Jambipos Online,
Jakarta-KPK perlu waktu hampir 3 tahun untuk menuntaskan proses penyidikan
kasus dugaan korupsi e-KTP. Dari penetapan tersangka pertama kali yaitu di
tahun 2014, kasus itu akan segera disidangkan pada hari ini, Kamis, 9 Maret
2017. Ada 2 terdakwa yang akan duduk di kursi pesakitan yaitu Irman dan
Sugiharto.
Keduanya merupakan mantan pejabat di Kementerian Dalam
Negeri (Kemdagri). Ketua KPK Agus Rahardjo bahkan menyebut sidang kasus yang
disebut merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun itu akan mengejutkan dan
mengguncang dunia politik Tanah Air.
Sidang perdana kasus dugaan korupsi proyek e-KTP telah
ditutup. Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 16 Maret 2017. Jaksa KPK dan pengacara
2 terdakwa mengusulkan agar sidang digelar 2 atau 3 kali seminggu mengingat
banyaknya saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan nanti.
Irman dan Sugiharto tidak mengajukan nota keberatan
(eksepsi) atas dakwaan jaksa KPK. Sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan
saksi pada pekan depan.
"Kami tidak mengajukan tanggapan tidak mengajukan
eksepsi," kata pengacara Sugiharto dan Irman dalam sidang di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).
Irman saat ditanya hakim ketua menyebut surat dakwaan jaksa
KPK sudah jelas. Sedangkan Sugiharto menyebut ada yang salah dengan dakwaan.
"Cukup jelas, tapi ada yang tidak betul," ujarnya.
Jeratan KPK untuk 2
Terdakwa Kasus e-KTP
Irman dan Sugiharto, 2 terdakwa kasus dugaan korupsi proyek
e-KTP didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Keduanya disebut menerima uang dengan total sebesar Rp 60
miliar lebih. "Dari rangkaian perbuatan para terdakwa secara bersama-sama
tersebut di atas memperkaya para terdakwa yakni memperkaya terdakwa I (Irman)
sejumlah Rp 2.371.250.000, USD 877.700, dan SGD 6.000," ucap jaksa KPK.
Bila dikonversikan ke rupiah, Irman mendapatkan Rp 14
miliar. Sedangkan Sugiharto disebut menerima USD 3.473.830 atau Rp 46 miliar.
Apabila dijumlahkan, total penerimaan uang kedua terdakwa itu sekitar Rp 60
miliar lebih. “Serta memperkaya terdakwa II (Sugiharto) sejumlah USD
3.473.830," ucapnya.
Kemdagri Abaikan
Saran LKPP soal Proyek e-KTP Bermasalah
Sejak jauh-jauh hari, Lembaga Pengkajian Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) telah memberi saran pada para pejabat Kemdagri
terkait proyek e-KTP. LKPP memberikan saran yang meminta Kemdagri tidak
menggabungkan 9 lingkup pekerjaan.
Penggabungan disebut LKPP berpotensi terjadi kegagalan
dalam proses pemilihan dan pelaksanaan pekerjaan yang berpotensi menimbulkan
kerugian negara serta akan menghalangi terjadinya kompetisi dan persaingan
sehat.
"Namun terdakwa II mengesampignkan saran LKPP dan
tetap melanjutkan proses pelelangan dengan menggabungkan 9 pekerjaan,"
sebut jaksa.
Miliaran Uang Pelicin Anggaran e-KTP
Pembahasan anggaran proyek e-KTP tak selalu mulus. Gamawan
Fauzi disebut jaksa KPK sempat mengajukan penambahan anggaran dalam APBN-P 2012
karena Konsorsium Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) tidak bisa
menyelesaikan pekerjaannya sesuai target.
Tapi Dirjen Dukcapil Irman dimintai Rp 5 miliar oleh
seorang anggota Komisi II DPR bernama Markus Nari namun hanya bisa disanggupi
Rp 4 miliar. Hanya saja, meski telah diberi uang pelicin, penambahan anggaran
itu malah tidak masuk dalam APBN-P 2012.
Tim Fatmawati di
Proyek e-KTP
Ada istilah 'Tim Fatmawati' di proses pelaksanaan pengadaan
e-KTP. Siapa sebenarnya mereka? Jaksa
penuntut umum pada KPK memaparkan skenario untuk proses pengadaan yang dibuat
tim Fatmawati. Tujuannya memenangkan konsorsium PNRI dalam lelang proyek e-KTP
dengan nilai pekerjaan Rp 5.841.896.144.993.
Gerak tim Fatmawati dimulai dengan pertemuan Irman, saat
itu Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sughiarto saat itu
Direktur Pengelokaan Informasi Adminstrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri. Mereka bertemu dengan pengusaha
rekanan Kemdagri bernama Andi Narogong.
Andi Narogong lalu ingin menggelar
pertemuan lanjutan di ruko miliknya di Graha Mas Fatmawati Blok B Nomor 33-35,
Jakarta Selatan yang disebut jaksa sebagai ruko Fatmawati.
Pertemuan yang dilakukan di ruko Fatmawati inilah asal mula
sebutan Tim Fatmawati. Tim Fatmawati ini menyepakati sejumlah hal terkait
proses lelang dan pelaksanaan pengadaan e-KTP.
Jaksa menyebut proses pelelangan
akan diarahkan memenangkan konsorsium PNRI dengan membentuk pula konsorsium
Astragrapha dan konsorsium Murakabi Sejahtera sebagai peserta pendamping.
Kecurangan Pengadaan e-KTP, Ini 5 Penyimpangannya
Jaksa penuntut umum pada KPK menyebut proses pengadaan
e-KTP sudah diatur sedemikian rupa dari pelelangan hingga pelaksanaan.
“Proses pelelangan akan diarahkan untuk memenangkan
konsorsium PNRI. Untuk itu dibentuk pula konsorsium Astragrapha dan konsorsium
Murakabi Sejahtera sebagai peserta pendamping," kata jaksa dalam surat
dakwaan.
Berikut Penyimpangan
Proses Pengadaan e-KTP
1. Spesifikasi
Teknis Langsung Sebut Merek
2. Mark Up HPS
3. Konsorsium PNRI
Tak Penuhi Kontrak
4. Konsorsium PNRI
Tak Penuhi Target e-KTP
5. Harga e-KTP
Membengkak
Menengok Awal Mula
Proses Penganggaran Proyek e-KTP
Peran Dominan Andi
Narogong dalam Bagi-bagi Duit Panas e-KTP
Nama Andi Agustinus alias Andi Narogong paling mendominasi
dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut KPK. Andi Narogong disebut
sebagai pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) di pusaran mega
proyek e-KTP.
Sepak terjang Andi Narogong dimulai ketika dia mulai
menemui Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan M Nazaruddin, yang dianggapnya
sebagai representasi kekuatan politik di Komisi II DPR. Bahkan, saat itu
keempat orang itu sudah menyusun rencana pembagian uang haram di proyek itu.
Setelah itu, Andi Narogong mulai bergerilya. Dia mulai
membagi-bagikan uang agar proyek e-KTP lolos. Jaksa KPK pertama menyebut
sekitar bulan September-Oktober 2010, Andi Narogong memulai aksinya.
Selain itu, Andi Narogong juga kembali membagikan uang di
ruang kerja Setya Novanto di lantai 12 Gedung DPR dan di ruang kerja
Mustokweni.
Tak hanya itu, saat masa reses di bulan Oktober 2010, Andi
Narogong kembali membagi-bagikan uang. Saat itu, Andi Narogong memberikan uang
ke Arief Wibowo sebesar USD 50 ribu untuk dibagikan ke seluruh anggota Komisi
II DPR. Namun siapa sebenarnya Andi Narogong? Simak kelanjutannya.
Anggaran e-KTP Hampir Separuhnya Jadi Bancakan Korupsi
Jaksa KPK mengungkap 3 anggota DPR dan seorang pengusaha
telah membikin rancangan pembagian uang proyek e-KTP. Ketiga anggota DPR itu
adalah Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin, sedangkan
pengusaha itu adalah Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Berikut kesepakatan antara Andi Narogong, Setya Novanto,
Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin, seperti tertuang dalam surat dakwaan
yang dibacakan jaksa KPK:
a. Sebesar 51 persen
atau sejumlah Rp 2.662.000.000.000 dipergunakan untuk belanja modal atau
belanja riil pembiayaan proyek
b. Sedangkan sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah
2.558.000.000.000 akan dibagi-bagikan kepada:
- Beberapa
pejabat Kemdagri termasuk para terdakwa sebesar 7 persen atau sejumlah Rp
365.400.000.000
- Anggota Komisi
II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp 261.000.000.000
- Setya Novanto
dan Andi Narogong sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574.200.000.000
- Anas
Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin sebesar 11 persen atau sejumlah Rp
574.200.000.000
- Keuntungan
pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen atau sejumlah Rp
783.000.000.000
Daftar Panjang
Penerima Uang Korupsi e-KTP Hingga Jutaan USD
Korupsi e-KTP Hingga Jutaan USD |
Berikut para pihak yang disebut jaksa KPK menerima aliran
dana proyek e-KTP dalam surat dakwaan:
1. Gamawan Fauzi
USD 4,5 juta dan Rp 50 juta
2. Diah Anggraini
USD 2,7 juta dan Rp 22,5 juta
3. Drajat Wisnu
Setyaan USD 615 ribu dan Rp 25 juta
4. 6 orang
anggota panitia lelang masing-masing USD 50 ribu
5. Husni Fahmi
USD 150 ribu dan Rp 30 juta
6. Anas
Urbaningrum USD 5,5 juta
7. Melcias
Marchus Mekeng USD 1,4 juta
8. Olly
Dondokambey USD 1,2 juta
9. Tamsil
Lindrung USD 700 ribu
10. Mirwan Amir
USD 1,2 juta
11. Arief Wibowo
USD 108 ribu
12. Chaeruman
Harahap USD 584 ribu dan Rp 26 miliar
13. Ganjar
Pranowo USD 520 ribu
14. Agun
Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR USD 1,047 juta
15. Mustoko Weni
USD 408 ribu
16. Ignatius
Mulyono USD 258 ribu
17. Taufik
Effendi USD 103 ribu
18. Teguh
Djuwarno USD 167 ribu
19. Miryam S
Haryani USD 23 ribu
20. Rindoko,
Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz dan Jazuli Juwaini selaku
Kapoksi pada Komisi II DPR masing-masing USD 37 ribu
21. Markus Nari
Rp 4 miliar dan USD 13 ribu
22. Yasonna Laoly
USD 84 ribu
23. Khatibul Umam
Wiranu USD 400 ribu
24. M Jafar
Hapsah USD 100 ribu
25. Ade Komarudin
USD 100 ribu
26. Abraham Mose,
Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN
Industri masing-masing Rp 1 miliar
27. Wahyudin
Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Rp 2 miliar
28. Marzuki Ali
Rp 20 miliar
29. Johanes
Marliem USD 14,880 juta dan Rp 25.242.546.892
30. 37 anggota
Komisi II lainnya seluruhnya berjumlah USD 556 ribu, masing-masing mendapatkan
uang berkisar antara USD 13 ribu sampai dengan USD 18 ribu
31. Beberapa anggota
tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi
Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, dan Kurniawan masing-masing Rp 60 juta
32. Manajemen
bersama konsorsium PNRI Rp 137.989.835.260
33. Perum PNRI Rp
107.710.849.102
34. PT Sandipala
Artha Putra Rp 145.851.156.022
35. PT Mega
Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra Rp
148.863.947.122
36. PT LEN
Industri Rp 20.925.163.862
37. PT Sucofindo
Rp 8.231.289.362
38. PT Quadra
Solution Rp 127.320.213.798,36
Begini Peran Novanto di Korupsi e-KTP
Nama Ketua DPR Setya Novanto disebut bersama-sama melakukan
korupsi dengan Irman dan Sugiharto, terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan
proyek e-KTP. Peran Novanto dibeberkan jaksa KPK untuk mendorong fraksi-fraksi
di DPR agar mendukung proyek itu.
Awal mula pembahasan anggaran proyek itu di bulan Februari
2010, Burhanudin Napitupulu selaku Ketua Komisi II DPR meminta uang ke Irman
selaku Dirjen Dukcapil saat itu. Maksud permintaan uang itu agar usulan
Kemdagri tentang anggaran proyek segera disetujui.
Setelah itu, Irman dan Burhanudin bersepakat pemberian uang
itu dilakukan oleh seseorang pengusaha bernama Andi Agustinus alias Andi
Narogong. Dia disebut jaksa KPK sebagai pengusaha yang sudah terbiasa menjadi
rekanan di Kemdagri.
“Disepakati bahwa guna mendapatkan persetujuan anggaran
dari Komisi II DPR, akan diberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR
oleh pengusaha yang sudah terbiasa menjadi rekanan di Kemdagri yakni Andi
Agustinus alias Andi Narogong. Selain itu, Burhanudin Napitupulu juga
menyampaikan bahwa rencana pemberian sejumlah uang itu juga telah disetujui
oleh Diah Anggraini," ujar jaksa KPK saat membacakan surat dakwaannya.
Setelah itu, Andi Narogong secara aktif menemui Irman untuk
menindaklanjuti kesepakatan itu. Irman juga mengarahkan Andi Narogong untuk
berkoordinasi dengan Sugiharto selaku anak buahnya.
Tak hanya itu, Andi Narogong dan Irman juga bersepakat
untuk menemui Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai
Golkar di DPR. Tujuan keduanya adalah agar Novanto memastikan Fraksi Partai
Golkar mendukung anggaran proyek e-KTP itu.
“Menindaklanjuti kesepakatan itu, beberapa hari kemudian di
Hotel Gran Melia Jakarta, para terdakwa bersama-sama dengan Andi Narogong dan
Diah Anggraini melakukan pertemuan dengan Setya Novanto. Dalam pertemuan itu,
Setya Novanto menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan
KTP berbasis NIK secara nasional," sebut jaksa KPK.
Kemudian, Irman dan Andi Narogong kembali menemui Novanto
di ruang kerjanya di lantai 12 Gedung DPR. Dalam pertemuan itu, Novanto mengaku
akan mengkondisikan pimpinan fraksi lainnya.
“Atas pernyataan tersebut, Setya Novanto mengatakan bahwa
ia akan mengkoordinasikan dengan pimpinan fraksi lainnya," ujar jaksa KPK.
Otak di Balik
Korupsi Proyek e-KTP
DPR mulai membahas RAPBN tahun anggaran 2011 pada
Juli-Agustus 2010. Saat itu, anggaran proyek e-KTP juga mulai dibahas.
Saat itu, Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha
rekanan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) yang mengurusi proyek e-KTP mulai
lebih intens bertemu Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan Muhammad Nazaruddin.
Pembahasan anggaran itu pun mencapai konklusi dengan menggunakan uang negara
sebesar Rp 5,9 triliun.
Jaksa KPK mengatakan usai melakukan beberapa kali
pertemuan, mereka bersepakat DPR akan menyetujui anggaran kurang lebih Rp 5,9
triliun tersebut dengan pengawalan dari Partai Golkar dan Partai Demokrat dalam
pembahasannya. Untuk itu, anggota dewan meminta imbalan.
“Dengan kompensasi Andi Agustinus alias Andi Narogong akan
memberikan fee kepada beberapa anggota DPR dan pejabat Kemendagri," ujar
jaksa KPK.
“Guna merealisasikan pemberian fee tersebut, Andi Agustinus
alias Andi Narogong membuat kesepakatan dengan Setya Novanto, Anas Urbaningrum,
dan Muhammad Nazaruddin tentang rencana penggunaan anggaran KTP Elektronik yang
kurang lebih senilai Rp 5,9 triliun," imbuh jaksa KPK.
Mereka yang Nikmati
Uang Haram e-KTP: Kemdagri, DPR, dan Swasta
Jaksa KPK menyebut ada peran Setya Novanto di balik mega
korupsi e-KTP. Selain itu, jaksa KPK juga menyebut uang hasil korupsi jadi
bancakan banyak pihak.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan
Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya,
Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017), 2 terdakwa yaitu Irman dan Sugiharto disebut
memperkaya orang lain atau korporasi. Ada banyak pihak yang disebut mulai dari
Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), DPR, hingga pihak swasta.
“Yaitu memperkaya para terdakwa dan memperkaya orang lain
yakni Gamawan Fauzi, Diah Anggraini, Dradjat Wisnu Setyawan beserta 6 orang
anggota panitia pengadaan, Husni Fahmi beserta 5 orang anggota tim teknis,
Johannes Marliem, Anas Urbaningrum, Marzuki Ali, Olly Dondokambey, Melchias
Marchus Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Lindrung, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno,
Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Mustoko Weni, Rindoko, Jazuli
Juwaeni, Agun Gunandjar Sudarsa, Ignatius Mulyono, Miryam S Haryani, Nu'man
Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, Markus Nari, Yasonna Laoly, dan
37 anggota Komisi II DPR," ujar jaksa KPK.
Kemudian, jaksa KPK juga menyampaikan uang haram e-KTP juga
mengalir ke korporasi. Perusahaan-perusahaan yang menerima aliran dana itu
merupakan perusahaan yang menangani pengadaan e-KTP tersebut.
"Serta memperkaya korporasi yakni Perusahaan Umum
Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI), PT LEN Industri, PT Quadra
Solution, PT Sandipala Artha Putra, PT Sucofindo, manajemen bersama Konsorsium
PNRI," imbuh jaksa KPK.
2 Terdakwa Didakwa Korupsi e-KTP Bersama-sama dengan Setya Novanto
Sidang perdana kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP
di Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) digelar. Jaksa penuntut umum dari KPK
mendakwa 2 terdakwa dalam satu surat dakwaan.
Keduanya adalah Irman selaku mantan Direktur Jenderal
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil
Kemendagri) dan Sugiharto selaku mantan Direktur Pengelolaan Informasi
Administrasi Kependudukan (PIAK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemdagri).
“Selanjutnya Irman disebut sebagai terdakwa I dan Sugiharto
sebagai terdakwa II," ucap jaksa KPK saat membacakan surat dakwaannya.
Jaksa KPK menyebut Irman dan Sugiharto didakwa melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
bersama-sama dengan 5 orang lainnya, termasuk Setya Novanto yang kini menjabat
sebagai Ketua DPR. Namun dalam kasus itu, Novanto masih menjabat sebagai Ketua
Fraksi Partai Golkar.
“Bahwa terdakwa I dan terdakwa II bersama-sama dengan Andi
Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang dan jasa pada Kemendagri,
Isnu Edhi Wijaya selaku ketua konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia
atau PNRI, Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri, Setya Novanto
selaku Ketua Fraksi Partai Golkar, dan Drajat Wisnu Setyawan selaku ketua
panitia pengadaan barang dan jasa di lingkungan Ditjen Dukcapil tahun 2011,
yang melakukan atau yang turut serta melakukan secara melawan hukum," kata
jaksa KPK.
Sidang Korupsi e-KTP
Dimulai
Majelis hakim yang mengadili kasus dugaan korupsi e-KTP
mulai memasuki ruang sidang. Mereka adalah John Halasan Butar Butar, Franki
Tambuwun, Emilia, Anshori, dan Anwar. Ketua majelis hakim John Halasan Butar
Butar mulai memeriksa identitas para terdakwa yaitu Irman dan Sugiharto.
Setelah ini, majelis hakim akan mempersilakan jaksa KPK
untuk membacakan surat dakwaannya. Ikuti kelanjutannya. Menanti Kejutan di
Sidang Korupsi e-KTP
Sidang megaproyek e-KTP akan digelar perdana pagi ini di
Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta. Rencananya,
sidang akan digelar sekitar pukul 09.00 WIB. detikcom akan mengabarkan langsung
jalannya sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan. Simak terus
perkembangannya! (*)
Sumber: Detik.com
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE