Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar |
Jambipos Online, Jakarta-Kepala Divisi Humas Polri
Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, cerita yang disampaikan
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(Kontras) Haris Azhar dijadikan bahan evaluasi bagi kepolisian.
Polri menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo yang ingin polisi berbenah dan mengevaluasi diri usai cerita Freddy yang disampaikan Haris tersebar.
Masih dalam rangka menindaklanjuti instruksi presiden, polisi terus
menelusuri informasi dari Haris untuk mencari oknum yang terlibat
peredaran narkotika.
"Kami tetap menelusuri apa yang disampaikan Haris. Dan apabila adanya
penyimpangan, di situlah dijadikan bahan pembenahan," ujar Boy saat
dihubungi, Kamis (4/8/2016).
Boy mengatakan, Kapolri sudah memerintahkan pembentukan tim khusus
yang terdiri dari Divisi Profesi dan Keamanan serta Inspektorat
Pengawasan Umum.
Pihaknya juga mengundang ahli sebagai pihak ketiga untuk meminta
masukan. "Ada melibatkan unsur eksternal seperti Hendardi dari Setara
Institute untuk ahli," kata Boy.
Boy mengatakan, laporan terhadap Haris bukan karena polisi
antikritik. Tapi, polisi mempermasalahkan penyebaran informasi yang
belum terbukti kebenarannya melalui media elektronik.
"Kami berterima kasih ke Haris. Kami terbuka dengan kritik," kata Boy.
Polri Tolak Disebut Anti-Kritik Terkait Laporkan Haris Azhar
Koordinator Kontras Haris Azhar menyampaikan pernyataan terkait konflik tentara dengan polisi di Jakarta, Senin (24/11). Mereka antara lain menyatakan bahwa penegakan hukum harus dikedepankan untuk penyelesaian konflik tersebut. |
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul membantah, pihaknya melaporkan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar karena tidak terima dikritisi.
Martinus mengatakan, Haris dilaporkan karena apa yang dia ungkap ke
media terkait ucapan Freddy Budiman tidak berdasar dan minim pembuktian.
"Kami bukan antikritik. Tapi kritik yang tidak berdasar itu bisa
membangun persepsi yang tidak mendasar tanpa fakta," kata Martinus di
Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
"Kalau bangun persepsi, lalu jadi satu kebenaran kan memberikan pelajaran yang kurang baik," lanjut dia.
Menurut Martinus, dalam mengutarakan kritik pun kata-kata yang
dipilih harus tepat dan berdasarkan fakta. Jangan sampai menjurus pada
pencemaran nama baik dan malah menjadi bumerang.
Alih-alih menyebarkan informasi itu melalui media sosial, kata
Martinus, semestinya Haris membicarakannya langsung dengan instansi
terkait yang disebut dalam percakapan dengan Freddy.
"Saudara HA kan banyak kenalan, kenapa tidak diomongin. Kan nanti
bisa ditindaklanjuti kalau ada komunikasi yang baik," kata Martinus.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menilai, informasi yang disampaikan Haris Azhar soal Freddy Budiman harus dijadikan masukan bagi aparat untuk berbenah diri.
Haris mengaku bahwa Freddy menyampaikan soal adanya oknum polisi, BNN, dan TNI yang membantunya melakukan bisnis narkoba.
"Presiden mengingatkan kepada aparat untuk melihat kritik atau info
itu sebagai masukan untuk melakukan koreksi apabila kritik dan info itu
berkaitan dengan oknum aparatnya," kata Staf Khusus Presiden bidang
Komunikasi Johan Budi Sapto Prabowo di Kompleks Istana Kepresidenan,
Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Presiden, lanjut Johan, menekankan bahwa aparat sebaiknya berdialog
dengan Haris untuk menelusuri informasi yang disampaikan Freddy.
Presiden juga menekankan harus ada bukti yang kuat bahwa oknum aparat itu terlibat bisnis narkoba.
"Kalau ada (oknum aparat yang terlibat), Presiden tegas menyampaikan harus diusut tuntas," tambah Johan.
Sebelumnya, Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya.
Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator
penyelundupan narkoba skala besar. Saat ignin mengimpor narkoba, Freddy
menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.
Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China
seharga Rp 5.000. Sehingga, ia tidak menolak jika ada yang menitipkan
harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy.
Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.
Cerita yang diungkapkan Haris ketika Freddy sudah dieksekusi mati tersebut berujung polemik. Pihak BNN, TNI dan Polri belakangan melaporkan Haris dengan tuduhan melanggar UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Ketua DPR Minta Cerita Haris Azhar Ditindaklanjuti agar Tak Jadi Perdebatan Liar
Ketua DPR RI Ade Komarudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/8/2016) |
Ketua DPR Ade Komarudin melihat, langkah yang dilakukan TNI, Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang melaporkan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar ke Bareskrim Polri, adalah untuk menjaga marwah ketiga institusi tersebut.
Haris dilaporkan ke Bareskrim Polri setelah mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum polisi, TNI dan BNN dalam peredaran narkoba yang dikontrol Freddy.
Ade menambahkan, informasi yang dimiliki Haris harus didalami dan
ditindaklanjuti kebenarannya agar tak lagi ada mispersepsi selain juga
bisa meredam kegaduhan.
"Saya tidak mau masalah ini menjadi perdebatan tidak karuan, yang
sebenarnya informasinya tidak seperti itu tapi mispersepsi kemudian jadi
liar kemana-mana," kata Ade di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta,
Kamis (4/8/2016).
Meski menyangkut kehormatan tiga institusi, namun Ade berpendapat
informasi yang diungkapkan Haris tak boleh dianggap angin lalu.
"Saya yakin Pak Haris mempunyai fakta-fakta yang kuat, bukti-bukti
yang kuat. Tidak masalah. Sehingga bisa dibuktikan di mata hukum," tutur
Politisi Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukan Freddy.
Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator
penyelundupan narkoba skala besar. Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy
menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari
China.
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.
Cerita yang diungkapkan Haris ketika Freddy sudah dieksekusi mati tersebut berujung polemik. Pihak BNN, TNI dan Polri belakangan melaporkan Haris dengan tuduhan melanggar UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE).
Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan, pernyataan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan KorbanTindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar
terkait kesaksian Freddy Budiman tak disertai bukti yang kuat. Haris
dianggap melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Jokowi Minta "Curhat" Freddy Budiman Jadi Koreksi Diri Aparat
Presiden Joko Widodo didampingi Wapres Jusuf Kalla, Mensesneg Pratikno, dan Menseskab Pramono Anung mengumumkan perombakan kabinet atau reshuffle jilid 2, di teras belakang Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/7/2016). Presiden mengumumkan 12 nama menteri dan Kepala BKPM. |
Presiden Joko Widodo
menilai pengakuan yang disampaikan oleh bandar narkoba yang kini sudah
dieksekusi mati, Freddy Budiman, kepada Koordinator Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, harus dijadikan masukan bagi aparat untuk berbenah diri.
Freddy sebelumnya mengaku kepada Haris bahwa ada oknum polisi, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang membantunya melakukan bisnis naroba dari balik jeruji besi.
"Presiden mengingatkan kepada aparat untuk melihat kritik atau info
itu sebagai masukan untuk melakukan koreksi apabila kritik dan info itu
berkaitan dengan oknum aparatnya," kata Staf Khusus Presiden bidang
Komunikasi Johan Budi Sapto Prabowo di Kompleks Istana Kepresidenan,
Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Presiden, lanjut Johan, menekankan bahwa aparat sebaiknya berdialog
dengan Haris untuk menelusuri informasi yang disampaikan Freddy.
Presiden juga menekankan harus ada bukti yang kuat bahwa oknum aparat
itu terlibat bisnis narkoba.
"Kalau ada (oknum aparat yang terlibat), Presiden tegas menyampaikan harus diusut tuntas," tambah Johan.
Sebelumnya, Haris Azhar mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat BNN, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya.
Kesaksian Freddy, menurut Haris, didapat pada masa kesibukan
memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres
2014. Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator
penyelundupan narkoba skala besar.
Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.
Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China
seharga Rp 5.000. Sehingga, ia tidak menolak jika ada yang menitipkan
harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy. Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir. (*)
Sumber: Kompas.com
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE