Kolaborasi Pemerintah, Masyarakat, dan Swasta Dukung Restorasi Hutan dan Gambut
Kepala Desa Sungai Bungur, Muarojambi, Tamin menyampaikan paparan tentang keterlibatan masyarakat dalam restorasi gambut, di Paviliun Indonesia, di Bonn, Jerman, Kamis, 9 November 2017. (Istimewa)
Jambipos Online, Bonn-Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan swasta penting untuk mendukung pemulihan hutan dan lahan gambut. Pasalnya, restorasi bukan sekadar isu tentang keanekaragaman hayati tetapi juga tentang sosial dan ekonomi.
Demikian mengemuka pada penyelenggaraan hari ke-2 Paviliun Indonesia saat Konferensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke-23 Fiji, yang berlangsung di Bonn, Jerman, Kamis (9/11/2017). Paviliun Indonesia mengambil tema "A Smarter World: Collective Actions for Changing World" menampilkan berbagai aksi dari berbagai elemen di Indonesia untuk mitigasi perubahan iklim.
Tamin, Kepala Desa Sungai Bungur, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, mengatakan, masyarakat siap mengambil peran dalam restorasi gambut dengan mengedepankan kearifan lokal. Dia mengungkapkan, beberapa titik di desanya ikut terbakar saat terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan besar di tahun 2015. "Kami tidak ingin itu terulang," tuturnya.
Tamin menjelaskan, beberapa langkah yang dilakukan di antaranya membuat aturan bersama untuk tidak membuka lahan lebih dari 1 hektare dan tidak boleh di lahan dengan kedalaman gambut lebih dari 3 meter. Masyarakat Sungai Bungur juga mengedepankan jenis tanaman lokal untuk bercocok tanam, seperti pisang, nanas, kedelai, dan komoditas hortikultura lainnya.
"Selain itu, masyarakat juga menanam dan mempertahankan tanaman pandan yang sangat efektif sebagai sekat bakar. Daun pandan juga bisa diolah oleh para ibu menjadi produk bernilai ekonomis, seperti dompet dan tas,” ujar Tamin.
Dengan pengelolaan yang sudah terbukti bebas api, Tamin pun berharap, pemerintah bisa memberi masyarakat lebih banyak kepercayaan untuk pengelolaan lahan gambut.
Langganan Kebakaran
Keterlibatan masyarakat dalam merestorasi gambut juga terjadi di Desa Gohong, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Barat. Kepala Desa Gohong, Yanto L Adam, menjelaskan, desanya merupakan langganan kebakaran hutan dan lahan sejak tahun 1997. “Yang paling parah terjadi pada 2015,” ucapnya.
Akibat kejadian itu, katanya, sekitar 300 hektare lahan pertanian masyarakat hangus terbakar. Bencana itu juga berdampak buruk pada kesehatan masyarakat di desa Gohong dan desa-desa sekitarnya. Pada 2016, paparnya, masyarakat Desa Gohong memulai inisiatif baru untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut. Langkah yang dilakukan termasuk bekerja sama dengan pemerintah dan swasta untuk memulai restorasi gambut.
“Desa Gohong juga memberlakukan larangan pembakaran lahan gambut untuk pembukaan lahan pertanian. Kami juga membentuk masyarakat peduli api dan masyarakat peduli tabat,” ujar Yanto. Untuk merestorasi gambut, masyarakat Desa Gohong telah melakukan pembangunan 11 sekat kanal. Sebanyak 73 sekat kanal lainnya akan dibangun tahun ini.
Selain itu, masyarakat Desa Gohong juga terlibat dalam pembangunan sumur bor yang akan menjadi sumber air dalam pengendalian kebakaran lahan gambut. Tercatat telah ada 125 sumur bor yang sudah dibuat dengan dukungan pembiayaan dari pemerintah. Sebanyak 280 sumur bor lainnya akan dibangun tahun ini.
Untuk memperkuat pengelolaan hutan, Desa Gohong telah memperoleh izin Hutan Desa dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas 3.155 hektare. Yanto menuturkan, sebagai sumber penghidupan, masyarakat memanfaatkan rotan dan mengembangkan berbagai olahan bernilai tinggi. Produk pertanian, seperti buah naga, juga menjadi andalan.
Penasihat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wahjudi Wardojo saat memimpin salah satu sesi diskusi menyatakan, kolaborasi semua pihak untuk merestorasi hutan, lahan, gambut, dan mangrove adalah sebuah keniscayaan. Sebab isu restorasi bukan sekadar biodiversitas, tetapi juga sosial dan ekonomi.(JP)
Sumber: BeritaSatu.com
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE