Musri Nauli |
Oleh: Musri Nauli
Jambipos Online-Akhir-akhir berita penangkapan sabu-sabu
yang hendak masuk ke Jambi menarik perhatian saya. Jumlah yang masuk dan
beredarnya sabu-sabu sudah sangat memprihatinkan.
Cerita tentang sabu-sabu mengingatkan beberapa peristiwa
didalam persidangan. Baik keterangan yang didapatkan dari saksi maupun dari
tersangka sendiri, maka saya kemudian menyadari kebutuhan sabu-sabu di Jambi
sendiri cukup tinggi.
Dengan penghitungan 1 kg, maka dari 1 kg kemudian dapat
menghasilkan 10 kantong. Istilah kantong adalah sabu-sabu yang sudah dibagi.
Dengan demikian maka 1 kantong seberat 100 gram.
Bandar besar sebagai pemasok kemudian membagikan
masing-masing setiap Bandar kecil 1 kantong. Dari Bandar besar yang didapatkan
1 kantong kemudian di tangan Bandar kecil dapat menghasilkan 100 paket
sabu-sabu. 100 paket yang telah berupa paket kecil kemudian dikenal satu gram.
Dalam istilahnya, 1 gram adalah satu je (je adalah istilah
1 g. G dibaca je. Sebagai bacaan dalam dialek Inggeris). Harganya cukup mahal. Paling
murah Rp 1,2 juta. Ini paket yang baik. Biasanya digunakan didalam pesta-pesta
yang sering diberitakan berbagai media ketika artis-artis ditangkap di
televisi.
Atau Bandar apabila mau untung besar dapat membagi lagi
dari 1 gram (satu je) menjadi beberapa paket hemat. Biasanya dapat menjadi 4
paket.
Istilah paket hemat biasa digunakan untuk digunakan
masyarakat kecil. Satu paket hemat seharga Rp 200 ribu – Rp 300 ribu. Sehingga
dalam putaran 3-4 hari Bandar kecil mampu menghabiskan 100 kantong.
Perputaran paket hemat lebih menggiurkan, lebih cepat habis
dibandingkan dengan paket 1 je. Selain mampu didistribusikan ke berbagai
lapisan masyarakat, paket 1 je sudah menjangkau ibu-ibu rumah tangga, lapisan
bawah hingga pesta kecil-kecilan di kampong.
Ditangkapnya beberapa ibu rumah
tangga yang sering diberitakan media massa merupakan konfirmasi dari beredarnya
paket hemat. Begitu juga terbongkarnya tempat-tempat yang dicurigai di Jambi
mengindikasikan paket hemat lebih mudah didapatkan daripada paket 1 je.
Mengikuti cerita Fredy Budiman yang menghadapi hukuman
mati, maka harga sabu-sabu ketika masuk ke Indonesia cukup murah. Paling banter
Rp 10 ribu – Rp 15 ribu.
Namun harganya kemudian menjulang naik ketika didalam
pemasaran, setiap rupiah digunakan untuk berbagai biaya. Saya menggunakan
istilah biaya resiko bagi pengedar maupun untuk sang Bandar sendiri.
Namun setiap kg yang sudah sudah beredar mampu menghasilkan
Rp 1 milyar – Rp 1,2 milyar. Dengan meraih Rp 500 juga saja, Bandar besar cukup
untung. Sedangkan sisanya Rp Rp 500 juta – Rp 700 juta biasanya menjadi
keuntungan Bandar ataupun jaringannya.
Nah. Tinggal dikalikan saja terhadap penangkapan 4 kg
sabu-sabu akhir-akhir ini. Namun yang mengkhawatirkan saya adalah “upaya” memasukkan
dan serbuan sabu-sabu ke Indonesia.
Dengan terbukanya dunia dan banyaknya
pelabuhan-pelabuhan kecil dan illegal di Indonesia, maka dipastikan “upaya”
Negara lain memasukkan ke Indonesia tidak boleh diabaikan.
Berbagai pihak sudah membunyikan “alarm” terhadap bahaya
dari serbuan masuknya sabu-sabu bersama-sama dengan inek ke Indonesia.
Untuk memudahkan saya memahami, saya kemudian teringat
perang Candu yang dilakukan Inggeris untuk menaklukan Tiongkok. Perang Candu
pertama tahun 1840-1842) dan Perang Candu II (1856-1860).
Upaya ini selain membuat masyarakat Tiongkok lebih
tergantung kepada Opium, membuat rakyat tidak semangat dan menjadi
ketergantungan kepada opium, Tujuan Inggeris menguasai jalur perdagangan
porselin, sutra, rempah-rempah dan teh.
Inggeris kemudian menyeludupkan candu didalam ribuan peti
mati yang memaksa kemudian terjadinya kemarahan Kaisar Daonguang tahun 1799.
Namun titah Sang Raja tidak berdaya. Candu sudah merasuk kehidupan masyarakat
Tiongkok, menguasai pelabuhan. Bahkan sejak tahun 1820 mampu memasuk 900 ton
pertahun.
Inggeris kemudian menguasai jalur perdagangan dan meraup
keuntungan yang besar. Sementara Tiongkok kemudian tenggelam dan menjadi
penyuplai ekspor untuk kebutuhan Inggeris. Hasil yang tidka dinikmati oleh
rakyat Tiongkok sendiri. (Penulis Adalah Advokad Tinggal di Jambi)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE