Jambipos Online, Jakarta- Peneliti Eksekutif Senior
OJK Hendrikus Passagi menyebutkan, keberadaan penyedia layanan jasa keuangan
berbasis teknologi atau financial technology diharapkan mampu mengurangi
jumlah kebutuhan pembiayaan atau kredit di Indonesia yang saat ini mencapai Rp.
1000 triliun per tahun.
"Saat ini jumlah kebutuhan pembiayaan di Indonesia
mencapai Rp. 1000 triliun yang tidak bisa dipenuhi Industri Perbankan, IKNB dan
Pasar Modal," kata Hendrikus di Jakarta, senin (19/12).
Hendrikus mengatakan, dampak dari jumlah kebutuhan
pembiayaan yang belum bisa dipenuhi tersebut kemudian membuat banyak orang di
daerah tersebut kusulitan untuk meminjam uang dan kalaupun mereka meminjam akan
ke tengkulak di daerah.
"Jadi mereka pinjam dulu, atau istilahnya ijon.
kemudian harga ditetapkan oleh mereka, sehingga para pengamat menyebutnya
petani didaerah itu sulit menjadi kaya, dan yang menjadi kaya adalah para
pedagang atau tengkulaknya," katanya.
Pihaknya menyebutkan, inovasi atau perkembangan yang ada di
dalam penyedia layanan jasa keuangan berbasis teknologi tersebut merupan
isu-isu yang relevan jik dilihat dari arah kebijakan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Mulai dari isu Inklusi keuangan dan percepatan akses
keuangan di daerah yang kemudian ada Strategi Nasional Keuangan Inklusif
(SNKI), Paket Ekonomi Ekonomi ke 14 yang didalamnya ada pembiayaan start up dan
tim percepatan akses keuangan daerah," katanya.
Menurutnya apa yang dilakukan oleh para perusahaan
finansial berbasis teknologi informasi merupakan bagian atau salah satu upaya
memberi kontribusi positif bagi kebijakan yang sudah ada.
Terkait deng RPOJK yang sedang disusun pihaknya menyebutkan
kegiatan yang diatur adalah kegiatan pinjam meminjam berbasis teknologi
informasi off balance sheet bukan on balance sheet.
"Mengapa tidak on balance sheet, karena sudah ada
peraturan lain yang mengatur pinjaman on balance sheet, misalnya perbankan dan
perusahaan industri keuangan non Bank. Selain itu agar tidak berseberangan
dengan yang lainnya.
Ia menyebutkan, pinjaman off balance sheet akan lebih
mempermudah Penerapan Program Anti Pencucian Uang & Pencegahan Pendanaan
Terorisme (APU & PPT). Sebab jika dia pinjamnya langsung antara pemberi
pinjaman dengan penerima pinjaman maka itu secara independen memberikan
assessment atau penilaian.
"Dengan model pinjaman dengan sistem off balance sheet
akan mempermudah dan bisa merambah sampai ke daerah-daerah," ujarnya.
Pihaknya juga mendorong para perusahaan finansial berbasis
teknologi informasi agar unit bisnis mengikuti sistem off balance sheet.
"Hal itu untuk mengisi kebutuhan pembiayaan yang belum
dipenuhi oleh industri non bank dan pasar modal yang saat ini jumlanya sangat
besar," katanya. (Rel)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE