Gubernur Jambi H Zumi Zola. |
Jambipos Online, Jambi-Gubernur Jambi H Zumi Zola ternyata
terusik juga dengan maraknya berita hoax (berita tidak dipercaya) yang menebar
kebencian dan permusuhan di media sosial belakangan ini. Sehingga Zumi Zola meminta
masyarakat Jambi khususnya pengguna sosial media lebih bijaksana dan tegas
dalam membaca.
Zumi Zola juga mengingatkan pengguna media sosial untuk
paham tentang Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) yang mulai berlaku pada Senin, 28 November 2016 lalu.
Hal ini menuntut masyarakat agar lebih berhati-hati di ranah media sosial.
“Di dalam UU ITE itu dijelaskan bahwa masyarakat dilarang membuat dan menyebarkan informasi yang bersifat tuduhan, fitnah, maupun SARA yang mengundang kebencian. Yang bisa dijerat bukan hanya yang membuat, tapi justru juga yang mendistribusikan dan mentransmisikannya. Jangan mudah menyebar informasi yang bisa menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu. Ini dikatakan langsung oleh Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum Henry Subiakto,” ujar Zumi Zola, Rabu (11/1/2017).
“Di dalam UU ITE itu dijelaskan bahwa masyarakat dilarang membuat dan menyebarkan informasi yang bersifat tuduhan, fitnah, maupun SARA yang mengundang kebencian. Yang bisa dijerat bukan hanya yang membuat, tapi justru juga yang mendistribusikan dan mentransmisikannya. Jangan mudah menyebar informasi yang bisa menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu. Ini dikatakan langsung oleh Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum Henry Subiakto,” ujar Zumi Zola, Rabu (11/1/2017).
“Segala sesuatu itu seperti satu koin mata uang ada segi
positif dan ada negatif nya. Itulah efek dari globalisasi teknologi maju.
Berita tidak hanya dibaca atau dilihat di TV saja tetapi sekarang di sosmed
sangat cepat hitungan detik menyebar di seluruh dunia,” kata Zola.
Dikatakan, dalam menerima berita di sosmed harus
berhati-hati karena isinya menyebar kebencian dan permusuhan .
“Nah itu
kalau dicek itu akun nya akun palsu. Foto nya pun tidak jelas. Foto kartun,
isinya itu sangat provokasi. Itu kita harus dapat bijaksana. Boleh kita punya
akun sosmed misalkan Facebook silahkan. Tetapi hati-hati. Gunakan lah media
sosial dan internet dengan cerdas,” sebut Zola.
Zumi Zola meminta masyarakat jangan sampai terpancing
begitu melihat atau membaca berita dengan isi menebar kebencian dan permusuhan,
masyarakat diminta untuk tidak menanggapi. “Ya kalau ada yang seperti itu
tinggalkan saja. Kalau kita baca terpancing emosi. Nah senang orang itu. Cuekin
aja, karena yang disebarkan itu suatu kebodohan tidak bisa dipertanggung
jawabkan,” ujarnya.
Zola mengimbau kepada seluruh masyarakat Jambi agar lebih
bijaksana dalam menanggapi beredarnya berita - berita hoax untuk memecah belah
persatuan dan kerukunan umat di Provinsi Jambi.
“Sekarang ini berita tidak hanya kita dapat dari media
cetak dan elektronik saja. Di media sosial pun kita bisa baca berita atau
informasinya dan dengan cepat menyebar. Tentu ada dua sisi, ada sisi positif
dan negatifnya," kata Zola.
Zola juga meminta kepada masyarakat yang memiliki media
sosial agar jangan cepat terpancing oleh berita yang bersifat memprovokasi. “Saya
harap masyarakat lebih bijak dan cerdas jangan mau kita dibodohi dan dipecah
belah,” pungkas Zola. (JP-03)
***
Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 ITE
Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) mulai berlaku pada Senin, 28 November 2016. Hal ini
menuntut masyarakat agar lebih berhati-hati di ranah media sosial.
Di dalam UU ITE itu dijelaskan bahwa masyarakat dilarang membuat dan menyebarkan informasi yang bersifat tuduhan, fitnah, maupun SARA yang mengundang kebencian.
"Yang bisa dijerat bukan hanya yang membuat, tapi justru juga yang mendistribusikan dan mentransmisikannya. Jangan mudah menyebar informasi yang bisa menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu," kata Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum Henry Subiakto di Jakarta, Sabtu (26/11/2016).
Henry yang juga merupakan ketua panitia kerja pemerintah dalam penyusunan revisi UU ITE ini menjelaskan poin-poin penting dalam peraturan itu.Dalam Pasal "karet" 27 terdapat pengurangan hukuman pidana untuk kasus pencemaran nama baik dari enam tahun menjadi empat tahun penjara.
Kemudian dalam Pasal 29 tentang pengancaman dengan kekerasan, semula berlaku hukuman 11 tahun, kini juga hanya empat tahun.
Aturan ini membuat tersangka baru bisa ditahan setelah keputusan pengadilan inkrah. Henry meyakini, adanya aturan ini tidak akan ada kasus serupa Prita Mulya Sari.
Dalam Pasal 27 ayat 3, juga dijelaskan bahwa tuduhan itu harus ditujukan kepada personal baru dapat ditindak.
"Unsur orang, bukan kita seperti kasus Florence yang menghina Yogyakarta," kata Henry.
Henry juga menyatakan pemerintah memasukkan konsep baru yang diadopsi dari negara Eropa di dalam Pasal 26, yaitu hak untuk dihapuskan informasi di dunia maya yang sudah tidak relevan lagi.
Pemerintah, kata Henry, saat ini juga memiliki hak untuk memblokir situs-situs yang melanggar UU ITE.
"Sekarang berarti informasi, berita abal-abal bisa dicegah," ujar Henry.
Di dalam UU ITE itu dijelaskan bahwa masyarakat dilarang membuat dan menyebarkan informasi yang bersifat tuduhan, fitnah, maupun SARA yang mengundang kebencian.
"Yang bisa dijerat bukan hanya yang membuat, tapi justru juga yang mendistribusikan dan mentransmisikannya. Jangan mudah menyebar informasi yang bisa menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu," kata Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum Henry Subiakto di Jakarta, Sabtu (26/11/2016).
Henry yang juga merupakan ketua panitia kerja pemerintah dalam penyusunan revisi UU ITE ini menjelaskan poin-poin penting dalam peraturan itu.Dalam Pasal "karet" 27 terdapat pengurangan hukuman pidana untuk kasus pencemaran nama baik dari enam tahun menjadi empat tahun penjara.
Kemudian dalam Pasal 29 tentang pengancaman dengan kekerasan, semula berlaku hukuman 11 tahun, kini juga hanya empat tahun.
Aturan ini membuat tersangka baru bisa ditahan setelah keputusan pengadilan inkrah. Henry meyakini, adanya aturan ini tidak akan ada kasus serupa Prita Mulya Sari.
Dalam Pasal 27 ayat 3, juga dijelaskan bahwa tuduhan itu harus ditujukan kepada personal baru dapat ditindak.
"Unsur orang, bukan kita seperti kasus Florence yang menghina Yogyakarta," kata Henry.
Henry juga menyatakan pemerintah memasukkan konsep baru yang diadopsi dari negara Eropa di dalam Pasal 26, yaitu hak untuk dihapuskan informasi di dunia maya yang sudah tidak relevan lagi.
Pemerintah, kata Henry, saat ini juga memiliki hak untuk memblokir situs-situs yang melanggar UU ITE.
"Sekarang berarti informasi, berita abal-abal bisa dicegah," ujar Henry.
Di sisi lain, Henry pun menegaskan bahwa revisi UU ITE ini sifatnya
bukan untuk melarang orang berpendapat maupun mengkritisi di media
sosial.
Sekadar diketahui, revisi UU ITE telah disahkan oleh DPR pada 27 Oktober kemarin.
Koordinator Regional Southeast Asia Freedom of Expression Network (SafeNet) Damar Juniarto mengaku sangat kecewa terhadap pengesahan ini.
"Kecewa saya," ujar Damar kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu. "Jokowi adalah presiden yang punya visi ke depan karena memperhatikan dunia digital. Namun reformasi hukum UU ITE ini masih minimalis."
Ia merasa revisi UU ITE yang terbit hari ini berpotensi mengancam kebebasan berekspresi masyarakat Indonesia di ranah digital.
Menurutnya, aturan tersebut bisa jadi ganjalan dalam pelaksanaan demokrasi ke depan dengan lebih banyak orang dipenjarakan karena ekspresinya diberangus dengan alasan pencemaran nama, penodaan agama, dan pengancaman.
Sekadar diketahui, revisi UU ITE telah disahkan oleh DPR pada 27 Oktober kemarin.
Koordinator Regional Southeast Asia Freedom of Expression Network (SafeNet) Damar Juniarto mengaku sangat kecewa terhadap pengesahan ini.
"Kecewa saya," ujar Damar kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu. "Jokowi adalah presiden yang punya visi ke depan karena memperhatikan dunia digital. Namun reformasi hukum UU ITE ini masih minimalis."
Ia merasa revisi UU ITE yang terbit hari ini berpotensi mengancam kebebasan berekspresi masyarakat Indonesia di ranah digital.
Menurutnya, aturan tersebut bisa jadi ganjalan dalam pelaksanaan demokrasi ke depan dengan lebih banyak orang dipenjarakan karena ekspresinya diberangus dengan alasan pencemaran nama, penodaan agama, dan pengancaman.
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE