Ilustrasi Gerakan Nasional Non-Tunai. (Antara) |
Jambipos Online, Jakarta–Kalangan perbankan berjanji mengenakan tarif isi ulang (top-up) uang elektronik (e-money) semurah mungkin dan tidak memberatkan konsumen. Bank tidak akan memanfaatkan fee dari isi ulang uang elektronik sebagai sumber pendapatan, melainkan untuk kepentingan pengembangan infrastruktur transaksi nontunai.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Agusman menjelaskan, BI sampai saat ini belum mengeluarkan aturan mengenai biaya untuk melakukan isi ulang uang elektronik. Oleh karena itu, dia mengimbau pelaku industri untuk melihat ketentuannya terlebih dahulu.
"Lihat dulu ketentuannya karena Bl akan selalu mengedepankan perlindungan konsumen," kata dia kepada Investor Daily di Jakarta, Senin (18/9/2017).
Seperti diberitakan, Bank Indonesia menyatakan, peraturan mengenai uang elektronik, termasuk tarif isi ulang (top-up), terbit akhir September ini, menyusul akan diberlakukannya pembayaran nontunai di seluruh jalan tol di Indonesia per 31 Oktober 2017. Pengenaan biaya isi ulang uang elektronik bertujuan untuk mengembangkan infrastruktur dan layanan transaksi nontunai.
Ketua Steering Committee Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) sekaligus Direktur PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sis Apik Wijayanto menjelaskan, biaya top-up uang elektronik yang dikenakan sebesar Rp 1.500-2.000 untuk sekali transaksi sebenarnya terhitung murah. Pihaknya pun ingin menerapkan angka yang paling murah kepada nasabah.
Lagipula, biaya isi ulang tersebut nantinya juga akan dikembalikan kepada nasabah dalam bentuk pembangunan infrastruktur atau titik-titik tempat penggunaan uang elektronik. Meskipun, di BRI sebenarnya sebagian biaya pemeliharaan dan infrastruktur sudah dimasukkan dalam rencana bisnis bank (RBB).
Seiring dengan adanya biaya isi ulang tersebut, pelaku industri juga memberikan kemudahan konsumen untuk melakukan top-up. Kemudahan bisa dilakukan melalui ATM, mobile banking, dan agen branchless banking.
Direktur PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Handayani mengungkapkan, biaya top-up dipergunakan untuk menambah touch point -- atau papan sentuh transaksi nontunai di gerbang tol -- ketika konsumen melakukan isi ulang. Pasalnya, apabila hanya mengandalkan touch point yang tersedia saat ini sangat terbatas, sehingga bisa menyulitkan masyarakat.
Selain itu, kata Handayani, sistem elektronifikasi jalan tol juga melibatkan pihak lain, seperti Jasa Marga dan Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT), sehingga membutuhkan investasi yang lebih banyak. "Kalau Jasa Marga menambah ruas jalan tol, maka acceptance terhadap kartu juga harus ditambah karena dibutuhkan reader dan investasi lainnya," ucap dia.
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo sebelumnya memahami keresahan masyarakat terkait dengan biaya isi ulang uang elektronik. Akan tetapi, bank juga membutuhkan investasi untuk mengembangkan infrastruktur transaksi nontunai.
Menurut dia, investasi pengembangan infrastruktur nontunai membutuhkan waktu sekitar 1-2 tahun, sehingga tarif isi ulang dapat diturunkan apabila kebutuhan investasi sudah terpenuhi.
"Bahkan, biaya itu bisa saja dihilangkan, asalkan kebutuhan investasi sudah terpenuhi. Kami dari bank sangat memahami keresahan masyarakat atas rencana ini. Perlu ada pemahaman secara bersama,” kata Tiko, panggilan akrab Kartika.
Dia menyarankan BI mengadakan forum diskusi bersama untuk menyamakan visi antara regulator, perbankan, dan masyarakat terkait polemik tarif isi ulang uang elektronik ini. “Sebaiknya BI melakukan FGD (focus group discussion),” tegas dia.
Di tempat sama, Direktur PT Bank Tabungan Negara Tbk Budi Satria menjelaskan, investasi infrastruktur pembayaran nontunai dibutuhkan tidak hanya di Jakarta, melainkan juga di luar Jawa yang saat ini masih minim.
“Jadi bayangannya jangan di Jakarta saja yang sudah banyak ATM, minimarket, dan lainnya. Namun, pengembangan infrastruktur transaksi nontunai juga perlu dilakukan di luar Jakarta. Ini masih minim. Jadi dibutuhkan investasi tambahan,” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Konsumer PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Randi Anto mengatakan, pihaknya masih menunggu peraturan BI. Dia yakin, BI akan sangat memperhitungkan dan tidak akan memberatkan masyarakat. Bagi bank, fee isi ulang tersebut tidak akan digunakan sebagai pendapatan tetap, melainkan akan dikembalikan kepada masyarakat.
"Yang bisa bank janjikan, fee top-up itu tidak akan kami gunakan sebagai pendapatan, tetapi kami kembalikan kepada masyarakat melalui pembenahan sistem, kemudahan top-up. Itu juga untuk penyebaran mesin yang mudah dan memperkuatan infrastruktur," terang Randi.
Batas Maksimum
Dia menyarankan BI mengadakan forum diskusi bersama untuk menyamakan visi antara regulator, perbankan, dan masyarakat terkait polemik tarif isi ulang uang elektronik ini. “Sebaiknya BI melakukan FGD (focus group discussion),” tegas dia.
Di tempat sama, Direktur PT Bank Tabungan Negara Tbk Budi Satria menjelaskan, investasi infrastruktur pembayaran nontunai dibutuhkan tidak hanya di Jakarta, melainkan juga di luar Jawa yang saat ini masih minim.
“Jadi bayangannya jangan di Jakarta saja yang sudah banyak ATM, minimarket, dan lainnya. Namun, pengembangan infrastruktur transaksi nontunai juga perlu dilakukan di luar Jakarta. Ini masih minim. Jadi dibutuhkan investasi tambahan,” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Konsumer PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Randi Anto mengatakan, pihaknya masih menunggu peraturan BI. Dia yakin, BI akan sangat memperhitungkan dan tidak akan memberatkan masyarakat. Bagi bank, fee isi ulang tersebut tidak akan digunakan sebagai pendapatan tetap, melainkan akan dikembalikan kepada masyarakat.
"Yang bisa bank janjikan, fee top-up itu tidak akan kami gunakan sebagai pendapatan, tetapi kami kembalikan kepada masyarakat melalui pembenahan sistem, kemudahan top-up. Itu juga untuk penyebaran mesin yang mudah dan memperkuatan infrastruktur," terang Randi.
Batas Maksimum
Sebelumnya Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan regulasi isi saldo dalam uang elektronik akan keluar dalam bentuk Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) BI. Besaran maksimum biaya isi saldo masih dalam tahap finalisasi, sehingga dia enggan membeberkannya.
BI, kata Agus Marto, memperbolehkan perbankan memungut biaya isi saldo uang elektronik karena mempertimbangkan kebutuhan perbankan untuk biaya investasi dalam membangun infrastruktur penyediaan uang elektronik, layanan teknologi, dan juga pemeliharaannya.
"Kami akan atur batas maksimumnya dan besaran biayanya tidak akan berlebihan membebani konsumen," kata Agus.
Berdasarkan data statistik BI, volume transaksi uang elektronik hingga Juli 2017 mencapai 68,68 juta transaksi, naik 38,33% dibandingkan Juli tahun lalu sebanyak 49,65 juta transaksi. Nominal transaksi tersebut mencapai Rp 1,14 triliun, melonjak 103,16% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp 561,86 miliar.
Sedangkan jumlah uang elektronik yang beredar hingga Juli 2017 mencapai 69,46 juta keping kartu, meningkat 69,95% dibandingkan periode sama tahun lalu sebanyak 40,87 juta keping. Jumlah mesin reader uang elektronik sebanyak 455.227 mesin, meningkat 41,65% dibandingkan Juli 2016 sebanyak 321.367 mesin.
Mengantisipasi elektronifikasi jalan tol pada Oktober mendatang, perbankan menggenjot penerbitan e-money. Bank Mandiri menyiapkan 2,5-3 juta keping e-money, sedangkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menyiapkan sekitar 1 juta kartu BRIzzi untuk jalan tol. Hingga Agustus 2017, jumlah BRIzzi yang beredar mencapai lebih dari 6 juta keping kartu.
SVP Transaction Banking and Retail Sales Bank Mandiri Thomas Wahyudi mengatakan, pihaknya mendukung Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) di jalan tol dengan memperbanyak penerbitan e-money. Bank Mandiri juga memberikan harga spesial. Harga kartu elektronik yang biasanya Rp 20 ribu, kini turun menjadi Rp 10 ribu.
Jumlah kartu e-money Bank Mandiri mencapai 10 juta kartu, dengan nilai transaksi mencapai sebesar Rp 3,4 triliun. Jumlah transaksi mencapai 300 juta lebih yang mayoritas atau 70% digunakan di jalan tol.
Untuk memasarkan kartu itu, Bank Mandiri bekerja sama dengan sejumlah merchant serta 50 institusi meliputi bank, korporasi, dan sekolah. (JP)
Sumber: Investor Daily
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE