Jambipos Online, Jambi-DPRD Provinsi Jambi akan memperjuangkan nasib lulusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang menjadi korban Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem online tingkat sekolah menengah atas (SMA) di Kota Jambi. Para lulusan SMP yang tidak terjaring PPDB melalui jalur lingkungan, prestasi dan keluarga miskin di di kota itu masih bisa diupayakan masuk SMA negeri menyusul terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 3 Tahun 2017 tanggal 6 Juli 2017.
“Surat edaran Mendikbud tersebut masih membuka peluang bagi lulusan SMP di Kota Jambi masuk SMA negeri. Berdasarkan surat edaran tersebut, sekolah negeri diminta mengoptimalkan PPDB berdasarkan Peraturan Mendikbud Nomor 17 Tahun 2017 yang mengutamakan sistem zonasi. Kemudian surat edaran tersebut juga membuka peluang penambahan jumlah siswa baru dan kelas baru di setiap sekolah untuk menampung calon siswa yang tidak terjaring PPDB online,”kata Ketua Komisi IV (Bidang Kesejahteraan Rakyat) DPRD Provnsi Jambi, Bustami Yahya pada pertemuan dengan Aliansi Orangtua/Wali Siswa Korban PPDB Online Kota Jambi di gedung DPRD Provinsi Jambi, Senin (10/7).
Untuk memperjuangkan nasib ribuan lulusan SMP korban PPDB online di Kota Jambi tersebut, lanjut Bustami Yahya, pihaknya akan menghadirkan Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, Agus Herianto pada pertemuan Komisi IV DPRD Provinsi Jambi dengan Aliansi Orangtua/Wali Siswa Korban PPDB online Kota Jambi, Selasa (11/7/2017) siang.
Bustami Yahya yang didampingi anggota Komisi IV DPRD Provinsi Jambi, Rahima, pada kesempatan tersebut mengatakan, PPDB online tingkat SMA dan sedarajat di Kota Jambi tidak sepenuhnya mengacu kepada Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 yang mengutamakan zonasi karena Permendikbud tersebut diberlakukan setelah pelaksanaan ujian nasional tingkat SMP Mei lalu. Padahal Diknas Provinsi Jambi sudah membuat petunjuk teknis PPDB online sebelumnya.
Namun demikian, tambah Bustami Yahya, melalui Surat Edaran Mendikbud Nomor 3 Tahun 2017 tentang PPDB yang dikeluarkan Kamis, 6 Juli 2017, kisruh PPDB tingkat SMA dan sederajat di Kota Jambi diupayakan bisa diselesaikan. Berdasarkan surat edaran Mendikbud tersebut akan diupayakan agar para lulusan SMP bisa diterima di SMA negeri yang berada di sekitar permukiman mereka.
“Untuk itu kami minta para orangtua melaporkan nama anak dan alamat masing-masing. Dekat SMA mana rumah orangtua. Data tersebut sebagai bahan pertimbangan mengusulkan anak-anak lulusan SMP masuk ke SMA negeri berdasarkan zonasi. Zonasi atau kedekatan sekolah dengan rumah tersebut ada tingkatannya. Zonasi pertama, yakni kelurahan, kemudian kecamatan, kota dan provinsi,”katanya.
Sementara itu sekitar 25 orang orang tua/wali siswa korban PPDB online di Kota Jambi mengadu ke DPRD setempat menyusul kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi Jambi yang tidak mengakomodir anak-anak lingkungan sekolah pada PPDB. Mereka berasal dari SMA Negeri 1, SMA Negeri 2, SMA Negeri 5, SMA Negeri 6 dan beberapa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Jambi.
Koordinator Aliansi Orangtua/Wali Siswa Korban PPDB online Kota Jambi, Lendra pada pertemuan dengan Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Jambi tersebut menjelaskan, PPDB online tingkat SMA dan sederajat di Kota Jambi tidak mengacu kepada Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 Pasal 15 yang menyebutkan bahwa 90 % siswa baru yang diterima di sekolah negeri harus berdasarkan zonasi atau lingkungan.
Akibatnya, lanjut Lendra banyak anak lulusan SMP tidak diterima di SMA dan sedarajat yang berada di sekitar permukiman atau rumah mereka. Kemudian penentuan nilai akhir (NA) siswa yang diterima di SMA negeri juga bersifat diskriminatif.
Untuk memperjuangkan nasib ribuan lulusan SMP korban PPDB online di Kota Jambi tersebut, lanjut Bustami Yahya, pihaknya akan menghadirkan Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, Agus Herianto pada pertemuan Komisi IV DPRD Provinsi Jambi dengan Aliansi Orangtua/Wali Siswa Korban PPDB online Kota Jambi, Selasa (11/7/2017) siang.
Bustami Yahya yang didampingi anggota Komisi IV DPRD Provinsi Jambi, Rahima, pada kesempatan tersebut mengatakan, PPDB online tingkat SMA dan sedarajat di Kota Jambi tidak sepenuhnya mengacu kepada Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 yang mengutamakan zonasi karena Permendikbud tersebut diberlakukan setelah pelaksanaan ujian nasional tingkat SMP Mei lalu. Padahal Diknas Provinsi Jambi sudah membuat petunjuk teknis PPDB online sebelumnya.
Namun demikian, tambah Bustami Yahya, melalui Surat Edaran Mendikbud Nomor 3 Tahun 2017 tentang PPDB yang dikeluarkan Kamis, 6 Juli 2017, kisruh PPDB tingkat SMA dan sederajat di Kota Jambi diupayakan bisa diselesaikan. Berdasarkan surat edaran Mendikbud tersebut akan diupayakan agar para lulusan SMP bisa diterima di SMA negeri yang berada di sekitar permukiman mereka.
“Untuk itu kami minta para orangtua melaporkan nama anak dan alamat masing-masing. Dekat SMA mana rumah orangtua. Data tersebut sebagai bahan pertimbangan mengusulkan anak-anak lulusan SMP masuk ke SMA negeri berdasarkan zonasi. Zonasi atau kedekatan sekolah dengan rumah tersebut ada tingkatannya. Zonasi pertama, yakni kelurahan, kemudian kecamatan, kota dan provinsi,”katanya.
Sementara itu sekitar 25 orang orang tua/wali siswa korban PPDB online di Kota Jambi mengadu ke DPRD setempat menyusul kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi Jambi yang tidak mengakomodir anak-anak lingkungan sekolah pada PPDB. Mereka berasal dari SMA Negeri 1, SMA Negeri 2, SMA Negeri 5, SMA Negeri 6 dan beberapa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Jambi.
Koordinator Aliansi Orangtua/Wali Siswa Korban PPDB online Kota Jambi, Lendra pada pertemuan dengan Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Jambi tersebut menjelaskan, PPDB online tingkat SMA dan sederajat di Kota Jambi tidak mengacu kepada Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 Pasal 15 yang menyebutkan bahwa 90 % siswa baru yang diterima di sekolah negeri harus berdasarkan zonasi atau lingkungan.
Akibatnya, lanjut Lendra banyak anak lulusan SMP tidak diterima di SMA dan sedarajat yang berada di sekitar permukiman atau rumah mereka. Kemudian penentuan nilai akhir (NA) siswa yang diterima di SMA negeri juga bersifat diskriminatif.
Penilaian lebih tinggi diberikan kepada lulusan SMP yang mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dibandingkan lulusan SMP yang mengikuti Ujian Nasional Pensil dan Kertas (UNPK). Bobot nilai ujian nasional untuk lulusan SMP peserta UNBK diberikan skor 60, sedangkan bobot nilai ujian nasional lulusan SMP peserta UNPK hany diberikan skor 40.
Menurut Lendra, penilaian seperti itu diberlakukan dengan alasan UNBK lebih jujur dibandingkan UNPK. Padahal sistem penilaianseperti itu tidak ada dicantumkan dalam Permendikbud. Penilaian yang bersifat diskriminatif tersebut membuat ribuan lulusan SMP yang mengikuti UNPK tidak terjaring masuk SMA kendati nilai ujian nasional mereka tinggi.
“Temuan kami di lapangan, ada lulusan SMP dengan nilai ujian nasional 28 atau rata-rata nilai 7 tidak lolos PPDB di salah satu SMA hanya karena siswa tersebut lulus dari SMP yang melaksanakan UNPK. Sedangkan seorang lulusan SMP dengan nilai ujian nasional 28 sama lulus di SMA tersebut karena lulus dari SMP yang melaksanakan UNBK. Ini kan tidak adil,”katanya. (JP-Lee)
Menurut Lendra, penilaian seperti itu diberlakukan dengan alasan UNBK lebih jujur dibandingkan UNPK. Padahal sistem penilaianseperti itu tidak ada dicantumkan dalam Permendikbud. Penilaian yang bersifat diskriminatif tersebut membuat ribuan lulusan SMP yang mengikuti UNPK tidak terjaring masuk SMA kendati nilai ujian nasional mereka tinggi.
“Temuan kami di lapangan, ada lulusan SMP dengan nilai ujian nasional 28 atau rata-rata nilai 7 tidak lolos PPDB di salah satu SMA hanya karena siswa tersebut lulus dari SMP yang melaksanakan UNPK. Sedangkan seorang lulusan SMP dengan nilai ujian nasional 28 sama lulus di SMA tersebut karena lulus dari SMP yang melaksanakan UNBK. Ini kan tidak adil,”katanya. (JP-Lee)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE