Tonny Saritua Purba. IST |
Oleh: Tonny Saritua Purba
Jambipos Online-Intruksi Presiden No 5 tahun 2015 dan Peraturan Menteri Perdagangan No 57 tahun 2017 adalah kebijakan pemerintah dalam rangka menjaga pasokan beras, stabilisasi harga beras, melindungi tingkat pendapatan petani, pengamanan Cadangan Beras Pemerintah dan penyaluran beras untuk keperluan masyarakat. Penetapan HPP Pemerintah lebih kepada kebijakan pemerintah dalam rangka petani padi untuk memproduksi gabah dengan sasaran adanya peningkatan pendapatan petani dan pengembangan ekonomi di pedesaan.
Beras merupakan komoditas yang memiliki nilai strategis, baik dari segi ekonomi, lingkungan hidup, sosial, maupun dari sisi politik. Dinamika ekonomi beras selalu menjadi perhatian utama Pemerintah Indonesia sejak era Presiden pertama Soekarno sampai saat ini.
Pidato Presiden Soekarno tahun 1952 di Bogor yang terkenal dengan frasa “pangan soal hidup atau matinya sebuah bangsa” terkait dengan persediaan makanan rakyat. Dalam pidato tersebut Presiden Soekarno menjelaskan besarnya dan perkiraan peningkatan kebutuhan pangan serta potensinya.
Untuk menghitung produksi beras secara nasional maka diperlukan data luas lahan sawah, luas lahan sawah tersebut bisa dijadikan sebuah acuan dan bisa diperkirakan produksi gabah per tahun.
Data luas lahan sawah pasti ada di Kementerian Pertanian karena program-program yang ada di Kementan tentu berdasarkan luas lahan sawah seperti adanya program pemberian traktor, benih padi, pupuk subsidi termasuk pemberian pestisida. Demikian juga untuk kebutuhan konsumsi beras perkapita per tahun bisa diperkirakan.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah hasil panen dalam bentuk gabah jika dikonversi menjadi beras dibandingkan dengan kebutuhan komsumsi beras untuk 265 juta jiwa apakah defisit atau surplus ? Pertanyaan ini bisa dijawab dari adanya ijin import yang dikeluarkan oleh pemerintah artinya jika import masih berlangsung maka ketersediaan beras belum mencukupi untuk kebutuhan seluruh rakyat Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah hasil panen dalam bentuk gabah jika dikonversi menjadi beras dibandingkan dengan kebutuhan komsumsi beras untuk 265 juta jiwa apakah defisit atau surplus ? Pertanyaan ini bisa dijawab dari adanya ijin import yang dikeluarkan oleh pemerintah artinya jika import masih berlangsung maka ketersediaan beras belum mencukupi untuk kebutuhan seluruh rakyat Indonesia.
Apa yang perlu pemerintah lakukan agar swasembada beras bisa tercapai seperti era Presiden Soeharto ? Sudah saatnya keberadaan luas sawah yang ada saat ini harus dipertahankan termasuk adanya program membangun irigasi dan mencetak sawah.
Bicara pertanian tentu tidak lepas dari bicara lahan sawah dan juga adanya pelaku tani di dalamnya. Jika kita lihat keberadaan para pelaku tani saat ini maka usia para petani khususnya petani padi sudah berusia lanjut, perlu adanya regenerasi.
Jika luas lahan dan jumlah pelaku tani tidak diperhatikan oleh pemerintah maka beberapa tahun ke depan beras bisa saja menjadi sebuah komoditi pertanian yang susah untuk ditemukan dan bisa langka keberadaannya sesuai isi pidato Sokerno tahun 1952 yang mengatakan bahwa masalah pangan adalah masalah hidup matinya sebuah bangsa.
Import adalah sebuah solusi jika ketersediaan beras di dalam negeri tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan 265 juta jiwa hanya saja jika negara eksportir gagal panen atau terkena bencana hama atau terkena bencana alam, maka negara kita bisa menjadi ketergantungan pangan dari negara tetangga.
Kita optimis, semoga hal itu tidak terjadi, sudah saatnya
dunia pertanian dibangkitkan kembali dan peran pemerintah sangat
dibutuhkan di dalamnya. (JP-Penulis Adalah Praktisi Pertanian dan Penyuluh Swadaya Petani Padi).
Tonny Saritua Purba Adalah Praktisi Pertanian dan Penyuluh Swadaya Petani Padi.IST |
Tonny Saritua Purba Adalah Praktisi Pertanian dan Penyuluh Swadaya Petani Padi.IST |
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE