Seliwati penduduk Kampung Liku Dengen, Desa Uraso, Kecamatan Mappedeceng,
Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Foto Istimewa
Dua Kali Panen Perempuan ini Raup Rp46 Juta
Jambipos Online-Bagi sebagian orang yang tidak
suka, mungkin akan menghindari jengkol. Tapi tidak bagi Seliwati dan
penduduk Kampung Liku Dengen, Desa Uraso, Kecamatan Mappedeceng,
Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Jengkol merupakan komoditas
penting yang menguntungkan perekonomian dan kehidupan mereka.
Perjuangan Seliwati (45), mengajak masyarakat desanya untuk menanam
jengkol memang luar biasa. Bersama suaminya, Pa Marla, awalnya ia
menanam jengkol di kebunnya pada 2012. Ilmu menanam, ia pelajari dari
tetangganya yang sudah dulu memiliki pohon jengkol.
“Belajar dari tetangga kami orang Jawa. Dia sudah punya tanaman
jengkol,” ujarnya usai penganugerahan Perempuan Pejuang Pangan 2016 di
kawasan Cikini, Jakarta, Ahad 16 Oktober 2016.
Seliwati pun menanami lahan satu hektare miliknya itu dengan jengkol,
jumlahnya 80 – 100 pohon dengan jarak tanam 10 meter antar-pohon.
Alasan utamanya adalah jengkol mudah dikembangkan. Saat usia lima tahun,
pohon ini mampu menyediakan biji berkualitas untuk dijadikan bibit.
“Hanya butuh dibersihkan saja sekitar tiga kali setahun,” ujar ibu tiga anak ini. Setelah itu, pohon makin produktif berbuah".
Agar lebih maksimal dalam memanfaatkan lahan, Seliwati juga bertanam
tumpang sari seperti cabai di sela pohon jengkolnya. Hasilnya cukup
bagus dan bisa menambah pendapatan keluarga.
“Meski harga jengkol saat ini belum tinggi, per kilogramnya hanya dihargai Rp10 ribu – 20 ribu, namun kami tetap menanam.”
Kembali Seliwati menuturkan, jika pohon jengkol berbuah lebat, dalam
dua kali panen bisa menghasilkan pemasukan hingga Rp 46 juta. Pohon
jengkol pun masih produktif hingga usia 30 tahun.
“Puluhan ton jengkol yang kami hasilkan itu dipasarkan ke Jawa. Kalau
mau jualan jengkol bisa hubungi kami,” ujarnya sambil tersenyum
mempromosikan hasil kebunnya.
Selain cukup menguntungkan dari sisi ekonomi dan perawatan, pohon
jengkol pun berguna untuk melindungi lingkungan agar tetap lestari dan
aman. Tanaman jengkol, kata Seliwati, akarnya menahan tanah agar tidak
longsor. Ribuan pohon jengkol yang mereka tanam di lahan-lahan berbukit,
terbukti membuat bukit itu terjaga dan jauh dari longsor.
Apa yang membuat Seliwati beserta warga begitu semangat menanam
jengkol? Ini dikarenakan, lahan masyarakat Desa Uraso rencananya akan
dijadikan lokasi perkebunan sawit.
Mereka menolak wilayah kelola mereka
yang merupakan bagian dari lokasi hak guna usaha inti Perkebunan Sawit
PT. PN XIV itu dijadikan hamparan tanaman sawit. Perjuangan dengan
menanam pohon jengkol merupakan pilihan utama.
“Jengkol lebih unggul dalam hal ekonomi ketimbang sawit. Tanaman
jengkol juga berguna menjaga lingkungan agar tetap lestari. Akarnya,
bisa menahan tanah agar tidak longsor,” paparnya.
Kini, di lahan sekitar Desa Uraso sudah ditanami tak kurang 2.000
pohon jengkol. Seliwati bersama masyarakat tidak kesulitan merawatnya,
karena jengkol tidak membutuhkan pupuk, apalagi pupuk kimia. Dan tanpa
rasa lelah, Seliwati terus mengajak warga dan kepala desa setempat untuk
menanam jengkol selain merica.
“Awalnya, pak kepala desa ragu, tapi setelah melihat hasilnya, dia ikut menanam dan mendukung usaha kami.”
Seliwati tak hanya mampu menjadi inspirasi bagi masyarakat setempat,
tetapi juga terlibat aktif dalam mempertahankan dan melestarikan bahan
pangan, serta berandil mejaga lingkungannya. Atas dedikasinya itu, dia
dipilih sebagai satu dari sembilan Perempuan Pejuang Pangan 2016. (*)
Sumber: Mongabay
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE