JAMBI- Selamat datang John Walingson Purba SH MH, Kepala
Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi yang baru (Oktober 2016) di Jambi. Sapu jagatmu
kini dinanti untuk membersihkan kasus-kasus korupsi yang mulai menggunung dan
tak pernah meledak. Kurun waktu setahun terakhir, kasus-kasus korupsi yang
ditangani pihak Kejati Jambi hanya menjerat kelas-kelas teri, pelaku kakapnya
tak pernah tersentuh.
Keberanian John Walingson Purba SH MH dalam pengusutan
kasus korupsi tidak pandang bulu dan terkenal tegas. Hal itu sudah
dibuktikannya saat John Walingson Purba SH MH menjabat Wakajati Jambi sejak 6
September 2016 hingga September 2014 lalu. (Baca Juga: John Walingson Purba SH MH Gantikan Erbindo Saragih SH MH Jabat Kajati Jambi )
Duet “maut” bagi koruptor, saat itu Kepala Kejaksaan
(Kajati) Jambi Syaifuddin Kasim dan Wakajati Jambi John Walingson Purba SH MH
menorehkan ketegasan dalam penuntasan kasus dugaan korupsi di Jambi. Tak ada
kata peti es kasus korupsi di Jambi saat itu.
Saat itu, sederetan tersangka kasus dugaan korupsi yang
melibatkan pejabat publik “diseret” kepengadilan. Seperti Ketua Gerakan Kwartir
Daerah (Kwarda) Pramuka Jambi periode 2011-2013 Syahrasaddin dalam kasus Kwarda
Pramuka Jilid II (Perkempinas) Jambi.
Kemudian Asisten III Pemprov Jambi Idham Khalid dalam korupsi
pengadaan 48 unit laptop bagi siswa berprestasi di SMA Titian Teras tahun 2010,
Pejabat Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, Pramudian Sitio dalam kasus pengadaan
48 unit laptop.
Kemudian Haris AB, yang saat itu menjabat sebagai Kepala
Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi juga menyusul Idham Khalid
dan Syahrasaddin di LP Jambi. Haris AB terdakwa kasus Penggunaan Anggaran (KPA)
logistic (Perkempinas).
Namun saat itu Ketua Panitia Perkemahan Putri Nasional
(Perkempinas) 2012 Yusniana Hasan Basri Agus tidak terseret dalam kasus
Perkempinas 2012 yang menyeret Syahrasaddin dan Kepala Dinas Sosnakertrans
Provinsi Jambi, Haris AB. Sementara terdakwa AM Firdaus yang merupakan Ketua
Kwarda Pramuka Jambi Jilid I sudah divonis 5 tahun oleh Majelis Hakim Tipikor
PN Jambi pekan lalu.
Kasus Korupsi Tinggi
Menurut
catatan LSM Gerakan Keadilan Masyarakat Jambi (GKMJ) setidaknya ada sebanyak 125
kasus korupsi yang kini jadi PR di Jambi. Posisi Jambi diperingkat ke 8 dalam
kasus korupsi. Hal itu disuarakan saat GKMJ melakukan orasi di Kantor Gubernur
Jambi Rabu 10 Maret 2016 lalu. GKMJ menilai indikasi bahwa praktek Ekstra
Ordinary Crime (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) masih mengakar di Provinsi Jambi.
Dari data yang berhasil dihimpun, data kasus korupsi tahun
2015 diantaranya kasus dugaan korupsi Alkes Unja, dengan tersangka Aulia Tasman
(kini tengah ditahan). Penyidik Kejaksaan Tinggi Jambi menerbitkan Surat
Perintah Penyidikan (sprindik) Nomor 451 /n.5/Fd.1/07/2014, atas nama Prof Dr
Aulia Tasman Msc, dkk. Aulia ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitas
sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA).
Dalam kasus ini, Universitas Jambi memperoleh Daftar Isian
Penggunaan Anggaran (DIPA) Rp 35 miliar untuk pembangunan Rumah Sakit
Pendidikan Universitas Jambi (RSP Unja). Selain itu, universitas juga mendapat
dana APBN senilai Rp 40 miliar, yang kemudian dibagi dua, untuk pengadaan
laboratorium Rp 20 miliar dan pengadaan alkes Rp 20 miliar.
Di Kota Jambi, ada kasus dugaan korupsi dana bintek DPRD
Kota Jambi. Saat ini penghitungan kerugian negara masih dilakukan oleh BPKP.
Dalam kasus ini, ada dua tersangka yakni Rosmansyah yang juga mantan Sekwan
Kota Jambi, telah menitipkan uang sebesar Rp 250 juta dan Jumisar mantan PPK
kegiatan Bintek yang juga berstatus sebagai tersangka kasus yang sama, juga
telah menitipkan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp180 juta. Sementara,
total anggaran bintek mencapai Rp 2,7 M.
Kemudian kasus dugaan korupsi pembangunan komplek
perkantoran Pemkab Kerinci. Sehingga kompleks perkantoran yang di dalamnya
terdapat bangunan kantor bupati dan SKPD, berjumlah sekitar 12-13 bangunan ini
tidak bisa dimasukkan ke dalam aset pemerintah.
Sejauh ini belum bisa digunakan sesuai fungsinya. Pada
kasus ini, pihak Kejati Jambi menemukan adanya ketidak beresan dalam proses pembebasan lahan, yang ternyata
pembebasan lahan tidak pernah ada. Meskipun panitia yang dinamakan Panitia
Sembilan bertugas mengurus pembebasan lahan sudah dibentuk, namun secara teknis
panitia sembilan tidak melakukan pekerjaan sama sekali. Beberapa pihak sudah
diperiksa terkait kasus ini.
Selanjutnya, ada juga kasus dugaan korupsi pembangunan
perumahan Pegawai Negri Sipil (PNS) di kabupaten Sarolangun tahun 2005, yang
saat ini masih dalam penyelidikan. Proses pembangunan rumah PNS di
Sarolangun sudah cukup lama, pada
prinsipnya modal dari pemerintah adalah aset tanah yang dilakukan kerjasama
dengan Kopersi Pemkasa, namun koperasi malah bekerjasama lagi dengan Depelover.
Pada kegiatan ini, pembangunan yang awalnya direncanakan
600 unit rumah, pada kenyataannya hanya terealisasi 60 rumah. Diketahui, dari
temuan BPK, diduga adanya Pelepasan hak atas aset berupa tanah milik Pemkab
Sarolangun seluas 241.870 meter persegi senilai Rp. 12,09 miliar kepada
Koperasi Pegawai Negeri Pemkasa.
Berdasarkan dokumen hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), pelepasan aset tanah ini berawal dari rencana pembangunan perumahan PNS
di Sarolangun, yang diawali dengan surat Bupati Sarolangun No. 188.342/279/HK
tertanggal 9 Oktober 2002. Pelaksanaan pembangunan perumahan diserahkan kepada
KPN Pemkasa yang belakangan bekerjasama dengan pengembang perumahan PT. NUA.
KPN Pemkasa per tanggal 25 April 2005 membuat surat kepada
BTN Cabang Jambi dan menyatakan tanah Pemkab Sarolangun yang akan dijadikan
perumahan, akan dibalik nama atas nama KPN Pemkasa. Sertifikat ini kemudian
dijadikan jaminan, selama proses pembangunan perumahan. Pada tanggal 11 Agustus
2005, dilakukan pelepasan hak atas tanah seluas 259.868 M2 kepada KPN Pemkasa
dengan sertifikat Hak Guna Bangunan
Kasus BRI Cabang
Jambi
Kasus lain yang juga dari PR Kejati Jambi yakni, sudah lama
mandeg adalah korupsi kredit macet di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Jambi
oleh PT RPL (Raden Motor) Jambi. Terkait kasus ini, selain Efendi Syam, pihak
penyidik telah menetapkan dua orang tersangka lainya, yakni Zein Muhammad (Pimpinan
Raden Motor), dan salah satu pihak akuntan publik.
Modus pelanggaran hukum yang dilakukan ketiga tersangka
adalah pihak Raden Motor mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan
mengagunkan 36 item surat berharga yang nilainya mencapai Rp100 miliar sebagai
jaminan.
Dengan jaminan tersebut, PT Radem Motor mengajukan pinjaman
sebesar Rp52 miliar kepada BRI Cabang Jambi yang akan diselesaikan dalam waktu
beberapa tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD Raden Motor tersebut
ditujukan untuk pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual
beli mobil bekas dan perbengkelan mobil atau otomotif.
Namun, penggunaan kredit tersebut oleh Raden Motor tidak
sesuai dengan peruntukan, sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari
itu dinilai ada penyimpangan, dan akhirnya jatuh tempo pada 14 April 2008. Dana
pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak
Raden Motor.
Berkaitan dengan hal itu, Raden Motor masih diberi jangka
waktu selama satu tahun, untuk menjual asetnya, guna melunasi hutang dengan
BRI. Tetapi tidak dilakukan oleh Raden Motor. Dari hal tersebut, Kejati Jambi
mencium adanya indikasi pengalihan aset-aset milik Raden Motor kepada orang
lain, sehingga agunan atau jaminan tidak berlaku lagi.
Kasus lainnya yakni dugaan korupsi di Man Cendikia yang
masih dalam penyelidikan. Yakni proyek pembangunan Asrama Santri di Sekolah
Madrasah Aliah Negeri (MAN) Cendikia Jambi. Untuk diketahui, pembangunan asrama
tersebut menggunakan anggaran dari Kementrian Agama Wilayah Provinsi Jambi,
yang pencairan anggarannya melalui dua tahapan.
Pencairan pertama pada tahun 2013 sebesar Rp1.3 miliar yang
digunakan untuk struktur bangunan, dan pada tahun 2014 anggaran kembali cair,
untuk digunakan untuk tahapan pembangunan yang anggaranya sebesarRp1.4 miliar.
Total secara keseluruhan mencapai Rp2, 7 miliar.
Sejak awal proses pengumpulan data hingga proses
penyelidikan, pihak Kejati Jambi terus melakukan pengambilan keterangan dari
pihak MAN, dan untuk mantan Kepsek MAN yakni Muslim telah sering kali menjalani
pemeriksaan di Kantor Kejati Jambi.
Pipanisasi Tanjabar
Satu lagi tunggakan kasus yang belum diselesaikan dan
terkesan berlarut adalah dugaan korupsi proyek pinanisasi di Kabupaten Tanjung
Jabung Barat (Tanjabar) dengan tersangka Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek
2009- 2010, Burlian Darhim, Dkk dan Dirut PT Batur Artha Mandiri, Ketut
Radiarta, Dkk.
Dalam kasus Pipanisasi, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi
juga telah menetapkan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Tanjung
Jabung Barat (Tanjabbar), Hendri Sastra, sebagai tersangka.
Surat penetapan tersangka ini ditandatangani oleh Kepala
Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi, Syaifudin Kasim, pada tanggal 9 September 2014
lalu, dengan surat perintah penyidikan(Sprindik) nomor: 73/N.5/Fd.1/09/2014,
atas nama Hendri Sastra dan kawan-kawan.
Dugaan kasus korupsi lainnya yakni proyek pembangunan
Lintasan Atletik Stadion Tri Lomba Juang
Koni Provinsi Jambi pada tahun 2012. Kini dua tersangka kasus ini yakni
Nasrullah Hamka selaku ketua komite pelaksana pembangunan yang saat itu Anggota
DPRD Provinsi Jambi dan Rezsa Pranoto selaku kuasa direktur PT Almira Pramanta,
dipanggil penyidik. Namun pemanggilannya bukan untuk dimintai keterangan
sebagai tersangka, namun saling memberikan kesaksiannya satu sama lain.
Pengadaan Barang dan
Jasa
Kasus dugaan korupsi di Provinsi Jambi tidak jarang
menyangkut orang-orang pembuat komitmen dan pemodal. Data kejaksaan mencatat, sebagian besar kasus korupsi menimpa PNS.
Sebanyak 80 persen kasus dugaan korupsi karena pengadaan barang dan jasa. Ini
terkait serapan anggaran yang tidak maksimal di setiap SKPD. Contohnya serapan
anggaran di Provinsi Jambi tidak sampai 70 persen.
Itu terungkap dalam sosialisasi program anti korupsi dengan
tema peran pengelola kegiatan pengadaan barang dan jasa dalam mencegah dan
memerangi korupsi yang digelar di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), Selasa 24 Mei 2015 lalu.
Menurut data Kejaksaan Tinggi Jambi mayoritas perkara
korupsi di Provinsi Jambi karena pengadaan barang dan jasa. Kerap kali
pengadaan barang tidak sesuai dengan kebutuhan. Selama 2015, ada Rp 10,4 miliar
uang negara yang terselamatkan di Provinsi Jambi. Jumlah tersebut berasal dari
LID (penyelidikan) 60 perkara, DIK (penyidikan) 94 perkara dan TUT (penuntutan)
62 perkara.
Kasus Sidang Tipikor
PN Medio 2011-2016
Melihat data dari PN Jambi, Kasus korupsi di Provinsi Jambi
ternyata masih cukup tinggi. Ini melibatkan para pejabat di Provinsi Jambi. Hal
ini terbukti dengan banyaknya kasus yang ditangani oleh Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi, sejak 2011 silam.
Dari data yang berhasil dihimpun, perkara korupsi yang
ditangani oleh Pengadilan Tipikor pada 2011, hanya sebanyak 6 perkara yang
disidangkan. Angka kasus korupsi ini melambung tinggi pada 2012 menjadi 49
perkara korupsi yang disidangkan di Pengadilan Tipikor Jambi.
Dari perkara yang ada, terdapat 19 kasus limpahan dari
Kejati dan Kejari Jambi. Sementara untuk kota/kabupaten lain, jumlah kasusnya
beragam, mulai dari 1 kasus sampai 5 kasus.
Tahun 2012, kasus korupsi yang disidangkan cukup banyak,
yakni 49 kasus. Dan pada tahun tersebut vonis tertinggi pada kasus korupsi
surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif APBD Merangin tahun 2007, atas nama
Arfandi dengan pidana selama 6 tahun.
Sementara pada 2013, perkara korupsi yang ditangani dan
disidangkan lebih rendah dari 2012, yakni hanya 44 perkara. Ada 44 kasus
korupsi yang masuk ke pengadilan Tipikor pada tahun 2013.
Vonis tertinggi pidana penjara selama 5 tahun, dengan
terpidana atas nama AM Firdaus yang terjerat kasus korupsi dana Kwarda Gerakan Pramuka
Jambi tahun 2009-2011. Lalu, pada 2014, kasus tipikor yang ditangani pengadilan
Tipikor juga kembali mengalami penurunan. Dimana, dari data yang ada, pada
2014, hanya ada 36 perkara yang ditangani pengadilan Tipikor PN Jambi.
Dari kasus itu, 8 perkara limpahan dari Kejari Sengeti. Tahun
2014, vonis tertinggi 5 tahun penjara,
atas nama terpidana Arena Afiati.
Kasus penyimpangan dana PDAM Tirta Mayang yang bersumber dari rekening
air TNI POLRI.
Namun pada tahun 2015 ini, hingga November 2015, angka
perkara Tipikor yang ditangani pengadilan Tipikor kembali naik, menjadi 41
berkas perkara yang masuk. Data tipikor
hingga November 2015 sudah 41 berkas perkara yang masuk ke Pengadilan.
Sementara untuk vonis tertinggi di 2015, adalah pada kasus
pembangunan jaringan listrik Kabupaten Tebo, yakni atas nama terdakwa Trisno
alias Anok dengan pidana penjara selama 6 tahun. Dari perkara korupsi saat ini
masih banyak yang di tingkatan Mahkamah Agung untuk tahap kasasi maupun
Peninjauan Kembali (PK). Seperti untuk kasus Kerinci, dengan terdakwa mantan
Anggota dewan yang terjerat kasus dana hibah, saat ini masih tahap kasasi di MA.
Namun pada Desember 2015 hingga 8 Oktober 2016 angka
perkara Tipikor yang ditangani pengadilan Tipikor hanya 39 perkara (www. pn-jambi.go.id).
(Asenk Lee Saragih)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE