Jambipos Online, Jambi-Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jambi telah menetapkan tiga orang tersangka kasus dugaan korupsi pada
pembangunan perumahan PNS di Kabupaten Sarolangun. Ketiga tersangka yakni,
mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Sarolangun Hasan Basri Harun (HBH), serta dua
orang dari pihak swasta, yakni Ferry Nursanti dan Ade Lesmana Syuhada.
Menanggapi dirinya ditetapkan sebagai tersangka, HBH
mengaku tidak mengerti. Bahkan HBH juga mempertanyakan mengapa dirinya yang
dijadikan tersangka dalam kasus ini. “Kok saya yang jadi tersangka? Saya
sungguh tidak mengerti dan tidak tahu salah saya apa,” ujar HBH dalam sebuah keterangan
tertulisnya yang dibagikan kepada media Rabu (2/11/2016).
“Mengapa pelepasan tanah milik Pemkab Sarolangun untuk dibangun
perumahan PNS menyeret saya jadi tersangka? Padahal seluruhnya sudah melalui
proses yang benar, persetujuan bupati dan juga DPRD Sarolangun,” ujar HBH.
HBH mengatakan jika dirinya tidak mendapatkan keuntungan
sepeser pun dari proyek itu. “Tidak pernah saya mengumpulkan uang atau harta
kekayaan dari uang korupsi atau uang haram. Namun sebagai warga negara yang
baik, saya berkomitmen kuat untuk menghormati proses hukum. Saya memastikan
diri akan selalu taat hukum,” ujarnya.
Pria yang juga pernah menjabat sebagai mantan Wakil Bupati
Merangin ini menjelaskan, Kabupaten Sarolangun terbentuk pada tahun 1999 lalu,
dan Muhammad Madel ditunjuk menjadi Penjabat Bupati Sarolangun. Kemudian atas
perintah Madel, lanjut HBH, ia ditunjuk sebagai Sekda Sarolangun.
Pada awal terbentuknya, Sarolangun saat itu belum mempunyai PNS. Baru pada tahun 2000-2001 mulai banyak PNS yang mau mengabdi di Sarolangun. Namun kebanyakan dari PNS itu tidak memilik tempat tinggal di Sarolangun.
Pada awal terbentuknya, Sarolangun saat itu belum mempunyai PNS. Baru pada tahun 2000-2001 mulai banyak PNS yang mau mengabdi di Sarolangun. Namun kebanyakan dari PNS itu tidak memilik tempat tinggal di Sarolangun.
Guna efektifitas kerja aparatur, Pemkab Sarolangun berpikir
untuk membangun rumah bagi PNS dengan fasilitas KPR BTN. Guna mewujudkan hal
itu, Bupati Muhammad Madel saat itu menyurati Ketua DPRD Sarolangun dengan
surat bernomor 188.342/2791/hk tertanggal 09 Oktober 2002.
“Isi surat itu adalah permohonan persetujuan DPRD Sarolangun untuk melepaskan dari status hukum milik daerah atas tanah Pemkab Sarolangun seluas lebih kurang 30 hektar. Rencananya akan dibangum 600 unit rumah dengan masa cicil 15 tahun, dengan fasilitas KPR BTN,” kata HBH.
“Isi surat itu adalah permohonan persetujuan DPRD Sarolangun untuk melepaskan dari status hukum milik daerah atas tanah Pemkab Sarolangun seluas lebih kurang 30 hektar. Rencananya akan dibangum 600 unit rumah dengan masa cicil 15 tahun, dengan fasilitas KPR BTN,” kata HBH.
Kemudian tanggal 25 November 2002, DPRD Sarolangun menjawab
surat Bupati Madel. Dalam surat DPRD Sarolangun nomor 740/260/DPRD itu, berisi
persetujuan pelepasan hak atas tanah milik Pemkab Sarolangun, sesuai permintaan
Bupati Madel. Saat itu, kata HBH, surat ditandatangani Ketua DPRD Sarolangun
Tomi Ilyas.
“Sebelumnya atas saran Bapertarum, untuk membangun
perumahan harus dibentuk suatu badan khusus. Maka oleh Pemkab Sarolangun
didirikanlah Koperasi Pergawai Negeri Perkasa. Disahkan pada 30 Juni 2001,”
ujar HBH.
Berdasarkan surat persetujuan DPRD, maka pada tanggal 11
Agustus 2005, dirinya selaku Sekda dan atas nama Pemkab Sarolangun, melakukan
pelepasan hak atas tanah kepada Koperasi Perkasa yang diketuai Joko Susilo,
yang saat itu menjabat sebagai Kabag Perekonomian Pemkab Sarolangun.
Disebutkan, pelepasan hak atas tanah ini sebelumnya sudah dilegalisasi oleh panitia pengadaan tanah Kabupaten Sarolangun dengan nomor legalisasi 580-05-2005. Panitia ini berjumlah sembilan orang, yakni Muhammad Madel selaku ketua tim, kemudian Nawawi, SH Agung Widakdo, SE, Ir. Hendri Sastra, M.Si, Ir. Budidaya, M.Fors, SE, Amaldi, BA, M Haris, Drs. Yusni AB, dan H Baharudin Hamid.
“Setelah proses pelepasan, saya sama sekali tidak mengetahui proses selanjutnya, karena pembangunan dan hal lainnya sepenuhnya dilakukan oleh Koperasi Perkasa,” beber HBH.
Disebutkan, pelepasan hak atas tanah ini sebelumnya sudah dilegalisasi oleh panitia pengadaan tanah Kabupaten Sarolangun dengan nomor legalisasi 580-05-2005. Panitia ini berjumlah sembilan orang, yakni Muhammad Madel selaku ketua tim, kemudian Nawawi, SH Agung Widakdo, SE, Ir. Hendri Sastra, M.Si, Ir. Budidaya, M.Fors, SE, Amaldi, BA, M Haris, Drs. Yusni AB, dan H Baharudin Hamid.
“Setelah proses pelepasan, saya sama sekali tidak mengetahui proses selanjutnya, karena pembangunan dan hal lainnya sepenuhnya dilakukan oleh Koperasi Perkasa,” beber HBH.
Tiga Tersangka
Pasca penetapan tiga tersangka dugaan korupsi
pembangunan perumahan PNS di Sarolangun, penyidik memeriksa tujuh orang saksi, Selasa
(1/11/2016). Saksi dimintai keterangan untuk tiga tersangka berinisial HBH, AL
dan FN.
Tiga tersangka adalah Hasan Basri Harun, mantan sekretaris
daerah Sarolangun, AL adalah Ade Lesmana dan FN adalah Ferry Nursanti, dari
rekanan.
Kasi Penyidikan Kejati Jambi Imran Yusuf mengatakan, pada
tahap penyidikan, penyidik memeriksa tujuh pejabat di Pemkab Sarolangun. Ke
tujuh saksi adalah Iskandar, kepala DPKAD; Ridwan, Kabid Adm dan pemerintahan;
Sahlan Kabid Aset; Emalia, kepala inspektorat yang merupakan mantan bendahara
koperasi.
Selanjutnya, mantan ketua koperasi Irma yang sekarang
menjabat kasubag rumah tangga. Lalu, Joko dan Edward, merupakan mantan ketua
koperasi, pada periode berbeda. Saksi diperiksa terkait pengetahuan mereka soal
pengalihan aset.
"Penyidik menjadualkan lima orang saksi lagi, Kamis
besok. Saksi-saksi ini sudah pernah diperiksa dan dimintai keterangan,"
katanya.
Menurut Imran, penyidik masih terus melakukan pemeriksaan
dan mengembangkan kasus ini. Dan soal kemungkinan keterlibatan pihak lain bisa
saja terjadi. “Segala sesuatu mungkin saja, tapi harus berdasarkan alat bukti,”
tegasnya.
Untuk diketahui, pada pembangunan perumahan PNS Sarolangun
tahun 2002, pemerintah kabupaten menjalin kerjasama dengan Koperasi Pegawai
Negeri (KPN) Pemkasa, untuk melakukan pembangunan perumahan. Dalam
pelaksanaan pembangunan, pihak koperasi bekerjasama lagi dengan sebuah
developer.
Ditargetkan akan dibangun 600 unit rumah, yang
diperuntukkan bagi PNS di Pemkab Sarolangun. Namun, hanya 60 PNS yang
mengajukan akad kredit, sehingga terbangun 60 unit rumah. Tahun 2013, tiga
pecahan sertifikat diagunkan oleh pihak Koperasi dan developer, senilai Rp
2 miliar dengan dalih untuk membangun perumahan PNS.
Eksekusi
Dua mantan sekretaris daerah (Sekda), Selasa (1/11/2016) lalu
dieksekusi oleh jaksa. Keduanya ialah mantan Sekda Provinsi Jambi Syahrasaddin
dan mantan Sekda Sarolangun Hasan Basri Harun (HBH).
Syahrasaddin- digiring ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Klas IIA Jambi sekitar pukul 10.00 Selasa (1/11/2016). Ia tersandung kasus
korupsi dana Kwarda Pramuka Jambi 2011-2013. Sedang HBH, baru ditetapkan
sebagai tersangka pada kasus dugaan korupsi pembangunan perumahan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) di Sarolangun.
Sadin, mantan Ketua Kwarda Pramuka Privinsi Jambi itu
dieksekusi oleh tim eksekutor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi. Dia menjalani
hukuman pidana yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Kasi Pidsus Kejari Jambi Arief Syafriyanto membenarkan
eksekusi terhadap Sadin -panggilan akrab Syahrasaddin-. "Tadi pagi
(kemarin, red) telah kita eksekusi di Lapas Jambi. Dia kooperatif dengan datang
langsung ke Lapas tanpa surat panggilan," kata Arief.
"Kita cuma koordinasi dengan pengacaranya, jadi dia,
istrinya dan pengacara datang. Lalu langsung ke lapas," tambahnya.
Heri Najib, penasehat hukum Syahrasaddin menjelaskan,
kliennya sudah menerima hukuman satu tahun yang dijatuhkan MA. Tidak ada
rencana mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). "Tadi pagi
(kemarin, red) sekitar jam 10 sudah dieksekusi di LP," tegasnya.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang
diajukan terpidana kasus dana hibah APBD Pemprov Jambi untuk kegiatan
Perkemahan Putri Nasional (Perkempinas) 2012 dan dana rutin Kwarda Pramuka
2011-2013, Syahrasaddin.
Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung dengan nomor 1837
K/PID.SUS/2015 tertanggal 15 Februari 2016. Sidang kasasi diputus oleh majelis
hakim yang diketuai hakim Prof Abdul Latief H, Syamsul Rakan Chaniago dan HM
Syarifuddin serta Rahayuningsih sebagai Panitera.
Majelis hakim menyatakan menolak permohonan kasasi yang
diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan kasasi yang diajukan oleh terdakwa
Syahrasaddin. Atas putusan itu, Sadin dipastikan akan menjalani vonis setahun
penjara seperti yang sudah diputuskan oleh Pengadilan Tinggi Jambi di tingkat
banding.
Selain hukuman selama 1 tahun penjara, Syahrasaddin juga
diharuskan membayar denda Rp 50 juta, subsidair 1 bulan kurungan, dan wajib
mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 316 juta. (Berbagai Sumber/JP-03)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE