ILUSATRASI |
Jambipos Online-Dalam sebuah pemberitaan dikabarkan seorang
tersangka mencabut surat kuasa yang telah diberikan kepada Advokat. Pencabutan
oleh tersangka tidak dijelaskan menjadi penyebab sehingga surat kuasa kemudian
dicabut.
Dalam praktek dunia hukum, pemberian surat kuasa maupun
pencabutan surat kuasa merupakan peristiwa yang lumrah. Bahkan tanpa penjelasan
sama sekali dari pemberi kuasa.
Namun bagi advokat, pemberian maupun pencabutan surat kuasa
merupakan peristiwa penting. Pemberian surat kuasa merupakan salah bentuk
penghargaan terhadap profesi terhadap Advokat.
Berbeda dengan pekerjaan lain, Advokat adalah profesi.
Dalam kode etik Advokat disebutkan “Advokat sebagai profesi terhormat (officium
nobile). Makna “Officium Nobile“ Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi
profesi Advokat sebagai profesi terhormat. Dengan demikian maka Advokat
menjunjung kemanusiaan, memberikan pelayanan hukum baik konsultasi hukum maupun
pembelaan hukum. Termasuk mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum
secara cuma-cuma bagi orang yang tidak mampu (prodeo).
Dengan demikian maka Advokat tidak dapat menolak dengan
alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin,
keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
Oleh karena itu maka “Advokat dalam melakukan tugasnya
tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih
mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan”, mandiri dan tidak
dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam
Negara Hukum Indonesia.
Sehingga didalam pelayanan hukum kemudian diutamakan kepada
pembelaan hukum. Baik yang terpinggirkan maupun tersisihkan dari dunia hukum.
Oleh karena itu Sehingga tidak salah kemudian Advokat dikenal sebagai profesi.
Bukan sebagai pekerjaan.
Sebagai sebuah profesi, maka terhadap Advokat kemudian
dikenal sebagai profesi kepercayaan. Dengan kepercayaan, maka masyarakat yang
membutuhkan pembelaan hukum kemudian menyandarkan kepada seorang advokat.
Persis dengan Dokter yang dipercaya seorang pasien terhadap
penyakitnya. Bahkan di kalangan dokterpun dikenal “second opinion” terhadap
diagnose suatu penyakit.
Namun didalam memberikan bantuan hukum dan pembelaan hukum
juga diperlukan berbagai displin ilmu (multidispliner). Ilmu dasar seperti
matematika, teknik, pertanian, perdagangan maupun ilmu lainnya membantu didalam
membedah kasus. Sedangkan ilmu terapan seperti psikologi, sosiologi,
antropologi, sejarah membantu untuk memahami karakter pemberi kuasa, memahami
saksi dan mengetahui “dibalik peristiwa” peristiwa hukum.
Cara memotret, membaca berkas, memahami karakter berbagai
pihak akan membantu menelusuri berbagai fakta dan dokumen sehingga menentukan
langkah hukum yang ditempuh. Termasuk menggunakan berbagai perangkat hukum dan
menggunakan ruang-ruang yang disediakan oleh Negara didalam menyelesaikan
hukum.
Di tangan pemberi kuasalah kemudian akhir didalam
penilaian. Apakah mempercayakan kepada seorang Advokat A atau kemudian kepada
Advokat B. Atau kemudian mempunyai kemampuan sehingga dapat tampil dimuka
persidangan.
Sehingga relasi yang sejajar kemudian menempatkan advokat
dan pemberi kuasa saling menghormati. Sehingga pencabutan surat kuasa tanpa
memberitahukan alasan pencabutan kepada Advokat akan memberikan catatan
tersendiri kepada Advokat. Sang Advokat kemudian dapat menilai kepada pemberi
kuasa terhadap relasi yang sudah dibangun dari rasa kepercayaan. (Penulis
Adalah Advokad, Aktivis Tinggal di Jambi)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE