengan AD/ART partai.
"Pengambilan keputusan bersifat otoriter, tidak ada rapat demokratis
yang melibatkan semua unsur seperti dewan pembina, dewan penasihat,
dewan kehormatan, badan pengurus harian, organisasi sayap, dan alat
kelengkapan partai lainnya sebagaimana diatur oleh AD/ART," jelas
Dadang.
OSO memang dikenal sebagai sosok yang tegas dan disegani. Tak pernah
jelas juga apakah OSO seorang yang otoriter atau tidak. Namun, pengakuan
Dadang, DPP Hanura di bawah kepengurusan OSO telah melakukan pemecatan
semena-mena terhadap beberapa ketua dewan pengurus daerah (DPD) tanpa
prosedur yang benar.
"Kepemimpinan yang menebar ancaman," simpulnya.
Dan ternyata konflik itu menurut dia juga menyangkut uang. Kata
Dadang, kepengurusan OSO tidak mengelola keuangan partai secara
transparan. Uang yang ada disimpan dalam OSO Securities yang dimiliki
oleh OSO.
Sebagai informasi balasan dari pihak 'Hanura Manhattan', sebutan bagi
pendukung kepengurusan OSO karena pertemuan mereka digelar di Hotel
Manhattan, Jakarta, tak dibantah bahwa uang partai memang diinvestasikan
di perusahaan sekuritas itu. Namun, sesuai pernyataan Bendahara Umum
Zulhanar Usman, investasi itu dikelola oleh Beni Prananto, wakil
bendahara umum yang kini berada di kubu Ambhara.
Terlepas dari itu, Dadang juga mengakui bahwa uang itu ada kaitan
dengan penetapan rekomendasi surat keputusan (SK) yang dikeluarkan
Hanura untuk pilkada serentak 2018. Kata dia, muncul SK-SK ganda dalam
Pilkada sehingga menimbulkan keresahan dan konflik di daerah.
"Ditengarai bahwa dalam menentukan pasangan yang diusung berdasarkan
lelang, siapa yang besar maharnya, maka dialah yang di-SK-kan," kata
dia.
Dadang menduga SK-SK ganda itu diakibatkan oleh OSO sendiri.
Misalnya, sebuah SK sudah diteken oleh OSO dan Sudding, masing-masing
sebagai Ketua Umum dan Sekjen seperti disyaratkan undang-undang. Namun
belakangan, dalam satu atau dua hari kemudian, keluar SK yang diteken
oleh OSO sebagai ketua umum, dan nama lain yang berposisi sebagai wakil
sekjen.
"Terbitnya SK yang ditekan oleh ketum dan wasekjen dikeluarkan atas
keinginan ketum karena sekjen tidak bersedia diajak kongkalingkong
mengubah SK yang sudah diterbitkan. Apalagi didasari oleh pertimbangan
mahar politik," jelas Dadang.
Sudding tidak merespons pesan tertulis dan telepon dari Beritasatu.
Salah satu contoh penyebab konflik tercermin dalam salinan surat yang
diterima redaksi seperti di atas ini. Sudding mengindikasikan adanya
penggandaan surat keputusan (SK) Hanura atas dukungan terhadap calon
bupati Purwakarta.
Sebelumnya sudah ada SK yang diteken Sudding berisi dukungan untuk
calon bupati Anne Ratna Mustika dan calon wakil bupati H Aming, namun
kemudian ada SK lain dengan tanda-tangan wakil sekjen Hanura berisi
dukungan untuk calon lain.
OSO: Tidak Ada Mahar
Dalam pertemuan dengan para
pemimpin media massa di Jakarta, Selasa (16/1), OSO menegaskan Hanura
tidak meminta mahar dari para kandidat legislatif atau calon kepala
daerah yang mendaftar ke Hanura. Namun demikian, dia tidak menampik
adanya sumbangan sukarela.
“Partai itu boleh menerima sumbangan yang tidak mengikat, tapi juga
tidak boleh memaksa orang untuk menyumbang. Itu yang tidak boleh,” kata
OSO.
“Siapa pun, jadi bupati, jadi wali kota, jadi gubernur, menyumbang.
Boleh saja, nggak dilarang kok. Mau disebut itu mahar, mau disebut itu
uang lelah, uang promosi, silakan saja.”
OSO juga menegaskan adanya larangan dalam partainya untuk menetapkan angka sumbangan dari orang yang akan didukung Hanura.
Di kesempatan lain OSO juga menepis ada pungutan Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar untuk para calon anggota legislatif Hanura.
“Itu bohong! Yang ada, kalau potensi itu justru partai yang akan membiayai,” tegas OSO.
Sudding cs disebut OSO “tidak mengerti organisasi” kalau menggelar
Munaslub tanpa tanda tangan ketua umum yang sah. Dalam hal ini, OSO
menggarisbawahi bahwa yang terdaftar dan diakui oleh Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia adalah kepengurusan Hanura yang dipimpinnya, dan
itu masih berlaku sekarang.
Betapa pun, hari berikutnya Munaslub digelar dan kabarnya diikuti 27
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan 401 Dewan Pimpinan Cabang (DPC).
Marsekal Madya (purn) Daryatmo terpilih sebagai pelaksana tugas (Plt)
ketua umum menggantikan OSO -- yang dulu juga terpilih aklamasi di
Munaslub setelah Wiranto mundur karena masuk kabinet.
“Saya siap untuk melaksanakan tugas Plt karena dilandasi oleh rasa
tanggung jawab saya kepada Partai Hanura ini, tidak lebih dari itu,”
kata Daryatmo.
Dengan pernyataan Daryatmo, maka Hanura sekarang terjerumus ke jurang
krisis dualisme kepemimpinan seperti yang pernah menimpa Partai Golkar,
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia (PKPI).
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang didampingi Sekjen yang baru Herry Siregar bersama sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional di Jakarta, 16 Desember 2017. (Joanito De Saojoao/SP)
Tanggapan Wiranto
Sejak krisis ini bergulir
secara maraton dari Senin hingga pengurus tandingan mendaftar ke
Kemkumham, Sabtu, sia-sia awak media mencoba mendapat tanggapan tegas
dari pendiri Hanura, Wiranto. Apakah dia membela OSO, atau merestui
gerakan kubu Sudding?
Rabu (17/1/2018), Wiranto didampingi OSO mengatakan tidak akan membiarkan terjadinya Munaslub.
“Tidak ada (Munaslub). Nanti kita akan lakukan seusatu yang lebih
elegan,” ujarnya. Namun ketika Munaslub digelar hari berikutnya, tidak
terlihat ada upaya Wiranto untuk mencegahnya.
Meskipun ada OSO di sampingnya ketika menemui wartawan, Wiranto juga menolak disebut satu kubu.
“Memang ndhak ada kubu sebenarnya, kamu jangan mengkubukan saya dengan Pak OSO,” kata Wiranto menjawab pertanyaan pers.
Sebelum Munaslub digelar, Wiranto juga menyebut tidak ada masalah serius di Hanura dan semua bisa diselesaikan secara internal.
Lewat akun Twitter, Wiranto mengungkap alasan menolak kembali menjadi
ketum Hanura karena tanggung jawabnya yang lebih besar kepada negara
sebagai menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan yang
menyita waktu.
"Untuk itu saya legawa dan akan mendukung sepenuhnya Partai Hanura
dipimpin orang-orang yang bekualitas, bermoral dan memiliki kemampuan
manajerial yang handal, melalui proses konstitusi Partai Hanura,"
tulisnya.
"Oleh sebab itu apabila hak politik yang saudara perjuangkan adalah
merupakan kebenaran maka semoga proses hukum dan terutama Tuhan yang
Maha Kuasa akan merestui perjuangan Partai Hanura ini."
Dia tidak menyebutkan siapa “saudara” yang dia maksud.
Sehari setelah Munaslub digelar 18 Januari, Wiranto dikabarkan
menemui pengurus tandingan pimpinan Daryatmo, tetapi tidak jelas juga
apa isi pembicaraan mereka.
Sejumlah
petinggi Hanura menggelar Munaslub untuk mencopot Ketua Umum Oesman
Sapta Odang, 18 Janjuari 2018. (Joanito De Saojoao/SP)
Gali Kubur Sendiri
Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menilai
konflik internal Hanura justru terjadi ketika semua parpol dituntut
menunjukkan kredibilitas dan soliditas kepada para pemilih, menjelang
digelarnya Pilkada dan Pemilu serentak 2019.
"Tahun 2018 adalah tahun membangun solidaritas dan konsolidasi parpol, bukan tahun konflik dan pecah belah," kata Pangi kepada Beritasatu.
"Konflik atau dualisme kepengurusan di Hanura adalah pintu gerbang
Hanura menggali kuburannya sendiri. Konflik di tahun politik, itu
artinya Hanura gali kuburannya sendiri. Hanura bisa disalip dan
ditenggelamkan kontestan lain apabila bermain dengan api konflik."
Pangi berpendapat akar penyebab konflik internal Hanura sekarang
memang dipicu oleh persoalan mahar politik dan penggandaan surat
keputusan (SK) soal para kandidat pilkada.
"Yang bisa menyelesaikan konflik partai Hanura adalah elite penentu
-- Wiranto, OSO, Sudding dan Daryatmo. Mereka harus membiasakan politik
konsensus, sekarang harus menahan diri, berpikir jernih dan jangan
sesuka hati dengan memaksakan ego," ujarnya.
"Ini bukan lagi soal kelompok, kepentingan golongan dan faksi tertentu. Namun, soal eksistensi partai Hanura di tahun 2019."
Secara khusus Pangi juga menyoroti sikap Wiranto yang tidak cepat
mengambil tindakan tegas dan menggunakan diskresinya sebagai pendiri
partai untuk menumpas bibit konflik sedini mungkin.
"Saya melihat Wiranto sebagai pemegang saham Hanura belum ada sikap
dan kurang tegas, akibatnya Hanura berpotensi terjadi pembelahan atau
dualisme," kata Pangi.
"Sekarang kontestasi elektoral sudah nggak main-main lagi dan cukup kompetitif. Parliamentary threshold (ambang
batas perolehan suara untuk DPR) juga berat, belum lagi fokus
memenangkan pilkada serentak 27 Juni besok, apalagi pilpres dan pileg
serentak yang akan mencatat sejarah pemilu kita."
"Jadi sebaiknya, Hanura harus segera mengakhiri dan menyelesaikan
problem di internalnya, jangan sampai dipertahankan. Belajarlah sama PPP
dan Golkar yang pernah mengalami konflik dualisme kepengurusan, yang
menguras effort dan energi untuk menyudahinya."
Sumber: BeritaSatu.com
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE