Oleh: Rosenman Manihuruk
Jambipos Online-Keberadaan Suku Anak Dalam (SAD) atau biasa dikenal dengan
sebutan Orang Rimba, kini sudah mendunia. Bahkan seluruh elemen masyarakat,
lembaga agama, pemerintah dan organisasi massa berlomba-lomba untuk
memberdayakan masyarakat SAD dari kebodohan dan ketertinggalan.
Lembaga Gereja Hurian Kristen Batak Protestan (HKBP) dan
Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) juga ikut berpartisipasi
memberdayakan masyarakat SAD di wilayah Provinsi Jambi. Pemberdayaan kedua
lembaga Gereja ini dengan Misi mengajarkan menulis, membaca dan berhitung
(Calinstung) dan juga soal kesehatan.
Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke permukiman SAD
di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi,
Jumat (30/10/2015) sore lalu menjadi peneguhan kalau keberadaan SAD harus
dilakukan secara manusiawi. Bahkan Jokowi satu-astunya Presiden RI yang kali
pertama mengunjungi SAD.
Sementara Film Sokola Rimba yang menceritakan tentang
perjuangan Butet (Marsaulina) Manurung (diperankan oleh Prisia Nasution) selama
menjadi pengajar bagi masyarakat Suku Anak Dalam yang dikenal dengan sebutan
Orang Rimba atau lebih populer dengan sebutan Orang Kubu di pedalaman hutan
Bukit Duo Belas, Jambi.
Kisahnya berawal saat Butet hendak pergi mengajar lalu mendadak
terkena demam malaria di tengah hutan dan diselamatkan oleh seorang anak Orang
Rimba.
Selanjutnya diketahui anak tersebut bernama Nyungsang Bungo,berasal dari
Hilir Sungai Makekal yang jauh dari tempat di mana Butet mengajar yakni di hulu
sungai. Bungo ini ternyata diam-diam sering mengintip kegiatan Butet ketika
mengajar baca tulis bersama anak-anak Orang Rimba di hulu sungai.
Film Drama Indonesia Sokola Rimba dirilis pada 21 November
2013. Film ini dibintangi oleh Prisia Nasution dan Nyungsang Bungo. Filim Sokola
Rimba mendapat Penghargaan Film Terbaik Piala Maya 2013, Pemeran Utama Wanita
Terfavorit Indonesian Movie Awards 2014 dan Nominasi Pemeran Anak Terbaik
Indonesian Movie Awards 2014. Filim Sokola Rimba Disutradarai oleh Riri Riza, Produser
Mira Lesmana, Pemeran Prisia, Nasution, Rukman Rosadi, Nadhira
Suryadi, Nyungsang Bungo. Distributor Visi
Lintas Films, Durasi 90 menit.
Organisasi yang sudah lama memberdayakan SAD adalah KKI Warsi.
Namun seiring perjalanan waktu, lembaga lain juga ikut memberdayakan SAD untuk
kebaikan. Butet Manurung adalah salah satu Guru SAD yang berbakti untuk SAD sejak
lama.
Melalui Yayasan Sinalsal, GKPS juga memberdayakan SAD di
Kabupaten Sarolangun, Merangin empat tahun terakhir ini. Bahkan GKPS menempatkan
empat orang tenaga pengajar relawan (Guru) untuk SAD di sana. Bahkan juga ada
ditempatkan Pendeta untuk memberdayakan SAD.
Sementara Biro Sending Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)
telah membuka sanggar belajar untuk SAD atau komunitas Orang Rimba di Desa
Pemayongan, Tebo, Provinsi Jambi sejak tahun 2010 lalu. Program tersebut
menorehkan bahwa HKBP juga peduli dengan insan sesama, khususnya suku terpencil
di pedalaman Provinsi Jambi.
Pdt Bernat Siagian MTH pernah mengatakan, peletakan batu
pertama pembangunan sanggar belajar itu telah dilakukan oleh Kepala Biro
Sending HKBP, Pdt COR Silaban, STh di Desa Pemayongan, Kabupaten Muaratebo,
Provinsi Jambi, 13 Juni 2012 lalu.
Acara peletakan batu pertama pembangunan sanggar belajar
khusus SAD guna sarana belajar membaca, menulis dan berhitung (Calinstung)
Orang Rimba, dihadiri Anton Panjaitan, tokoh masyarakat (pakai jaket) setempat
dan Kepala Suku SAD, Buyung.
Pada lokasi yang sama juga dibangun pembangunan rumah
tinggal pelayan Sending HKBP dan Sanggar Belajar SAD Tebo. Dirinya juga
mengajak yang lain untuk turut serta mendukung dan mendoakan. Karena masih
banyak kebutuhan dan rintangan untuk
kelanjutan pelayanan di sanggar belajar tersebut.
Pada Maret 2013 lalu, saat itu Sekretaris Jenderal (Sekjen)
HKBP, Pdt Mori Sihombing MTh didampingi Kepala Departemen Marturia HKBP, Pdt
Marolop P Sinaga MTh dan Kepala Biro Sending (PI) HKBP, Pdt. C.O.R Silaban, STh
meninjau sanggar belajar Suku Orang Rimba di Desa Pemayongan Tebo, Provinsi
Jambi, (15-16/3/2013). Sanggar belajar itu diprakarsai HKBP Distrik XXV Jambi
untuk memberdayakan suku Orang Rimba dari keterbelakangan sosial.
Pdt Mori Sihombing MTh mengatakan, di Jambi ada Suku Anak
Dalam sudah tertinggal sejak ratusan tahun lalu. “Di Jambi ini ada SAD sejak
ratusan tahun silam. Mereka sangat tertinggal dengan etnik lain. Kalau tidak
ada yang menyentuh, memperhatikan dan memperjuangkan mereka, maka satu abad
lagipun keadaan mereka akan tetap demikian. Justru itulah HKBP terpanggil.
Bukan untuk mengkristenkan tetapi mencoba sekuat mungkin, sekecil apapun daya,
dana HKBP, tapi HKBP mau menunjukkan kepeduliannya kepada mereka,”katanya.
Disebutkan, HKBP mau mendidik mereka lewat Biro Sending
HKBP membuka sanggar belajar untuk SAD atau lebih dikenal dengan komunitas
Orang Rimba di Desa Pemayongan, Tebo, Provinsi Jambi.
Program tersebut menorehkan bahwa HKBP juga peduli dengan
insan sesama, khususnya suku terpencil di pedalaman Provinsi Jambi. Program
pemberdayaan lewat sanggar belajar merupakan langkah awal terhadap komunitas
SAD di Provinsi Jambi.
“Jika komunitas SAD itu terpelajar, maka hidup mereka akan
berobah. Suatu saat satu atau hingga sepuluh orang SAD ada yang terpelajar,
tidak mustahil mereka akan bisa masuk PNS atau pejabat nantinya. Maka etniknya
oleh mereka yang terpelajar akan dibawa ke alam yang lebih maju. Sehingga di
Indonesia ini tidak ada lagi suku yang tertinggal,”katanya.
Menurut Pdt Mori Sihombing MTh, SAD juga adalah warga
Indonesia yang serupa haknya dengan etnik lain dan mereka juga merupakan anak
bangsa asset dari Negara tercinta ini.
“Itu sebabnya HKBP bukan konteks penginjilan untuk
mengkristenkan, tapi mission empower atau misi untuk memberdayakan mereka.
Supaya mereka menjadi orang-orang terpelajar dan terhormat suatu saat. Nanti
kalau mereka memutuskan mau masuk agama Kristen abtudate, dan mereka memutuskan
masuk agama Islam itupun keputusan meraka jika mereka sudah
terpelajar,”katanya.
Disebutkan, memang sudah banyak pihak-pihak yang
memberdayakan SAD seperti Warsi dan bahkan dari Luar Negeri. Namun HKBP ingin
berbuat untuk SAD semampu HKBP.
“Butet (Marsaulina) Manurung itu terkenal, dan beliau sudah
meninggalkan SAD mungkin ada tugas yang lain yang sama. Kita sangat hormat
dengan Butet Manurung. HKBP bukan mau menjadi seperti Butet Manurung, tidak
sama sekali. Tapi HKBP ingin berbuat. Maka itu sebabnya ada mimpi kami saat
ini, bagaiman agar SAD menjadi orang terpelajar. HKBP dengan sekuat tenaganya
akan mencoba untuk membangun Sekolah Dasar di
komunitas SAD di Desa Pemayongan Tebo,”kata Pdt Mori Sihombing MTh.
Guru-guru akan dikirim oleh HKBP. Kelanjutannya juga
tergantung kesediaan Pemerintah Kabupaten Tebo dan Pemerintah Provinsi Jambi. “Nanti
kalau ada koordinasi kerjasama selama 6 tahun mereka SD, SAD bisa ditompangkan
mengikuti ujian di SD yang lain, walaupun mereka sekolah di hutan-hutan. Nanti
kalau ada SAD yang cerdas bisa lanjut ke SMP, SMA, Perguruan Tinggi. Itu
hitungannya hanya 16 tahun yang akan datang,”katanya.
Pdt Mori Sihombing MTh juga membantah kalau ada pihak yang
menilai kalau HKBP ingin mengkristenkan SAD di Jambi. “Itu tidak benar, HKBP
pemberdayaan pendidikan formal dan non formal agar SAD terpelajar dan bisa
hidup lebih maju kelak,”katanya.
Sementara Kepala Biro Sending HKBP, Pdt. COR Silaban, STh
mengatakan, peletakan batu pertama pembangunan sanggar belajar itu telah
dilakukan Biro Sending HKBP di Desa Pemayongan, Kabupaten Muaratebo, Provinsi
Jambi, 13 Juni 2012 lalu.
Pdt. COR Silaban, STh juga mengucapkan apresiasi kepada Pdt
Bernat Siagian MTh (kini melayani di Jaya Pura) yang berjuang merintis sanggar belajar Suku Orang Rimba di Desa
Pemayongan Tebo.
Masuk Agama Islam
Dalam hal religius, SAD diberikan kebebasan untuk memilih
sendiri Agamanya. Tidak ada unsur pemaksaan soal keyakinan kepada SAD selama
ini. Sebanyak 404 warga Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba Jambi yang
berada di pedalaman Provinsi Jambi masuk Agama Islam.
Syaratnya mereka mengucapkan Ikrar dua kalimat Syahadat
yang akan berlangsung di Balai Adat Tanah Pilih Pusako Batuah Kota Jambi, Senin
(30/1/2017). Pengucapan ikrar dua kalimat Syahadat itu akan dipimpin
Walikota Jambi Syarif Fasha dan Ustad Syekh Ali Jaber.
Jumlah warga SAD yang bersama-sama akan masuk Islam terdiri
dari 124 laki-laki dewasa, 114 wanita dewasa. Sementara sisanya anak-anak usia
7 - 12 tahun yang terdiri dari 90 orang anak laki-laki dan 76 orang anak
wanita.
Kata Wali Kota Jambi H Syarif Fasha awalnya ia mendapat
informasi dari Lembaga Adat Kota Jambi. Selaku Pemangku Adat, dirinya menyatakan
kesanggupannya untuk memfasilitasi kegiatan itu secara pribadi sesuai dengan
aturan agama dan perundang-undangan yang berlaku. Fasha juga minta agar
kegiatan itu dikerjasamakan dengan pihak-pihak terkait lainnya.
Masih Terpinggirkan
Aktifitas Orang Rimba di Bukit 12, Kabupaten Batanghari Jambi.
|
Orang Rimba Jambi hingga kini masih mempertahankan tradisi
yang diturunkan nenek moyang mereka. Mereka tinggal di Taman Nasional Bukit 12
Provinsi Jambi, namun kini keberadaannya dikabarkan semakin terpinggirkan
akibat perambahan habitat mereka oleh perkebunan skala besar.
Dalam hidup berkelompok, Orang Rimba memiliki aturan adat.
Kendati demikian, mereka juga bisa berbaur dengan masyarakat umum dan yang di
luar suku. Tetapi, sekarang keberadaan mereka tampak terpinggirkan. Terlebih
lagi saat adanya perubahan status wilayah Bukit 12 menjadi Taman Nasional pada
2000.
Pemerhati Suku Anak Dalam Bukit 12, Willy Marlupi,
mengatakan, saat ini ada beberapa permasalahan yang melingkari kehidupan Suku
Anak Dalam. Salah satunya adalah belum diakomodasikannya kehidupan mereka yang
memiliki kebudayaan dan adat istiadat dalam mempertahankan hidup.
“Dalam bertahan hidup di Bukit 12, mereka terbiasa untuk
berburu dan berladang. Namun sejak dijadikan Taman Nasional, mereka tidak
tampak tidak punya pilihan selain keluar. Ini merupakan pengusiran secara
halus," ujarnya.
Kata Willy, pemerintahan harus mencari akar permasalahan
tersebut. Misalnya, memberikan hunian, namun bukan sekadar tempat tinggal. Di
lokasi itu mesti ada sarana bagi mereka dalam bertahan hidup sesuai adat
istiadat yang sudah diwariskan oleh nenek moyang seperti berladang dan berburu.
“Saat ini terjadi benturan antara aturan dengan kultur
Orang Rimba dan ini harus segera diakomodasi. Jangan sampai pembangunan hunian
yang dibangun oleh pemerintah di lima titik menjadi mubazir karena tidak
ditempati mereka karena tidak adanya sarana bagi mereka untuk bertahan hidup
seperti berladang dan berburu," kata Willy.
SAD Dalam Belajar
Samiaji Sapto Wibowo, guru asal Bandung sejak 2015 mengajar
anak-anak di Suku Anak Dalam, Jambi. Tak mudah baginya untuk mengajar anak-anak
di sana. Pada awal kedatanganya, dia mengaku stres dan bingung bagaimana cara agar
anak-anak tersebut mau belajar.
Menurutnya, anak-anak setempat kesulitan mengikuti kegiatan
belajar mengajar di sekolah formal. Selain karena tak terbiasa duduk diam di
kursi, warga sekolah juga kerap memandang mereka sebelah mata.
“Mereka tidak bisa masuk sekolah formal. Alasannya karena
banyak masyarakat sekitar yang membully mereka. Saat masuk, masyarakat
transmigrasi banyak yang membully. Batin Suku Anak Dalam enggak terima. Mereka
diperlakukan seperti anak yang sangat bodoh," ujar dia.
Atas dasar itu, anak-anak Suku Anak Dalam memilih tak
memasuki sekolah formal. Di samping memang, masalah pendidikan belum menjadi
prioritas kebutuhan mereka seperti pangan.
Sebelum kegiatan belajar dimulai, anak-anak yang terbagi
dalam dua kelompok yakni Taman Kanak-kanak (usia 3-6 tahun) dan paket A (6
tahun ke atas) mendapatkan sarapan sekira pukul 07.00 WIB.
“Meningkatkan minat belajar mereka ibarat kerja keras.
Kebutuhan dasar mereka itu bagaimana perut kenyang. Salah satu alternatifnya,
saya setiap hari memberi makan anak-anak. Agar mereka bisa terima materi, saya
harus penuhi perut mereka," jelas Aji.
Setelah itu, mereka yang belum bisa mandi sendiri,
dimandikan dan diberi seragam layaknya anak-anak yang belajar di sekolah
formal. Aji mengaku tak mengikuti kurikulum yang diterapkan pemerintah, namun
lebih menyesuaikan pada kebutuhan anak-anak di sana.
“Proses belajar, anak-anak bisa sambil tiduran, asal mereka
fokus belajar. Ada meja tetapi tidak ada kursi. Karena mereka tidak nyaman,
tidak terbiasa. Sekolah harus dibuat nyaman untuk mereka. Saya pernah masukan
anak-anak di sekolah formal, mereka enggak bisa duduk diam," kata dia.
Inovasi Aji berbuah manis. Selain membuat anak-anak
setempat mau belajar dan perlahan memahami cara membaca, menulis dan berhitung,
dia berhasil mendulang rezeki. Belum lama ini sebuah perusahaan yang
memfokuskan salah satu program CSR-nya pada pendidikan mengganjar inovasi Aji
dengan penghargaan untuk kategori Inovasi Karya Guru dan uang sebesar Rp15
juta.
Gandeng Kampus
Bantuan hunian tetap (huntap) kepada SAD yang ditinggalkan warga SAD di Desa Muara Kilis, Tengah Ilir Program Dinas KSPM Provinsi Jambi Tahun 2008. |
Sementara Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa saat
melakukan kunjungan kerja ke Jambi mengatakan bahwa berbagai intervensi
pemerintah disiapkan untuk mengatasi berbagai permasalah terkait Suku Anak
Dalam. Di antaranya, memberi tawaran hidup menetap dengan memberikan bantuan
hunian tetap (huntap).
Hal itu disebutkan Sosial Khofifah Indar Parawansa disela-sela
Peluncuran Layanan e-Warong Kelompok Usaha Bersama (Kube)-PKH Koperasi
Masyarakat Indonesia Sejahtera dan Peluncuran Bantuan Sosial Non Tunai Program
Keluarga Harapan (PKH) oleh Menteri Sosial Republik Indonesia, Khofifah Indar
Parawansa bertempat di Griya Mayang Mangurai Rumah Dinas Walikota Jambi, Jumat
(27/1/2017) siang lalu.
Disebutkan, terkait penyediaan tanah komunal segera
dikoordinasikan dengan pihak terkait, yaitu Kementerian Agraria dan Kementerian
Kehutanan. Selain itu, berdasarkan peraturan presiden akhir tahun lalu,
pemberdayan KAT di kabupten penanggungjawabanya bupati, di provinsi gubernur,
dan di pusat menteri sosial.
“Kami berharap mereka berkenan berintegarasi secara sosial,
sebab dalam pertemuan di KAT di Kabupaten Meranti, Riau, ada perwakilan Suku
Anak Dalam yang menyatakan siap menerima huntap,” tandasnya.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa juga mengungkapkan,
pihaknya akan menggandeng kampus-kampus agar program pemenuhan kesejahteraan
terhadap masyarakat adat terpencil terealisasi dengan baik. Salah satunya
kepada masyarakat Suku Anak Dalam.
Dia mengatakan, pihak kampus dan juga kampus yang ada di
Provinsi Jambi juga bisa dilibatkan untuk membangun persektif yang lebih baik
antara masyarakat sekitar dengan Suku Anak Dalam.
“Pendampingan untuk membangun perspektif dari masyarakat
setempat terhadap Suku Anak Dalam harus terbangun, ini loh saudara mereka. Sementara
untuk membangun perspektif baru terhadap masyarakat, kita membutuhkan waktu dan
perlu dilakukan secara terus menerus. Maka dari itu, keterlibatan pihak kampus
menjadi hal yang cukup utama,” katanya.
“Makanya pendampingan menjadi penting. Mudah-mudahan, ini
kami mendapatkan tim dari kampus. Saya menyebut kampus karena ada tim KKN
(Kuliah Kerja Nyata). Kalau KKN di situ terus bersambung-sambung,"
ungkapnya.
Selama ini, kata Mensos, pendamping itu orang setempat.
Maka dari itu, lanjut dia, pihaknya meminta dewan pakar karena mereka semua
orang kampus.
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE