Surat keterangan pemeriksaan Polda Jambi.IST |
Jambipos Online, Jambi-Tim Penyidik Polda Jambi diminta mengintensifkan
penyelidikan kasus dugaan penipuan terkait penerimaan calon pegawai negeri
sipil (CPNS) terhadap 60 orang yang siap menjadi PNS berikut uang yang sudah
terkumpul sejumlah Rp 4 miliar. Kasus penipuan CPNS di Provinsi Jambi setiap
tahun semakin marak. Pengungkapan kasus ini tergolong lamban, padahal bukti dan
saksi pelapor sudah diperiksa tahun 2015 lalu.
Salah satu korban CPNS yang melaporkan kasus dugaan
penipuan iti adalah Diah (49). Kronologis kejadian bermula pada tahun 2013,
ketika Diah ditemui seorang pensiunan pegawai negeri di Merangin bernama
Tajudin.
Saat itu, Tajudin menginformasikan bahwa ada peluang untuk
penerimaan di CPNS. Selain itu, Tajudin juga memberitahukan bahwa orang yang
bisa membantu proses tersebut (penerimaan CPNS-red) itu berdomisili di Kota
Jambi.
Beranjak informasi awal tersebut, Diah kemudian ke Jambi
menemui orang-orang yang dimaksud oleh Tajudin. Singkat cerita, Diah pun
bertemu dengan tiga orang (belakangan menjadi terlapor) yaitu, Rudiansyah alias
Edi Junaidi (44), Dian Aziani (46) binti M. Zaini, dan Eviriani (36) binti
Asril Ramli. Mereka bertemu di Pujasera Jelutung.
“Saya percaya karena mereka menyebut beberapa nama pejabat
teras di Provinsi Jambi. Mereka juga berpakaian pegawai negeri sipil,” kata
Diah, seperti dilansir djambi.co, Jumat (12/2/2016).
Dari pertemuan tersebut diketahui, ternyata untuk menjadi
PNS ada harganya, sesuai dengan jenjang pendidikan masing-masing calon. “Untuk
lulusan S1 sebesar Rp 150 juta, D3 Rp 100 juta, dan untuk jenjang SLTA Rp 80
juta rupiah,” ujar Diah menirukan ucapan mereka.
Kemudian Diah mencari calon peserta untuk CPNS yang dimulai
dari lingkup keluarga dan kerabat, ternyata informasi tentang penerimaan PNS
ini makin berkembang. Menurut catatan yang Diah miliki, sampai sekarang sudah
60 orang yang siap menjadi PNS berikut uang yang sudah terkumpul sejumlah Rp 4
miliar.
Dari 60 orang peserta itu terbagi-bagi pula, ada yang
menyetor uang secara penuh, ada pula yang baru bayar setengah, dan ada juga yang
baru sebatas memanjar uang muka. Semua pembayaran tertera lengkap melalui
kuitansi, bukti transfer dan surat perjanjian.
Setelah menerima uang setoran total Rp 4 miliar, ketiga
orang terlapor itu memberikan SK CPNS sesuai daftar nama peserta. Pada saat
itu, ketiga pengurus mempersilakan para peserta untuk mengecek keabsahan SK
kepada pihak BKN di Jakarta.
“Silahkan temui Bapak Ramli (Petugas BKN Pusat Jakarta-red)
untuk kejelasannya,” ujar Diah kembali menirukan paparan ketiga terlapor. Berdasarkan
petunjuk tersebut, Diah dan kawan-kawan pun pergi ke Jakarta untuk menemui
Bapak Ramli. Tapi sayang, di Kantor BKN ternyata tidak ada orang yang bernama
Ramli.
Akhirnya Diah sadar telah tertipu, SK CPNS yang diberikan
adalah SK palsu. Dalam situasi yang tidak kondusif ini, desakan dari peserta
yang ingin uangnya kembali semakin besar, tapi ketiga orang pengurus
(terlapor-red) kembali meyakinkan peserta uang mereka akan dikembalikan.
“Saya sempat bimbang karena para terlapor mengancam jika
saya melaporkan kasus ini ke polisi, uang kami tidak kembali,” tutur Diah.
Pertemuan demi pertemuan dengan ketiga terlapor
berulangkali digelar. Begitu pula perjanjian berulangkali dibuat. Bahkan
terakhir, para terlapor meneken perjanjian akan mengembalikan uang para peserta
tertanggal 8 Februari 2016.
Karena secara terus menerus dijanjikan oleh ketiga terlapor
dan tekanan dari para peserta, akhirnya Diah melaporkan ke Polda Jambi
pertanggal 16 November 2015, dengan nomor LP STPL/367/XI/2015/Jambi/SPKT.
Seminggu kemudian atau per tanggal 23 November, pihak Polda
memberitahukan hasil laporannya bahwa akan dilakukan langkah penyidikan atas
laporan tersebut. Berikutnya, pertanggal 21 Desember 2015, pihak Polda kembali
memberitahukan tentang hasil perkembangan penyelidikannya.
Dalam laporan hasil penyelidikan diketahui bahwa pihak
terlapor atas nama Dian Aziani dan Eviriani telah dilakukan pemeriksaan. Gelar
perkara pun telah dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2015. Ketika
dikonfirmasi, Kompol Suharyoto, selaku penyidik kasus ini, tidak berkomentar
banyak. “Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan,” ujarnya singkat. (JP-03)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE