Jambipos Online, Jakarta- Kelapa sawit saat ini
merupakan komoditas yang amat menjanjikan guna mendukung pertumbuhan
perekonomian, terutama di Indonesia. Apalagi dengan kondisi semakin menipisnya
sumber minyak bumi dan gas di dunia, pasar global kini semakin membidik kelapa
sawit.
Demikian diungkapkan ekonom dari Universitas Nasional
sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Ekonomi Internasional,
Ferdiansyah Ali, Kamis (10/11). Menurut dia, tak ada alasan Pemerintah
Indonesia untuk berpihak pada pengembangan industri kelapa sawit nasional.
"Pasar internasional kini sadar bahwa sumber minyak
bumi dan gas terus berkurang produksinya, harganya pun tak menentu. Minyak
sawit menjadi salah satu sumber yang menguntungkan dari aspek kebutuhan dan
harga. Nah, itu mulai di bidik sekarang dan jadi perebutan kepentingan
global," ujar Ferdiansyah.
Dia menyebutkan, prosepek perkebunan kelapa sawit harus
diakui berada di Indonesia, Malaysia dan beberapa negara di Afrika.
Banyak
negara-negara, terutama di wilayah Eropa, yang berusaha menaruh kepentingannya
di tiga kawasan penghasil kelapa sawit tadi agar ke depannya mendominasi pasar
global.
Apalagi kelapa sawit selain sebagai sumber energi baru, adalah bahan
baku dari sekitar 50% produk pangan, kosmetik, dan kebutuhan dasar lainnya.
"Pemerintah Indonesia jangan lengah dengan kepentingan
negara-negara lain di tingkat global. Kebijakan yang menguntungkan harus
diberikan ke industri sawit nasional. Cadangan minyak bumi dan gas kita juga
semakin berkurang, sudah saatnya menjadikan kelapa sawit sebagai basis
prioritas penerimaan negara," tutur Ferdiansyah.
Dia meminta agar pemerintah terus mengampanyekan ke kancah
internasional bahwa pengelolaan kelapa sawit Indonesia tidak menganggu
stabilitas alam berdasarkan fakta dan data akurat. Selain itu, juga perlu
disampaikan bahwa Indonesia siap berkerjasama dalam perdagangan kelapa sawit
global guna kepentingan ekonomi nasional.
"Namun yang harus di catat bahwa tetap pasokan
kebutuhan dalam negeri harus lebih besar daripada ekspor," ucap Ferdiansyah.
Banyak bentuk yang dilakukan negara-negara global dalam
kepentingan ekonominya di sektor kelapa sawit, khususnya Indonesia sebagai
produsen.
Fediansyah mencontohkan, tekanan mengubah kebijakan Indonesia
Sustainable Palm Oil (ISPO) ke Rountabel for Suistanable Palm Oil (RSPO) adalah
salah satunya.
"Kalau kebijakan diubah kan Indonesia akan terganggu
industri kelapa sawitnya sehingga tidak mampu bersaing di level perdagangan
global. Pada akhirnya, harus bernegosiasi ekonomi politik dengan negara asing
kemudian membuat kita di bawah dominasi mereka," kata Ferdiansyah.
Sebelumnya, Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP)
merilis data bahwa ekspor kelapa sawit nasional Januari hingga Agustus 2016
mencapai 28 juta ton ke sebanyak 26 negara. Jumlah tersebut semakin meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu hanya menembus ekspor ke 13
negara.
Diketahui, industri kelapa sawit Indonesia memang kerap di
kampanyekan tidak ramah lingkungan oleh LSM asing. Tetapi berdasarkan data
Kementerian Luar Negeri tentang daftar resmi LSM luar negeri yang beroperasi
dan bekerjasama dengan pemerintah tahun 2016, isu dilontarkan LSM tersebut
justru berasal dari lembaga tidak terdaftar. (Rel)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE