Jambipos Online, Jambi-Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi hingga kini
belum bisa mendongkrak harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Provinsi
Jambi. Bahkan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Provinsi Jambi periode
26 Agustus hingga 1 September 2016 hanya berkisar dari Rp 7.775 per kilogaram
menjadi Rp 8.409 per kilogram.
Selain harga CPO, TBS kelapa sawit dan inti sawit juga naik
pada periode tersebut. Namun kenaikan tersebut belum signifikan. Harga TBS
kelapa sawit usia tanam tiga tahun ke atas, pada pekan lalu Rp 107 atau dari Rp
1.417 menjadi Rp 1.524 per kilogram. Sementara itu, untuk harga inti sawit juga
naik Rp 296 atau dari Rp 7.054 menjadi Rp 7.350 per kilogram dengan indeks yang
dipakai adalah 87,92 persen.
Hal itu dikatakan Pejabat Penetapan Harga TBS Sawit
Provinsi Jambi, Putri Rainun, terkait dengan belum stablinya harga
TBS dan CPO di Jambi. Menurut dia, untuk harga TBS kelapa sawit di Jambi dengan
usia tanam tiga tahun sebesar Rp 1.524, usia tanam empat tahun Rp 1.632, usia
tanam lima tahun Rp 1.707, usia tanam enam tahun Rp 1.778, dan usia tanam
tujuh tahun sebesar Rp 1.823/kg.
Disebutkan, usia tanam delapan tahun senilai Rp 1.862, usia
tanam sembilan tahun Rp 1.898, usia tanam 10 sampai 20 tahun harganya Rp 1.958.
Sedangkan usia 21 sampai 24 tahun Rp 1.900 dan di atas 25 tahun Rp 1.815 per
kilogram.
Harga CPO, TBS, dan inti sawit ditetapkan oleh tim perumus
yang dihadiri pengusaha, koperasi, dan kelompok tani sawit setempat. Sedangkan
untuk luas areal lahan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi saat ini lebih
kurang 962 ribu hektare yang tersebar di 10 kabupaten. Hasil produksi rata rata
sekitar adalah satu juta ton per tahun.
Terpisah, Pengamat Perkebunan Kelapa Sawit di Jambi, Ir
Victor Mandala Purba mengatakan, belum stabilnya harga TBS sawit di Jambi, hal
itu disebabkan berkurangnya permintaan pasar luas negeri.
“Seharusnya petani, mitra kelompok tani kelapa sawit, DPRD,
Pemerintah Daerah, Pengusaha Pabrik Kelapa Sawit (PKS), Dinas Perkebunan atau
pihak terkait duduk bersama membicarakan harga TBS tersebut. Kenapa ada PKS
yang mampu menampung harga TBS lebih tinggi. Tentu ini ada solusinya,”katanya.
Menurut mantan Manager PT Indosawit Subur yang gemar membina mitra petani sawit ini, yang bisa menaikkan TBS hanya para PKS. Dewan dan Pemerintah dalam hal ini Dinas Perkebunan Provinsi Jambi dapat memanggil para PKS untuk membicarakan hal ini.
Menurut mantan Manager PT Indosawit Subur yang gemar membina mitra petani sawit ini, yang bisa menaikkan TBS hanya para PKS. Dewan dan Pemerintah dalam hal ini Dinas Perkebunan Provinsi Jambi dapat memanggil para PKS untuk membicarakan hal ini.
Sertifikat ISPO
Sementara Gubernur Jambi, H. Zumi Zola, S.TP, MA minta agar
seluruh perusaahaan perkebunan sawit di Provinsi Jambi memiliki sertifikat ISPO
(Indonesia Sustainable Palm Oil). Pelaksanaan ISPO yang mandatori/wajib,
dan merupakan bukti kepatuhan pelaku usaha perkebunan terhadap ketentuan yang
sudah ada, mendorong usaha perkebunan kelapa sawit memenuhi kewajibannya,
melindungi dan mempromosikan usaha perkebunan berkelanjutan sesuai tuntutan
pasar.
Menurut Zumi Zola, terkait dengan ISPO itu, Pemprov Jambi
bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Jambi telah melakukan
Bimbingan Teknis Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesia
Sustainable Palm Oil/ISPO) pada April 2016 lalu.
Pelaksanaan Bimbingan Teknis ISPO tersebut merupakan salah
satu upaya Pemerintah Provinsi Jambi dalam rangka mewujudkan model usaha
perkebunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Kata Zola, Kementerian Pertanian melalui Direktorat
Jenderal Perkebunan telah menyusun Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit
Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil) Nomor
11/Permentan/OT.140/3/2015, dimana pada pasal 3 disebutkan bahwa perusahaan
Perkebunan Kelapa Sawit dalam waktu paling lambat 31 Desember 2015 harus sudah
melaksanakan usaha sesuai dengan ketentuan Permentan tersebut.
“Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Kelas I, kelas II atau
kelas III dari hasil Penilaian Usaha Perkebunan, bilamana sampai dengan batas
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 belum mengajukan permohonan untuk
mendapatkan sertifikat ISPO, maka akan dikenakan sanksi penurunan kelas kebun
menjadi kelas IV,” ujarnya.
Dikatakan, sistem sertifikasi ISPO dilaksanakan oleh
lembaga sertifikat yang telah disetujui oleh Menteri Pertanian melalui Direktur
Jenderal Perkebunan. Perusahaan perkebunan yang mengajukan sertifikat, dinilai
oleh auditor perusahaan lembaga sertifikat yang terkareditasi di bidang
manajemen mutu dan manajemen lingkungan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN)
serta mendapatkan pengakuan (approval) dari Komisi ISPO.
Zola mengungkapkan bahwa saat ini jumlah perusahaan
perkebunan sawit di Provinsi Jambi yang telah mendapat sertifikat ISPO sebanyak
8 perusahaan, perusahan yang telah mendaftarkan untuk diproses penilaian
sertifikat ISPO sebanyak 19 perusahaan.
“Saya sarankan kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit
yang belum tergabung dalam GAPKI, untuk dapat segera bergabung dengan wadah
ini, untuk memudahkan dalam proses mendapatkan sertifikat ISPO,” kata Zola.
Zola juga berharap agar subsektor perkebunan di Provinsi
Jambi lebih baik dan lebih maju lagi, termasuk perkebunan kelapa sawit. Subsektor
perkebunan merupakan salah satu andalan di Provinsi Jambi, tercermin dari
kontribusi subsektor perkebunan terhadap PDRB Sektor Pertanian, yaitu kurang
lebih 54,2%, dan kontribusi terahadap PDRB total mencapai kurang lebih 14%
setiap tahunnya.
629.836 KK Hidup
Dari Sawit
Lebih jauh Zumi Zola menerangkan, sejalan dengan besarnya
kontribusi subsektor perkebunan terhadap perekonomian Provinsi Jambi, jumlah
masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada usaha perkebunan sawit berkisar 629.836
Kepala Keluarga.
Disamping itu, total luas lahan yang dibudidayakan untuk
usaha perkebunan di Provinsi Jambi diperkirakan mencapai kurang lebih 1,4 juta
hektar, atau sekitar 20% dari luas wilayah daratan di Provinsi Jambi.
“Secara umum ada 7 komoditas unggulan perkebunan yang
diusahakan di Provinsi Jambi, yaiu karet, kelapa sawit, kelapa, kopi,
cassiavera/kulit manis, pinang, dan teh. Dengan berpatokan pada harga yang
berlaku saat ini, perkebunan telah mampu memberikan kontribusi pendapatan
sebesar Rp21,491 triliun, dari ketujuh komoditas unggulan tersebut. Artinya,
kontribusi di subsektor perkebunan mampu menggerakkan roda pembangunan di
Provinsi Jambi,” kata Zola.
“Khusus untuk perkebunan kelapa sawit yang luasnya mencapai
609.950 hektar dan produksi 1.381.540 ton CPO, yang melibatkan 187.093 KK
petani, dengan harga yang berlaku saat ini untuk CPO Rp7.561,92 dan TBS umur 10
tahun Rp1.755,35, telah mampu memberikan kontribusinya sebesar Rp10,447 triliun
terhadap perekonomian Provinsi Jambi,” urai Zola.
Zola berharap agar capaian dari perkebunan diiringi dengan
penerapan usaha yang ramah lingkungan, dengan memperhatikan keseimbangan aspek
ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan, sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Zola juga menekankan agar perusahaan perkebunan, termasuk
perusahaan perkebunan kelapa sawit pro aktif untuk mencegah terjadinya
kebakaran hutan dan lahan, agat tidak terjadi lagi kebakaran hutan dan lahan
yang menyebabkan kabut asap, seperti yang terjadi pada tahun 2015.
“Perlu saya tegaskan bahwa kita tidak mentolerir lagi
pelanggaran terhadap undang-undang Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan,
khususnya pasal 56 ayat 1, yang melarang keras setiap pelaku usaha perkebunan
untuk membuka dan atau mengolah lahan dengan cara membakar,” tutur Zola. (JP-03)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE