Lahan Sawit di Jambi.Dok Jampos |
Jambipos Online, Jakarta- Potensi yang dihasilkan dari
kelapa sawit Indonesia di tengarai menganggu pengelolaan perkebunan nabati
seperti kedelai dan minyak bunga matahari milik negara-negara di kawasan Eropa
dan Amerika.
Agar menjaga perkebunannya tersebut, negara-negara Eropa
dan Amerika tersebut coba mengintevensi Indonesia untuk menerapkan trade
barier, seperti contohnya Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO), High
Conservation Value (HCV), dan berbagai standar-standard lain yang terhadap
produk kelapa sawit Indonesia bila ingin tetap ikut pada perdagangan global.
Padahal Indonesia sudah memiliki kebijakan dan regulasi kelapa sawit nasional,
yakni Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang telah lama dilaksanakan dan
wajib bagi seluruh perusahaan kelapa sawit yang beroperasional di wilayah
negara Republik Indonesia.
"Negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat itu
motifnya karena terganggu hasil perkebunan minyak nabati lain milik mereka,
seperti kedelai dan bunga matahari. Kelapa sawit di Indonesia areal lahannya
kecil namun pridutivitasnya tinggi, sedangkan minyak nabati lainnya itu di
Eropa dan Amerika, lahannya luas tapi produktivitas rendah, bahkan sering
rugi," ujar Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gus Dalhari
Harahap, Selasa (8/11).
Negara-negara di Eropa dan Amerika itu, ucap Dalhari, ingin
supaya harga produksi minyak kedelai maupun bunga mataharinya tetap mahal di
level global. Selain itu, terjadi keseimbangan harga antara minyak kelapa sawit
dan kedelai serta bunga matahari.
"Jadi supaya harga produksi perkebunan mereka tidak
jatuh sekali. Apalagi sekarang kelapa sawit amat diminati di perdagangan
global," Dalhari menuturkan.
Pendapat lain yang dikemukakan Dalhari adalah, untuk
menggusur bisnis kelapa sawit Indonesia di level global, selain mengintervensi
kebijakan pengelolaan kelapa sawit tadi, negara-negara Eropa dan Amerika juga
memainkan isu-isu kampanye hitam.
"Ada saja yang mereka gulirkan isunya, soal lingkungan
hidup, kebakaran hutan, efek rumah kaca, tidak berkelanjutan dan lainnya,
padahal selama ini petani kelapa sawit Indonesia tidak mengganggu alam.
Perkebunan kelapa sawit amat memperhatikan keberlanjutan lingkungan," ujar
Dalhari.
Terkait kebijakan moratorium penambahan areal kelapa sawit,
menurut Dalhari, juga bagian strategi yang dilakukan negara-negara di Eropa dan
Amerika untuk menekan Pemerintah Indonesia. Negara-negara di Eropa takut
semakin luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia, maka akan mematikan kedelai
dan minyak bunga matahari.
Dalhari merasa bila upaya negara-negara di Eropa dan
Amerika menganggu pengelolaan perkebunan kelapa sawit nasional tak di sadari
Pemerintah Indonesia, maka ke depannya korporasi asing bakal merambah menguasai
perkebunan kelapa sawit secara keseluruhan.
Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP) merilis, ekspor
kelapa sawit Indonesia pada Januari hingga Agustus 2016 mampu menembus ke 26
negara. Kondisi tersebut tentu saja mengalami peningkatan dibandingkan periode
yang sama tahun 2015 yaitu 13 negara saja. (Rel)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE