Oleh: Stevan Ivana Manihuruk S Sos
Jambipos Online-Gubernur Jambi H Zumi Zola Zulkifli melakukan
sidak (inspeksi mendadak) ke RSUD Raden Mattaher pada Jumat, 20 Januari 2017,
dinihari sekitar pukul 01.00 WIB. Kemarahan Zola memuncak saat mendapati ruang
jaga pasien yang kosong serta sejumlah dokter dan perawat tertidur pulas di
kamar bagian belakang perawatan. Zola membangunkan para petugas dan dokter jaga
dengan menggedor pintu, bahkan karena marah ia sampai membanting kursi. Imbas
dari sidak tersebut, belasan petugas di RSUD Raden Mattaher diberi surat
peringatan atau SP3.
Sekadar mengingatkan, pada awal 2016 lalu, setelah dilantik
sebagai Gubernur Jambi, Zola juga sempat marah di RSUD Raden Mattaher. Saat itu
Zola menggelar sidak dan mendapati stok obat untuk DBD kosong, padahal saat itu
penyakit DBD mewabah di Jambi.
Pada Maret 2016, Zola juga pernah melakukan sidak ke kantor
Samsat Jelutung. Imbasnya, 10 (sepuluh) pegawai honorer dipecat karena dianggap
mempunyai nilai kerja yang buruk. Juli 2016, Zola juga melakukan sidak ke
beberapa kantor Dinas di Jambi tepat pada hari pertama kerja setelah libur
bersama Hari Raya Idul Fitri.
Pro dan kontra mewarnai ruang publik menanggapi kemarahan
sang Gubernur. Banyak yang memuji, tak sedikit pula yang menyampaikan kritik.
Kalangan yang pro memuji tindakan Gubernur sembari berharap ini menjadi
momentum terjadinya perubahan pelayanan publik ke arah yang lebih baik. Mereka
juga menganggap ini sebagai “pembalasan” atas buruknya pelayanan publik dari
petugas selama ini.
Sementara yang kontra menilai sidak Gubernur cuma sebagai
ajang cari sensasi. Kemarahan Gubernur dianggap terlalu berlebihan. Protes
bahkan datang dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Wimpie Pangkahila, anggota
IDI misalnya, mempertanyakan cara Zumi Zola sidak di rumah sakit. Apakah dokter
jaga dan perawat di rumah sakit tidak boleh tidur ?. Wimpie beropini, bahwa
boleh saja dokter dan perawat jaga tidur. Tapi saat dibutuhkan pasien, mereka
harus siap sedia.
Momentum atau Monumen
Barangkali, tak terlalu penting untuk berdebat membahas
soal pro dan kontra tersebut. Masing-masing pihak tentu punya alasan yang kuat.
Poin penting yang perlu kita bicarakan lebih dalam menurut saya justru soal
makna sidak sang Gubernur, tindak lanjut, kemudian harapan kita.
Menurut hemat saya, ketika ada hal-hal yang dinilai tidak
beres, seorang pemimpin memang harus bertindak. Tidak boleh diam apalagi
sengaja mendiamkan. Kemudian soal marah, itu pun wajar saja. Hampir semua
pemimpin pernah marah. Ahok marah, Ganjar Pranowo marah, Tri Rismaharini marah,
Susi Pudjiastuti marah, bahkan sosok “kalem” Joko Widodo pun pernah marah.
Persoalan paling mendasar adalah apakah kemarahan sang
pemimpin bisa memberikan dampak atau tidak. Membawa perubahan atau tidak.
Konon, setelah kemarahan Zola, pelayanan di RSUD Raden Mattaher mendadak
menjadi lebih baik.
Demikian laporan beberapa media. Pertanyaannya, sampai
berapa lama ?. Jangan sampai perbaikan perubahan pelayanan tersebut hanya
sesaat, kemudian kembali lagi seperti biasanya.
Artinya, kemarahan Zola kemarin harus segera
ditindaklanjuti dengan melakukan langkah-langkah nyata guna mewujudnyatakan
perubahan yang radikal. Manajemen dan sistem pelayanan publik harus dievaluasi
secara menyeluruh.
Kekhawatiran saya, buruknya pelayanan publik bukan lagi soal
karakter atau sikap orang per orang, melainkan sudah seperti budaya organisasi.
Sudah mengakar kuat, sudah terjadi turun-temurun. Sehingga tanpa komitmen yang
sungguh, mustahil bisa mengubahnya.
Kemarahan Gubernur haruslah menjadi momentum bukan monumen.
Momentum terjadinya perubahan perbaikan pelayanan publik menjadi lebih baik.
Bukan sekadar monumen (peringatan) bahwa Gubernur pernah sidak dan marah-marah
di tempat tersebut, heboh diliput media massa, lalu menjadi konsumsi publik
selama beberapa hari.
Jika Gubernur pernah sidak lalu marah-marah di suatu
tempat, mestinya harus bisa dipastikan akan terjadi perubahan pasca sidak
tersebut minimal hingga selesainya masa jabatan sang Gubernur. Itulah hakekat
momentum.
Mari evaluasi bersama, meski untuk “kasus” yang berbeda,
ternyata dalam dua tahun terakhir, RSUD Raden Mattaher sudah dua kali disidak
sang Gubernur.
Selanjutnya, kita evaluasi juga apakah pelayanan publik di
kantor Samsat sudah lebih baik pasca disidak Gubernur. Selanjutnya pada hari
pertama pasca libur lebaran tahun ini, apakah disiplin PNS akan meningkat dan
lebih baik setelah tahun lalu juga disidak oleh Gubernur.
Memberikan sanksi pada belasan orang “naas” yang kebetulan
sedang bertugas saat sidak jelas tidak cukup. Buruknya pelayanan publik
khususnya di rumah sakit pemerintah sudah cukup lama dikeluhkan warga.
Sudah
banyak yang menjadi korban akibat ditelantarkan. Bukan rahasia lagi misalnya,
pasien BPJS sering tidak mendapatkan pelayanan yang prima dari para petugas.
Mendesak untuk segera dilakukan evaluasi terkait kuantitas
sekaligus kualitas para petugas. Secara kuantitas, apakah jumlah petugas yang
ada saat ini sudah mencukupi atau belum. Secara kualitas, kinerja petugas mulai
dari tingkat terbawah hingga teratas harus dievaluasi, masih layak
dipertahankan atau mendesak harus diganti.
Pelayanan prima untuk publik terlebih lagi yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat (pendidikan, kesehatan, administrasi kependudukan)
merupakan bukti nyata kehadiran negara (baca; pemerintah). Tanpa itu,
masyarakat akan terus berteriak nyaring bahwa pemerintah tidak pernah hadir.
Memilih dan menempatkan aparat/petugas yang sungguh-sungguh
untuk melayani masyarakat merupakan salah satu indikator keberhasilan pemimpin
dan tentunya sangat terkait erat dengan tercapainya tugas dan fungsi pemerintah
itu sendiri sebagai pemimpin sekaligus pelayan masyarakat.
Sekali lagi, publik menginginkan agar sidak Zola kemarin
harus menjadi momentum tidak sekadar monumen. Tanpa ada perubahan yang nyata
khususnya terkait pelayanan publik, masyarakat Jambi tentunya hanya akan
berharap sembari berdoa agar Pak Gubernur tetap sehat dan kuat sehingga semakin
giat dan rutin melakukan sidak dan marah-marah. (Penulis adalah Alumnus FISIPOL
USU dan Seorang PNS, tinggal di Jambi)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE