Jambipos Online,
Jambi-Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Oktober 2016
memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) sebesar 25 bps dari 5,00%
menjadi 4,75%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi
4,00% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 5,50%, berlaku efektif
sejak 21 Oktober 2016.
Bank Indonesia meyakini bahwa pelonggaran kebijakan moneter
tersebut sejalan dengan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi, khususnya
inflasi tahun 2016 yang diperkirakan mendekati batas bawah kisaran sasaran,
defisit transaksi berjalan yang lebih baik dari perkiraan, surplus neraca
pembayaran yang lebih besar, dan nilai tukar yang relatif stabil.
Di tengah masih lemahnya perekonomian global, pelonggaran
kebijakan moneter tersebut diyakini semakin memperkuat upaya untuk mendorong
permintaan domestik, termasuk permintaan kredit, sehingga dapat terus mendorong
momentum pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi
kebijakan bersama Pemerintah untuk memastikan pengendalian inflasi, penguatan
stimulus pertumbuhan, dan pelaksanaan reformasi struktural berjalan dengan
baik, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pemulihan ekonomi global masih berlangsung lambat dan tidak
merata. Ekonomi AS diperkirakan tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya,
sementara Eropa dan India diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari perkiraan
sebelumnya.
Prakiraan pertumbuhan ekonomi AS yang lebih rendah tersebut
tercermin dari indikator konsumsi yang belum solid dan investasi yang
diperkirakan masih mengalami kontraksi.
Sejalan dengan itu, Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan hanya akan
mengalami kenaikan satu kali pada tahun 2016.
Kondisi ketenagakerjaan Eropa yang membaik telah mendorong
kenaikan pendapatan dan menopang perbaikan konsumsi. Di sisi lain, konsumsi di
India diperkirakan meningkat didukung oleh kenaikan pendapatan.
Di pasar komoditas, harga minyak dunia masih pada level
yang rendah, sejalan dengan masih tingginya produksi minyak OPEC. Sementara
itu, mayoritas harga komoditas ekspor Indonesia mengalami perbaikan, seperti
batubara, CPO dan beberapa barang tambang.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2016
cenderung tidak sekuat perkiraan sebelumnya. Konsumsi terindikasi membaik,
meskipun masih terbatas. Di sisi lain, perbaikan investasi swasta, khususnya
nonbangunan, diperkirakan masih belum kuat, sejalan dengan kapasitas produksi
terpasang yang masih cukup besar.
Sementara itu, stimulus fiskal diperkirakan masih terbatas,
sejalan dengan penyesuaian belanja pemerintah pada semester II 2016. Dari sisi
eksternal, masih lemahnya ekonomi dan perdagangan dunia mengakibatkan perbaikan
ekspor riil masih tertahan, meski harga beberapa komoditas ekspor mulai
membaik. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan
2016 diperkirakan cenderung mendekati batas bawah kisaran 4,9-5,3% (yoy).
Neraca pembayaran Indonesia diperkirakan mencatat surplus
yang lebih baik dengan defisit transaksi berjalan yang lebih rendah. Untuk
keseluruhan triwulan III 2016, defisit transaksi berjalan diperkirakan berada
di bawah 2% dari PDB terutama didukung oleh surplus neraca perdagangan sejalan
dengan membaiknya harga ekspor komoditas primer dan menurunnya impor nonmigas.
Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar 2,09
miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan surplus triwulan II 2016 yang sebesar
1,92 miliar dolar AS.
Di sisi lain,
aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia hingga September 2016
telah mencapai 12,1 miliar dolar AS, lebih tinggi dari aliran masuk portofolio
asing untuk keseluruhan tahun 2015.
Dengan perkembangan tersebut, posisi
cadangan devisa Indonesia akhir September 2016 tercatat sebesar 115,7 miliar
dolar AS, atau setara 8,9 bulan impor atau 8,5 bulan impor dan pembayaran utang
luar negeri pemerintah. Angka tersebut berada di atas standar kecukupan internasional
sekitar 3 bulan impor.
Rupiah tetap stabil dengan kecenderungan menguat. Nilai
tukar Rupiah pada September 2016, secara rata-rata, terapresiasi sebesar 0,41%
dan mencapai level Rp 13.110 per dolar AS. Penguatan tersebut berlanjut dan
pada minggu ketiga Oktober 2016 ditutup pada level Rp 13.005 per dolar AS.
Dari sisi domestik, penguatan rupiah didukung oleh sentimen
positif perekonomian domestik, seiring dengan kondisi stabilitas makro ekonomi
yang terjaga dan implementasi UU Pengampunan Pajak yang berjalan dengan baik.
Dari sisi ekternal, penguatan rupiah terkait dengan
meredanya risiko global, sejalan dengan meredanya sentimen terkait timing
kenaikan FFR pada September 2016. Ke
depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai
dengan nilai fundamentalnya.
Inflasi tetap terkendali pada level yang rendah dan pada
akhir tahun diperkirakan akan berada di batas bawah kisaran sasaran inflasi
2016, yaitu 4±1%. Indeks Harga Konsumen
(IHK) pada bulan September 2016 mencatat inflasi sebesar 0,22% (mtm).
Inflasi tersebut cukup terkendali dan sesuai dengan pola
historisnya. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK secara year to date
(ytd) dan tahunan (yoy) masing-masing mencapai 1,97% (ytd) dan 3,07% (yoy).
Inflasi inti tetap stabil yang tercatat sebesar 3,21%
(yoy), sejalan dengan masih lemahnya permintaan domestik, kecenderungan
menurunnya harga barang input industri dari global, dan relatif stabilnya nilai
tukar rupiah. Di sisi lain, kelompok volatile food (VF) tercatat mengalami
deflasi sebesar 0,09% (mtm) terutama bersumber dari koreksi harga beberapa
komoditas pangan.
Sistem keuangan tetap stabil dengan ketahanan sistem
perbankan yang terjaga. Pada Agustus 2016, rasio kecukupan modal (Capital
Adequacy Ratio/CAR) tercatat sebesar 23,0%, dan rasio likuiditas (AL/DPK)
berada pada level 21,1%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing
Loan/NPL) tercatat sebesar 3,2% (gross) atau 1,5% (net).
Transmisi pelonggaran kebijakan moneter melalui jalur suku
bunga terus berlangsung, tercermin dari berlanjutnya penurunan suku bunga
deposito dan suku bunga kredit. Namun demikian, transmisi melalui jalur kredit
belum optimal, terlihat dari pertumbuhan kredit yang masih terbatas sejalan
dengan permintaan yang masih lemah, termasuk permintaan investasi dari
korporasi yang belum kuat.
Pertumbuhan kredit Agustus 2016 tercatat sebesar 6,8%
(yoy), lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,7% (yoy).
Sementara itu, pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, seperti penerbitan
saham, obligasi, dan medium term notes (MTN), mengalami peningkatan.
Selanjutnya, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada
Agustus 2016 tercatat sebesar 5,6% (yoy), turun dibandingkan dengan pertumbuhan
bulan sebelumnya. Bank Indonesia meyakini pelonggaran kembali kebijakan moneter
dan pelonggaran kebijakan makroprudensial yang telah dilakukan dapat mendorong
peningkatan pertumbuhan kredit guna menopang pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi ke depan. (Rel)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE