JAMBI – Dinas
ESDM Provinsi Jambi mencatat penurunan lifting minyak bumi dan gas (Migas)
karena mendapat sentimen negatif dari harga minyak mentah dunia. Selanjutnya,
serapan PT Pertamnina (Persero) terhadap hasil lifting Kontraktor Kontrak Kerja
Sama (KKKS) hanya 12 ribu barel per-hari.
Dampak
dari penurunan realisasi lifting menyebabkan Dana Bagi Hasil (DBH) yang
mengalir ke Provinsi Jambi turun drastis. Penurunan sudah dirasakan sejak 2014
lalu, yakni sekitar Rp354 miliar, kemudian merosot di angka Rp124 miliar pada
2015. Selanjutnya turun 100 persen pada tahun ini menjadi Rp80 miliar.
“Rendahnya
realisasi lifting memberikan tekanan terhadap DBH. Sulit mencapai target
sebesar Rp80 miliar tahun ini,” kata Kabid Migas, Dinas ESDM Provinsi Jambi,
Alex Salman saat ditemui di kantornya, baru-baru ini.
Ia
mengatakan harga minyak mentah baik yang dirilis Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) berada
pada interval USD25-30 per barelnya. Sehingga KKKS yang berada di Jambi seperti
Petrochina, ConocoPhillips, Virginia Indonesia Company, dan PT Pertamina EP,
enggan melakukan eksplorasi untuk menghasilkan sumur baru.
Menurut
dia, pengeboran Migas pada sumur baru membutuhkan biaya operasional tinggi.
Sementara harga minyak mentah dunia sedang turun. Hal ini tidak dapat menutupi
biaya produksi. Apalagi di daerah Sarolangun, terjadi aksi (illegal mining) terhadap 45 sumur tua. “Pihak
SKK Migas sudah menyatakan kalau itu ilegal. Pemerintah setempat, harus
mengambil tindakan tegas,” terangnya.
Menurut
Alex, realisasi Minyak Bumi sampai dengan Triwulan II, daerah di Provinsi Jambi
dengan produksi paling tinggi di Kabupaten Tanjab Barat, yakni mencapai 1,889
juta barel dengan hasil perhitungan sekitar Rp338,975 miliar.
Gas
Alam paling tinggi diproduksi oleh Tanjab Barat sebanyak 31,947 juta Million
British Thermal Unit (MMBTU). Sedangkan untuk lifting dari pemerintah sebesar
Rp220,89 miliar. Sementara itu, dari Tanjab Timur produksi Gas Alam sebanyak
8,07 juta MMBTU, lifting pemerintah sebesar Rp54,97 miliar.
Selanjutnya,Comdev
Petrochina Ltd, Resman mengatakan harga minyak dunia sedang fluktuatif. Hal
berpengaruh kepada produksi Migas yang dilakukan oleh perusahaan asal China
tersebut. Menurut dia, pihaknya belum berencana melakukan ekspansi bisnis
maupun penambahan sumur baru.
“Ya
biaya operasionalnya tinggi. Dan harga sedang jatuh, tidak bisa menutupi modal
yang dikeluarkan,” terangnya.
Lebih
jauh, akibat tekanan dari pembebanan Pajak Penghasilan (PPh) pada pasal 22,
kemampuan Pertamina menyerap hasil produksi setiap KKKS menjadi terbatas.
Paling banyak memang sekitar 12 ribu barel per harinya.
Menurut
dia, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No.107/PMK.010/2015, tanggal 8
Juni 2015, KKKS dibebankan pajak atas penjualan minyak mentah sebesar 1,5
persen dari kantor penjualan atau trading
arm di dalam negeri dan 3 persen dari
trading arm di luar negeri. (JP-03)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE