Jambipos Online Jakarta, - Pengamat kebijakan Publik Dahnil
Anzar Simanjuntak mewanti-wanti bahaya politik dinasti. Selain merampas
demokrasi dan hak publik, perilaku politik dinasti cenderung melahirkan rente
yang hanya menguntungkan kelompok.
Kasus pencucian uang yang menimpa Tubagus Chaeri Whardana
alias Wawan, yang tak lain adik Ratu Atut, merupakan contoh nyata buruknya
praktik dinasti politik.
Untuk itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus
benar-benar mengusut kasus pencucian uang Wawan karena pasti juga dinikmati
kroni keluarga. Alhasil, jangan sampai kasus itu mandeg.
"Kasus pencucian uang seharusnya bisa lebih
akseleratif sehingga mencegah tumbuh suburnya dinasti politik. Karena mereka
yang diduga melakukann pencucian dan praktik rente, dalam hal ini dinasti
politik di Banten," tegas Dahnil, saat dihubungi wartawan, Selasa (27/12).
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Saut Situmorang mengungkapkan dapat mengusut pencucian uang Wawan dengan
pendekatan follow money agar pelaku pasif bisa dijerat Diantara mereka adalah
istri Wawan yang menjadi Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rahmi Diany,
kemudian keponakannya Andika Hazrumy menjabat anggota DPR RI, serta Kakak
kandungnya yang menjadi Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah.
Dahnial mengatakan, akibat pengusutan pencucian uang
lamban, kerabat politik dinasti, masih bisa melenggang bebas. Padahal, dalam sejumlah persidangan Wawan dan
Atut, sejumlah kerabat seperti walikota Tangerang Selatan Airin Rahmy
disebut-sebut namun seakan-akan bukti hukum belum terang.
"Saya menyarankan KPK harus mengakselerasi, mengusut
kasus pencucian uang, termasuk ke kelompok lain, seperti anggota DPRD,"
tegasnya.
Dalam kasus Wawan, KPK sendiri sudah menyita berbagai benda
bergerak dan tidak bergerak, dari keluarga yang diduga memiliki kaitan dalam
perkara pencucuian uang.Untuk itu, KPK harus bergerak cepat juga mengusut
aliran dana ke keluarga lain, termasuk kepada Andika Hazrumi, yang kini
mencalonkan diri sebagai Cawagub dalam Pilkada Banten.
"Seharusnya memang disegerakan. Justru keterlambatan
proses hukum itu, juga membiarkan tumbuhnya dengan cepat dinasti politik. Contoh sederhana adalah Airin, termasuk Andika. Nalar publik tidak bisa kita
bohongi. Misalnya dulu, tiap hari Andika dengan Wawan. Ka,n tidak mungkin tidak
tahu dengan praktik praktik korupsi, pencucian uang," ujar Dahnial.
Dinasti politik, menurut Dahnial, harus dipotong dengan
cara politik. Jangan sampai, dinasti itu kembali, dengan wajah palsu
mengaku-ngaku dizholimi hingga menangis melankolis. Motif seperti itu selalu
dilakukan karena mereka, aktor dinasti politik, sadar bahwa masyarakat mudah
lupa, sehingga mudah diberdayakan dengan cara melankolis.
"Dinasti politik merampas demokrasi yang sehat,
dinasti politik ini tumbuh dari oligarki politik. Kasus di Banten, sudah sangat
kompleks, semua daerah kabupaten kota sudah menjadi bagian dinasti politik.
Dari anak, menantu, hingga saudara, tak heran korupsinya sangat masssif,"
tegas Dahnial.
Politik, bagi elit dinasti politik, hanya sekadar alat
saluran untuk rente. Memberikan pelayanan publik yang maksimal bukan jadi
tujuan utama.
"Politik cuma lahan untuk mengejear rente main proyek
APBD, itu yang terjadi di Banten," tegasnya.
Dihubungi terpisah, Peneliti ICW Firdaus Ilyas menambahkan,
kasus pencucian uang terhadap Wawan, jangan sampai mandeg. Dari hasil telusuran
penyidikan KPK, sebenarnya sudah jelas alurnyam kemana uang pencucian uang itu
diarahkan atau lewat siapa saja perantaranya.
"Dari hasil penyidikan itu kan sebenarnya bisa
terlihat. Banyak kroni Ratu Atut terlibat dalam proyek infrastruktur, kesehatan.
Kroni Atut diduga terlibat di banyak simpul proyek-proyek, dan
bermasalah," tegas Firdaus, saat dihubungi media, Selasa (27/12).
Firdaus menegaskan, KPK sudah sepantasnya mengembangkan
lebih jauh kasus TPPU Wawan, karena sudah terlihat siapa saja yang dijadikan
perantara aliran uang. Kemudian aliran
uang dalam bentuk apa saja, tinggal bagaimana KPK dengan sigap mengembangkan
kasusnya.
"KPK bisa Melihat siapa saja yang terlibat, atau dalam
konteks TPPU menaikkan kasus ini ke persidangan," tegasnya.
Dari temuan ICW dan sejumlah lembaga, dalam kurun waktu
tiga tahun (2011-2013) di dua instansi, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan
Dinas Bina Marga serta Tata Ruang Provinsi Banten, perusahaan milik keluarga
Atut mendapat 52 proyek dengan nilai
723, 4 miliar.
Setidaknya ada dua lapis gurita bisnis keluarga Atut cs.
Lapis pertama adalah perusahaan kepemilikan langsung, yang dikendalikan oleh
dinasti Atut. Kedua, perusahaan-perusahaan yang diindikasi sebagai bendera atau
kamuflase saja, misalnya punya afiliasi dengan jaringan bisnis.
"Korupsi kroni Atut, membuat hak publik dihilangkan.
Ketika kroninya muncul lagi, dengan janji muluk, orang mudah memaafkan dengan
janji muluk muluk atau gestur politik yang ramah tamah, kemudian melupakan
bahwa keluarganya bagian yang diindikasikan melakukan praktik korupsi yang
merugikan publik," tegasnya. (Rel- Riza Khairi-GANDI Indonesia)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE