Transaksi Jual
Beli Lesu, Penghasilan Notaris Anjlok
Jambipos Online, Jambi-Sejak
Walikota Jambi Syarif Fasha menerapkan kebijakan soal penentuan harga Nilai
Jual Obyek Pajak (NJOP) bagi transaksi jual beli tanah, rumah, atau bangunan di
Jambi, penghasilan Notaris di Jambi anjlok. Sebelumnya Notaris bisa
berpenghasilan Rp 40 Juta sebulan dalam mengurus susar-surat tanah dan lainnya,
kini hanya maksimal bisa didapat hanya Rp 10 Juta per bulan.
RP,
seorang pegawai salah satu Notaris di Jambi Rabu (21/9)
mengatakan, kini penentuan harga NJOP transaksi jual beli ditentukan oleh
Pemkot Jambi untuk meningkatkan pendapatan pajak.
“Misalnya
penjual dan pembeli sudah sepakat transaksi harga jual tanah sebidang dengan Rp
500 juta, namun Pemkot Jambi bisa menaikkan harga NJOP sampai Rp 1 Miliar. Hal
itu hanya untuk mengejar pajak. Padahal penjual dan pembeli sudah sepakat harga
dinotariskan Rp 500 Juta. Inilah membuat masyarakat enggan melakukan transaksi
jual beli tanah, bangunan atau lainnya,” kata R.
Disebutkan,
kebijakan sepihak Pemkot Jambi dalam menentukan NJOP membuat masyarakat enggan
melakukan transaksi jual beli. Akibatnya Notaris juga berimbas terhadap kondisi
tersebut.
“Target
pendapatan pajak bukan hanya dari NJOP. Tapi masih banyak pos-pos lain.
Misalnya retribusi perdangan. Pajak penghasilan ritel dan toko-toko serta
restoran dan lainnya. Peningkatan pendapat pajak jangan seperti ini caranya,”
katanya.
Terpisah,
salah seorang pegawai kreditor BCA Cabang Jambi juga mengeluhkan kebijakan
Walikota Jambi tersebut. Karena menurutnya, pihak bank juga kesulitan dalam
melakukan survei taksiran harga obyek yang akan ditransaksi atau diborohkan ke
bank.
Sementara Kepala
Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Jambi Subhi Yusuf mengatakan, kebijakan
Walikota Jambi itu guna menggenjot realisasi pendapatan asli daerah dari sektor
pajak bumi dan bangunan (PBB) di kota ini masih rendah atau baru mencapai 36
persen.
Disebutkan, realisasi
PBB hingga Agustus 2016 tersebut baru mencapai 36 persen dari target yang
ditetapkan senilai Rp35 miliar. “Jika dilihat dari realisasi pajak dari sektor
PBB ini memang kita akui masih rendah, dan ini yang akan kita genjot dengan
menyisakan waktu beberapa bulan lagi," katanya.
Dalam menggenjot realisasi tersebut, pihaknya akan membuat program singkat di antaranya dengan menurunkan mobil pelayanan keliling yang akan menyasar pada titik tertentu di tengah-tengah masyarakat.
“Mobil pelayanan keliling ini nantinya siaga dari pagi hingga malam hari yang ditempatkan di titik sesuai dengan permintaan camat, sehingga bisa menjangkau masyarakat. Faktor utama minimnya realisasi pajak dari sektor PBB tersebut diakibatkan oleh terbatasnya loket pembayaran pajak,” katanya.
Disebutkan, guna menggenjot realisasi, saat ini kita mencoba memperluas bekerja sama dengan pihak perbankan, sehingga dalam pembayarannya bisa melalui bank.
Dalam menggenjot realisasi tersebut, pihaknya akan membuat program singkat di antaranya dengan menurunkan mobil pelayanan keliling yang akan menyasar pada titik tertentu di tengah-tengah masyarakat.
“Mobil pelayanan keliling ini nantinya siaga dari pagi hingga malam hari yang ditempatkan di titik sesuai dengan permintaan camat, sehingga bisa menjangkau masyarakat. Faktor utama minimnya realisasi pajak dari sektor PBB tersebut diakibatkan oleh terbatasnya loket pembayaran pajak,” katanya.
Disebutkan, guna menggenjot realisasi, saat ini kita mencoba memperluas bekerja sama dengan pihak perbankan, sehingga dalam pembayarannya bisa melalui bank.
Sementara itu,
Anggota Komisi II DPRD Kota Jambi Junaidi Siangrimbun menyayangkan masih
minimnya realisasi pajak dari sektor PBB ini, sehingga pihaknya meminta
eksekutif berperan aktif dalam peningkatkan pajak.
Kata dia, jika
melihat kondisi waktu yang sudah memasuki bulan ke-9 ini seharusnya realisasi
sudah bisa mencapai 70-80 persen. “Rasanya kalau sampai bulan September ini
dapat terealisasi 50 persen pun kita masih pesimistisakan tercapai target,
apalagi cuma 36 persen, dan ini masih sangat rendah sekali," kata Junaidi.
Menurut Junaidi
Siangrimbun, minimnya realisasi pajak tersebut akan mempengaruhi keuangan dan
kinerja daerah dalam meningkatkan segala bidang pembangunan.
“Berpengaruh
pada keuangan daerah sudah pasti, apalagi saat ini anggaran transfer daerah
dari pemerintah pusat dipangkas. Kalau PAD ini tidak segera ditingkatkan tentu
akan berdampak pada program pembangunan," kata Junaidi.
Menurut
catatan Dispenda Kota Jambi, target Dispenda Kota Jambi 2015 sekitar Rp190,882
miliar, namun realisasi hanya sebesar 77,51 persen atau Rp147,95 miliar. Target
pajak tahun 2014 sebesar Rp112 miliar dengan realisasi Rp116 miliar. Dispenda
Kota Jambi di tahun 2016 ini menurunkan target dari tahun sebelumnya menjadi
Rp187,3 miliar. (JP-03)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE