Anggota
Komisi XI DPR RI Dapil Provinsi Jambi dari PPP Hj Dra Elviana Msi
(membelakangi kamera) melakukan edukasi Uang Rupiah dan Sosialisasi UU
No 7 2011 Tentang Mata Uang Rupiah dengan warga Tembesi, Kabupaten
Batanghari di Rumah P Mauli Anggota DPRD Fraksi PPP, Kamis
(11/5/2017).IST
Jambipos Online, Jambi-Anggota
Komisi XI DPR RI Dapil Provinsi Jambi dari PPP Hj Dra Elviana Msi
melakukan masa reses dengan melakukan pertemuan dengan warga Tembesi,
Kabupaten Batanghari di Rumah P Mauli Anggota DPRD Fraksi PPP, Kamis
(11/5/2017) lalu. Pada kesempatan itu Elviana memberikan edukasi tentang
perlakuan baik terhadap uang kerta Rupiah dihadapan sekitar 300 warga.
Pada
kesempatan itu Kasir Senior di Kantor Perwakilan BI Provinsi Jambi
Ismed melakukan sosialisasi tentang Undang-Undang No 7 Tahun 2011
tentang Mata Uang dan Kewajiban Penggunaan Uang Rupiah di Wilayah NKRI.
“Masyarakat
belum terbiasa memperlakukan uang kertas Rupiah dengan baik. Dilipat,
digenggam, dikasih staples, ditulis-tulis. Akibatnya uang kertas Rupiah
lekas hancur. Negara terpaksa mengeluarkan uang milyaran Rupiah setiap
tahun untuk mencetak duit baru pengganti yang rusak. Mubazir kan hal
itu,” tulis Elviana.
“Sore
ini Kamis Silaturrahmi dengan 300an warga Tembesi di Rumah Bapak Mauli
Anggota DPRD FP3. Sekalian memberikan edukasi tentang perlakuan terhadap
uang kertas Rupiah dan cara mengenal keaslian uang Rupiah. Edukasi itu
bersama Tim BI Jambi, sekalian membagikan uang kertas barunya yang
pecahan kecil,” kata Elviana.
Edukasi
yang dilakukan Elviana bersama BI merupakan langkah “jemput bola”
kepada masyarakat untuk memperlakukan uang kertas Rupiah dengan baik.
Sosialisasi tatap muka dengan masyarakat lebih evisian dan tepat
sasaran.
Sosialisasi
UU No 7 Tahun 2011
Sementara menurut Ismed, Bank Indonesia menyelenggarakan sosialisasi
mengenai Undang-Undang tentang Mata Uang dan Kewajiban Penggunaan Uang
Rupiah di Wilayah NKRI kepada warga Tembesi, Kabupaten Batanghari, Kamis
pekan llau.
“Sosialisasi
UU No 7 2011 merupakan kerjasama antara Anggota Komisi XI DPR RI Dapil
Provinsi Jambi dari PPP Hj Dra Elviana Msi dengan mitra kerjanya BI.
Kami menyambut baik ide-ide yang dilakukan Ibu Elviana dalam hal
mensosialisasikan UU No 7 2011 itu kepada masyarakat. Ini kesempatan
kami sejalan dengan kunjungan Ibu Elviana di daerah,” kata Ismed saat
dihubungi Jambipos Online, Senin (14/5/2017) pagi.
Disebutkan,
dalam sosialisasi UU No 7 2011 ini dilakukan dengan bahasa yang mudah
dimengerti masyarakat. Kemudian juga menunjukkan contoh-contoh jenis
Uang Rupiah kepada masyarakat. Masyarakat sangat antusias mengikuti
sosialisasi itu, karena masih sangat jarang dilakukan.
Disebutkan,
ada 6 siklus atau tahapan proses pengelolaan Uang Rupiah. Keenam
tahapan pengelolaan uang rupiah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu
antara lain perencanaan, percetakan, pengeluaran, peredaran,
penarikan/pencabutan dan pemusnahan.
Tahapan
pemenuhan kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang
cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi yang
layak edar itu dilakukan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata
Uang.
Dalam tahapan perencanaan berdasarkan Pasal 13 UU tersebut,
dinyatakan"Perencanaan dan penentuan jumlah Rupiah yang dicetak
dilakukan oleh BI berkoordinasi dengan Pemerintah".
Penyediaan
jumlah Rupiah yang beredar dilakukan BI berkoordinasi dengan Pemerintah
dan mendapatkan rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Kata
Ismed, perencanaan dan penentuan jumlah rupiah dihitung antara lain
berdasarkan kepada asumsi makro ekonomi (pertumbuhan ekonomi, tingkat
inflasi, nilai tukar, dan suku bunga) dan perkiraan jumlah rupiah yang
tidak layak edar yang akan ditarik dan dimusnahkan.
Untuk itu katanya BI melakukan koordinasi dengan pemerintah dalam
perencanaan dan penentuan jumlah rupiah yang akan dicetak periode
tertentu.
“Untuk
memenuhi kebutuhan akan komposisi pecahan dilakukan survei kepada
stakeholder terkait antara lain masyarakat umum, perbankan, dan
institusi, pengusaha, dan instansi/lembaga)," katanya.
Merujuk pada peningkatan kualitas uang yang beredar (penetapan soil
level) dan kebijakan persediaan uang untuk berjaga-jaga. Pada tahapan
Pencetakan Rupiah (pasal 14) dilakukan di dalam negeri dengan menunjuk
badan usaha miliknegara (BUMN).
Dalam
hal BUMN tidak sanggup melaksanakan pencetakan Rupiah, maka BUMN
bekerja sama dengan lembaga lain yg ditunjuk melalui proses yang
transparan dan akuntabel serta menguntungkan negara dan pelaksana
pencetakan rupiah harus menjaga mutu, keamanan dan harga yg bersaing.
Disebutkan,
sementara itu pada tahapan pengeluaran (pasal 15) UU tersebut
disebutkan pengeluaran rupiah dilakukan dan ditetapkan oleh Bank
Indonesia, ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, serta
diumumkan melalui media massa.
Bank
Indonesia menetapkan tanggal mulai berlakunya rupiah, dengan dasar
pertimbangan uang baru termasuk desain ulang mata uang, tingkat kualitas
dan kuantitas untuk mencegah pemalsuan, masukan dari masyarakat (contoh
perubahan warna Rp10.000) dan kebutuhan masyarakat akan uang pecahan
baru.
Tahapan pengeluaran terlebih dahulu harus disosialisasikan ciri-ciri
umum Uang rupiah sesuai UU Mata Uang
"Uang
rupiah baru yang dikeluarkan oleh BI harus memenuhi ciri-ciri
sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang, diantaranya ciri umum, paling
sedikit meliputi gambar lambang negara 'Garuda Pancasila', frasa 'Negara
Kesatuan Republik Indonesia'.
Berikut
sebutan pecahan dalam angka dan huruf sebagai nilai nominalnya, tanda
tangan pihak pemerintah (diwakili menkeu) dan BI (diwakili GBI), nomor
seri uang, tahun cetak dan tahun emisi.
Untuk ciri umum uang logal, paling sedikit meliputi gambar lambang
negara "Garuda Pancasila", frasa 'Republik Indonesia', sebutan pecahan
dalam angka sebagai nilai nominalnya, dan tahun emisi.
“Rupiah
memuat gambar pahlawan nasional dan atau presiden sebagai gambar utama
pada bagian depan. Gambar pahlawan nasional dan atau Presiden yang
dicantumkan dalam Rupiah ditetapkan dengan Keputusan Presiden," katanya.
Pada sosialisasi dihadapan warga Tembesi itu, pecahan uang Rupiah 1000
dan 2000 juga dibagikan kepada warga sebagai contoh dalam mengenal uang
cetakan terbaru Desember 2016 lalu.
Pengenalan itu dilakukan dengan cara 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Diharapkan tiga langkah mudah ini membuat masyarakat lebih berhati-hati serta aman bertransaksi dalam berbagai situasi.
Berikut ini penjelasan Ismed soal 3D tersebut:
Dilihat.
Warna. Warna uang terlihat terang dan jelas. Benang Pengaman. Benang
pengaman ditanam atau dianyampada kertas uang dan tampak sebagai suatu
garis melintang. Pada pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000, benang pengaman
dapat berubah warna apabila dilihat dari sudut pandang berbeda.
Tinta Berubah Warna (Optically Variable Ink/Colour Shifting Ink).
Pada
uang pecahan Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000 dan Rp 10.000 (desain
lama), di sudut kanan bawah muka uang terdapat cetak tinta khusus berupa
logo BI dalam bidang tertentu yang akan berubah warna apabila dilihat
dari sudut pandang tertentu dengan cara menggerakkan fisik uang ke
kanan-ke kiri atau ke atas-ke bawah secara perlahan.
Diraba.
Teknik Cetak Khusus. Angka nominal, huruf terbilang, gambar utama dan
Lambang Negara Burung Garuda, akan teras kasar bila diraba. Kode Tuna
Netra (Blind Code). Kode tertentu untuk mengenal jenis pecahan bagi tuna
netra, teras kasar bila diraba.
Rp
100.000 = Berupa dua buah lingkaran, terasa kasar bila diraba. Rp
50.000 = Berupa dua buah segitiga, terasa kasar bila diraba. Rp 20.000 =
Berupa dua buah persegi panjang, terasa kasar bila diraba. Rp 10.000 =
Berupa satu buah lingkaran, terasa kasar bila diraba. Rp 2.000 = Berupa
satu buah persegi panjang, terasa kasar bila diraba.
Kata
Ismed, fakta menarik:Penentuan kode tuna netra pada pecahan uang kertas
rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia melalui konsultasi dengan PERTUNI
(Persatuan Tuna Netra Indonesia).
Jelang
Ramadhan
Jelang Ramadhan tahun 2017 ini, BI Jambi juga telah melakukan kerjasama
dengan selurung perbankan soal distribusi penukaran uang rupiah di
seluruh Provinsi Jambi. Selain lewat perbankkan, BI Jambi juga
mengadakan mobil keliling penukaran Rupiah.
“BI
Jambi juga melakukan mobil kas keliling yang dapat menjangkau 8-10
titik. Dengan keterbatasan jangkauan kas keliling ini, maka masyarakat
disarankan untuk ke bank-bank terdekat untuk menukarkan uang Rupiah.
Mekanismenya sudah ada pada bank yang bekerjasama tersebut,” ujar
Ismed.
Terkait
uang palsu,(upal), semenjak awal tahun ini, ada laporan masuk tentang
beredarnya uang palsu dari masyarakat banyak di BI Perwakilan Provinsi
Jambi Jambi.
Ismed juga menghimbau warga untuk lebih waspada dan mengenal keaslian
Uang Rupiah.
Pasalnya
jelang bulan puasa Ramadhan 2017, BI Perwakilan Provinsi Jambi
mengantisipasi maraknya peredaran ini. Apalagi melihat modusnya sekarang
bukan lagi pecahan uang besar seperti Rp100 ribu dan Rp 50 ribu,
melainkan pecahan kecil Rp 5.000.
“Modus
upal sekarang tidak lagi pecahan besar. BI secara resmi sudah banyak
mendapatkan laporan dari masyarakat. Pecahannya sekarang Rp 5000," kata
Ismed.
Pasal Penting UU No 7 Tahun 2011
Dikutip
dari situs resmi BI, dalam sosialisasi UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata
Uang ini hal yang terkait dengan kewajiban penggunaan uang Rupiah
antara lain: Pasal 21 ayat (1) Kewajiban (Rupiah wajib digunakan dalam:
setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyelesaian
kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau transaksi
keuangan lainnya; yang dilakukan di wilayah NKRI).
Pengecualian:
transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan APBN; penerimaan atau
pemberian hibah dari atau ke luar negeri; transaksi perdagangan
internasional; simpanan di bank dalam bentuk valuta asing; atau
transaksi pembayaran internasional.
Kemudian
Pasal 23 Larangan: (Setiap orang dilarang menolak untuk menerima
Rupiah, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah).
Pengecualian:
untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing
yang telah diperjanjikan secara tertulis
Pasal 33 Sanksi Pidana: (Atas Ps. 21 (1) : pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah). Atas Ps. 23: dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
Dalam
rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah, pelaku usaha
wajib mencantumkan harga barang atau jasa dalam Rupiah.
Menegakkan
aturan dalam pasal 21 dan pasal 23 UU Mata Uang yang pada pokoknya
mengatur bahwa Rupiah wajib digunakan dan diterima sebagai alat
pembayaran dalam setiap transaksi di wilayah NKRI dan pelanggarannya
akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam UU Mata Uang.
Penggunaan
mata uang Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI akan mendukung
upaya menjaga stabilitas nilai mata uang Rupiah dan stabilitas
perekonomian secara makro. (JP-Asenk Lee)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE