PETI di Pangkalan Jambu.Ist |
Jambipos Online-Pangkalan Jambu merupakan salah satu
Marga di Kabupaten Merangin. Didalam Peta Belanda kemudian menyebutkan
Pusat Marga terletak di Kampung Tengah. Selain Kampung Tengah juga
disebutkan Dusun Lereng. Namun menurut Datuk Rajo Nan Putih , pusat
Marga terletak di Perentak.
Perentak dikenal sebagai “Tiga Alur” yang terdiri dari Bukit Perentak, Tanjung Alur dan Bunga Tanjung.
Kata Pangkalan Jambu adalah cerita dari “Belalang Padang. Padang dari
Jambi. Puyang Pangkalan Jambu kemudian “berakit dari Indrapura kemudian
di pemberhentian terdapat Pohon Jambu. Pemberhentian inilah yang
kemudian disebut Pangkalan Jambu. Tempat ini masih bisa ditemukan
didalam Hutan adat Pangkalan Jambu.
Marga Pangkalan Jambu terdiri dari Dusun Nangko, Dusun Dalam dan Dusun Birun.
Sebagai pemegang mandate dan kemudian bergelar “Datuk Raja Nan Putih.
maka menurut Ranji Kerajaan Indrapura (silsilah keluarga Kerajaan
Indrapura), maka Sultan Gadamsyah kemudian menjadi Raja di Pangkalan
Jambu-Birun.
“Puyang” mereka berasal dari Minangkabau Kerajaan
Pagaruyung. Namun melihat kedekatan wilayah Marga Pangkalan Jambu, maka
yang dimaksudkan adalah Kerajaan Indrapura sebagai “Vassal” dari
Kerajaan Pagaruyung. “Vassal” kemudian sebagai “ujung“ Kerajaan
Pagaruyung. Secara resmi Indrapura “pernah menjadi vassal” dari Kerajaan
Pagaruyung. Kesultanan Indrapura, adalah Kerajaan Islam Malayu yang
diperkirakan berdiri 1100 m– 1911 m .
Di Sungai Ipuh
(Kabupaten Muko-muko, Bengkulu) masih dilacak sebagai bagian dari
“vassal” Pagaruyung, Indrapura. Istilah “Orang Sungai Ipuh menghadap
Tuanku Rajo di Muko-muko atau “Tuanku Regen dari Indrapura” membuktikan
tentang keberadaan Kerajaan Indrapura.
MenghadapTuanku Rajo” adalah perumpamaan penghormatan terhadap Raja di Muko-muko.
Sedangkan istilah “tuanku Regen Indrapura” terdapat di Dusun Pulau Tengah Marga Sungai Tenang .
Dua tahun yang lalu, Zulkifli bergelar “Datuk Raja Nan Putih” pernah
diundang didalam pertemuan Adat di Tapan. Tapan merupakan daerah tempat
berdirinya Kerajaan Indrapura. Tapan kemudian dikenal sebagai
“perlintasan” Painan (Sumbar), Kerinci dan Muko-muko (Bengkulu).
Sebagai bagian dari Kerajaan Indrapura, maka “undangan” dari Tapan
kepada Datuk Raja Nan Putih sebagai bentuk “penyusuran” ranji Kerajaan
Indrapura.
Sebagai keturunan dari Indrapura yang merupakan
“vassal” dari Kerajaan Pagaruyung, cerita tentang “Datuk Perpatih nan
sebatang ” masih hidup. Dari kemenakan Datuk Perpatih Nan Sebatang yang
kemudian dikenal bergelar Raja Nan Putih kemudian menyeberang dan
tinggal di Pangkalan Jambu-Birun.
Istilah “tuanku Regen di
Indrapura” dan Ranji Indrapura di Marga Pangkalan Jambu-Birun merupakan
“penyebaran” “puyang” dari masyarakat Dusun Pulau Tengah didalam Marga
Sungai Tenang maupun masyarakat di Marga Pangkalan Jambu-Birun.
Sedangkan istilah “MenghadapTuanku Rajo” merupakan ikrar dari masyarakat
Marga Serampas yang kemudian “penyebaran” ke Sungai Ipuh, Bengkulu.
Didalam struktur adat, maka Datuk Raja Nan Putih dibantu oleh Datuk Monti Raja dan Datuk Pado Garang.
Selain Datuk Raja Nan Putih yang dibantu oleh Datuk Monti Raja dan
Datuk Pado Garang, mereka juga mengenal “Datuk berempat dan Menti nan
Tigo”.
Datuk Berempat yaitu Datuk Penghulu Mudo, Datuk Penghulu
Kayo, Datuk Bendaro Kayo dan Datuk Raja Tantan. Sedangkan “Menti nan
Tigo yaitu Rio Niti di Dusun Baru, Rio Gemalo di Dusun Nangko dan Rio
Sari di Dusun Sungai Jering).
Menurut Ranji Kerajan Indrapura,
Sultan Gadamsyah mempunyai putra dua orang. Yang pertama adalah Tuanku
Muda bergelar Sultan Karijok. Sedangkan Kedua Sultan Ibrahim.
Tuanku Muda Bergelar Sultan Karijok menjadi Raja di Pangkalan Jambu,
Birun. Tuanku Muda bergelar Sultan mempunyai istri yang bernama Putri
Mayang Terurai.
Mereka mempunyai anak yang bernama Putri Bengan, Sultan Saibun dan Putri Rahmah.
Cerita tentang “Nenek Putri Rabiah” namun menurut Ranji adalah “Rahmah”
diwujudkan dengan penyebutan “Nenek Rabiah” sebagai pengasuh dan
penyayang dan induk dari Pemangku adat di dalam Marga Pangkalan Jambu.
Sedangkan cerita Putri Mayang Terurai - versi yang lain menyebutkan
“Putri Mayang Mengurai” - juga dikenal sebagai istri Orang Kayu Hitam.
Cerita ini begitu hidup di daerah hilir terutama di Marga Berbak di
Kabupaten Tanjabtim dan Marga Jebus di Kecamatan Kumpeh Ilir Kabupaten
Muara Jambi. Sedangkan J. Tideman didalam bukunya “Djambi” tahun 1938
menyebutkan istri Orang Kayo Hitam adalah Putri Panjang Rambut .
Walaupun merupakan keturunan dari Pagaruyung (baca dari Kerajaan
Indrapura) namun hukum adat yang dibawa dari Pagaruyung kemudian
mengalami proses yang kemudian diteliti mudik dari Jambi. Cara ini biasa
dikenal “tali undang, tambang teliti . Seloko kemudian dapat ditemukan
di Lambang Kabupaten Merangin.
Begitu juga identitas masyakarat
yang mengakui keturunan Pagaruyung namun tetap mengakui tanah Jambi yang
dilihat dari Seloko “Belalang Padang. Padang dari Jambi”.
Marga Pangkalan Jambu terdiri dari Dusun Nangko, Dusun Dalam dan Dusun Birun.
Dusun Nangko terdiri dari Kampung Pasar Perentak, Dusun Nangko. Dusun
Dalam terletak di Pangkalan Jambu. Dusun ini kemudian menjadi dusun
tinggal. Dusun yang ditinggalkan dan tidak dihuni lagi. Sedangkan Dusun
Birun terdiri Dusun Tinggi, Dusun Gembala dan Dusun Solok.
Pangkalan Jambu kemudian menjadi Marga yang dikenal sebagai Marga Pangkalan Jambu dan berkedudukan di Perentak.
Marga Pangkalan Jambu kemudian menjadi Kecamatan Pangkalan Jambu yang
terdiri dari Desa Birun, Desa Baru Pangkalan Jambu, Desa Bukit Perentak,
Desa Tiga Alur, Desa Bungo Tanjung, Desa Sungai Jering, Desa Kampung
Limo dan Desa Tanjung Mudo.
Wilayah Marga Pangkalan Jambu
ditandai dengan Tembo “bukit perentak di Tanjung Aur yang terletak di
Bungo Tanjung. Kemudian dari Tanjung Mudik ke Bukit Batu dan Lubuk
tanjung di Sungai Jerinjing. Terus ke Kampung Lima di Datuk Delapan.
Kemudian ke Batas Birun dengan Dusun Durian Rambun, Lubuk Beringin dan
Lubuk Birah terletak di Bukit Sekeladi. Tembo ini kemudian juga
disampaikan oleh Marga Senggarahan.
Sedangkan batas dengan
Kerinci di Dusun Penetai di Siporak Hook dan diseberang Batang Merangin.
Selanjutnya di Bukit Tungku - Durian Rabah di Lempur Kerinci.
Didalam struktur adat, mereka mengenal “Tiga Tali sepilin. Tungku
Sejarangan”. Ikatan yang kuat antara struktur adat yaitu hukum Negara,
hukum agama dan hukum adat kemudian diputuskan oleh Rio sebagai “pemutus
akhir” dan pelaksana keputusan adat.
Namun yang unik pola hubungan antara Marga Pangkalan Jambu dengan Dusun Birun.
Sebagai pemegang kekuasaan Rio di Pangkalan Jambu, maka terhadap sanksi
adat seperti “ayam sekok. beras segantang” atau “kambing sekok. Beras
10 gantang”, cukup diselesaikan oleh Datuk Nan berempat. Sedangkan
sanksi adat berupa “Kerbau sekok. Beras 100 gantang” maka harus
diselesaikan oleh Rio sebagai pemegang kekuasaan Marga Pangkalan Jambu.
Sedangkan di Dusun Birun, walaupun merupakan dusun dari Marga Pangkalan
Jambu, seluruh proses sanksi baik dimulai dari “ayam sekok. beras
segantang” atau “kambing sekok. Beras 10 gantang” yang biasa cukup
diselesaikan oleh Datuk Nan Berempat, namun Dusun Birun juga bisa
menjatuhkan sanksi adat hingga “Kerbau sekok. Beras 100 gantang”.
Kekuasaan menjatuhkan sanksi Kerbau sekok. Beras 100 gantang” yang
terdapat didalam kewenangan Rio di Pangkalan Jambu dapat dilaksanakan
oleh “Datuk Rajo Nan Putih” di Dusun Birun.
Sebagai salah satu
daerah “penghasil” emas, kebiasaan “mendulang” telah lama dikenal
masyarakat . Mendulang adalah kebiasaan “mencari” emas dari sungai
dengan cara “mengayak”. Cara ini salah satu pilihan untuk mendapatkan
emas tanpa merusak sungai. Dan tidak pernah menggunakan alat berat
ataupun zat kimia yang sering digunakan untuk memisahkan pasir dengan
butiran emas.
Pengukuran emas yang didapatkan menggunakan penghitungan dari dahulu kala hingga sekarang tetap digunakan.
Mereka menyebutkan “1 mayam”. Istilah “mayam” masih dikenal selain di
Merangin juga dikenal di Sarolangun dan Bungo. 1 mayam sama dengan 1 ¼
mas. 1 mayam diukur 2,5 gram. Sehingga 1 mas menjadi 3,7 gram.
Di
daerah hilir sendiri istilah “mayam” atau “mas” kurang dikenal.
Penghitungan mas Biasa menyebutkan 1 suku. 1 suku berupa 6,7 gram.
Sehingga 1 mayam adalah 1,5 suku. (Penulis: Musri Nauli)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE