Lahan Gambut yang dikonversi jadi lahan perkebunan kelapa sawit di Muarasabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Foto Asenk Lee Saragih. |
Lahan Gambut yang dikonversi jadi lahan perkebunan kelapa sawit di Muarasabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Foto Asenk Lee Saragih. |
Jelang Jambore Gambut Nasional di Jambi 23 Oktober 2016
Jambipos Online, Jambi-Para petani harus dijadikan sebagai
pelopor penyelamatan hutan dan lahan gambut di Indonesia untuk menyelamatkan
hutan dan lahan gambut dari kerusakan. Baik itu kerusakan akibat perambahan,
okupasi atau penguasaan lahan maupun pembakaran. Tanpa adanya pemberdayaan
masyarakat sekitar hutan dan petani, berbagai upaya penyelamatan hutan dan
lahan gambut sulit mencapai hasil yang baik.
Symposium restorasi gambut dan pencegahan kebakaran gambut
di Kementerian Kehutanan RI di Jakarta yang dihadiri Gubernur Jambi Zumi Zola
baru-baru ini merupakan suatu komitmen Pemerintah Provinsi Jambi dalam
menanggulangi kebakaran lahan gambut di Provinsi Jambi.
Zumi Zola menegaskan komitmen pemerintah Provinsi Jambi
untuk mencegah kembali terjadinya kebakaran lahan gambut. Bahwa lahan gambut di
Provinsi Jambi harus dikelola berkelanjutan untuk meminimalkan potensi
kebakaran yang menyebabkan kabut asap.
“Pengelolaan lahan gambut harus berkelanjutan dan sesuai
aturan. Jika pengelolaan secara sembarangan akan berakibat fatal, seperti
kebakaran yang menyebabkan kabut asap parah beberapa tahun 2015 lalu. Hal ini
sudah saya sampaikan saat pertemuan dengan petani gambut di Jambi baru-baru
ini,” ujarnya.
Dari seluruh lahan gambut yang ada, hanya 18 ribu hektare
yang dikelola oleh pemerintah Provinsi Jambi melalui dinas kehutanan. Lahan
gambut itu merupakan lahan kawasan hutan yang saat ini digunakan sebagai
kawasan konservasi.
Sementara Maneger Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia
(KKI) Warsi, Rudi Syaf baru-baru ini mengatakan, pembangunan kanal-kanal di
lahan gambut bakal memperparah kebakaran gambut memasuki bulan kemarau. Semakin
dalam debit air dalam kanan, akan semakin memperbesar peluang akan kebakaran
gambat yang cukup lama. Keberadaan kanal di areal gambut di lokasi Hutan
Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan sawit justru memperparah dampak akan
resiko kebakaran dimusim kemarau tiba.
Dalam skala nasional, harus diwaspadai adanya upaya-upaya
untuk melemahkan pemulihan gambut atas dasar kepentingan kapitalis. Saat ini
tengah berlangsung pembahasan revisi Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2014
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Gambut.
Muncul usulan untuk melemahkan PP ini dengan usulan tinggi
muka air gambut yang sebelumnya diizinkan 40 cm, kini diwacanakan untuk
diturunkan menjadi 80 cm. Jika draf revisi PP ini disetujui, ini memperlihatkan
lemahnya pemerintah terhadap keinginan pemilik korporasi dan akan sangat
berpotensi untuk pemulihan gambut.
Untuk itu mari bersama kita kawal dengan
tetap menyuarakannya. Kita juga meminta Badan Restorasi Gambut (BRG) yang
dibentuk Presiden Joko Widodo tahun 2015 lalu bisa bekerja maksimal.
Berdasarkan analisis yang dilakukan unit GIS Warsi kawasan
hutan alam pada kawasan gambut di Provinsi Jambi hanya tersisa 178.963 hektare
(ha) dari 621.089 ha gambut di Jambi. Kawasan hutan gambut ini berada di
kawasan konservasi yaitu Taman Nasional Berbak, Hutan Lindung Bram Hitam dan
Hutan Lindung Sungai Buluh. “Kerusakan utama kawasan gambut disebabkan oleh
sistem kanal yang dibangun di dalam kawasan gambut,” kata Rudi Syaf.
Disebutkan, kanal-kanal perusahaan di sekitar hutan alam
tersisa di lahan gambut sangat mempengaruhi hutan alam. Hal ini disebabkan
adanya kanal yang juga masuk ke arah kawasan hutan alam sebagai sambungan dari
kanal yang dibangun perusahaan.
“Jika tidak ada perlakuan khusus pada kawasan
hutan alam tersisa sangat mungkin kawasan hutan alam ini, akan dilanda
kebakaran di usim kemarau dan Jambi akan kembali sebagai pengasil asap,”
ujarnya.
Menurut Rudi, perlu adanya perbaikan kanal yang sudah ada.
“Kami sudah lakukan ini di kawasan Hutan Lindung Sungai Buluh yang kini
dikelola masyarakat Sungai Beras dan Sinar Wajo dengan skema hutan desa. Dalam
kawasan yang terpengarus kanal perusahaan dan kanal untuk desa, dibangun kanal
sekat yang akan menghambat hilangnya air gambut di musim kemarau,” sebut Rudi.
Sementara keberadaan lahan gambut di Provinsi Jambi kini
mencapai luas 621.089 hektar. Sedangkan 179.963 Ha hutan alam berada di lahan
gambut. Tapi lahan gambut tertinggi di Asia berada di Kabupaten Kerinci,
tepatnya di Rawa Bedua dengan luas 24 Ha. Warga sekitar Rawa Bedua Kerinci
berencana juga merestorasi lahan gambut 24 Ha itu untuk tanaman padi. Tapi
pemerintah harus mencegahnya karena akan berdampak buruk bagi ekologi sekitar.
(JP-03)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE