Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya (dua dari kanan) didampingi Gubernur Jambi, Zumi Zola (tiga dari kanan) meninjau areal pembibitan tanaman hutan jabon di Desa Hajran, Kecamatan Bathin XXIV, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, Sabtu, 13 Agustus 2016. |
Jambipos Online, Jambi-Rendahnya kepedulian masyarakat sekitar hutan terhadap penghijauan
menjadi salah satu kendala utama lambannya perbaikan kerusakan hutan di
Jambi. Masyarakat sekitar hutan di daerah itu cenderung kurang peduli
kerusakan hutan karena merasa tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari
hutan di sekitar mereka.
Bibit Jabon. Hubungi Mister Panonggor HP 0812 6003 7707 (Kopjaskum Radio Mora Nusantara) |
Bibit Jabon. Hubungi Mister Panonggor HP 0812 6003 7707 (Kopjaskum Radio Mora Nusantara) |
Bibit Jabon. Hubungi Mister Panonggor HP 0812 6003 7707 (Kopjaskum Radio Mora Nusantara) |
Bibit Jabon. Hubungi Mister Panonggor HP 0812 6003 7707 (Kopjaskum Radio Mora Nusantara) |
Untuk mengubah sifat apatis terhadap kelestarian hutan tersebut,
dibutuhkan program-program penghijauan yang memberikan manfaat bagi
masyarakat sekitar hutan. Salah satu terobosan yang dilakukan di Jambi
meningkatkan kepedulian masyarakat sekitar hutan dalam pelestarian hutan
tersebut, yakni pembangunan hutan tanaman rakyat (HTR) dengan komoditas
tanaman hutan jabon (Anthocephalus macrophyllus).
Komoditas tanaman jabon berpotensi besar membangkitkan semangat
penghijauan di kalangan masyarakat sekitar hutan karena tanaman tersebut
memiliki nilai ekonomis tinggi. Tanaman jabon tersebut sangat cocok
dijadikan salah satu bentuk usaha meningkatkan pendapatan masyarakat
sekitar hutan sekaligus melestarikan hutan serta mengurangi kasus
konflik lahan.
“Pembangunan HTR dengan komoditas tanaman bernilai ekonomis, jabon
merupakan salah satu upaya yang baik untuk mempercepat rehabilitasi
hutan sekaligus peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan.
Pembangunan HTR dengan komoditas jabon ini juga menjadi solusi tepat
mengatasi konflik lahan yang terjadi di masyarakat, termasuk di Jambi.
Tidak munculnya konflik dalam pengelolaan HTR karena masyarakat sendiri
yang mengelola dan selaku pemegang izin. Namun yang harus diperhatikan
adalah hasil dari hutan tersebut bermanfaat untuk kesejahteraan
masyarakat," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti
Nurbaya ketika meninjau percontohan HTR komoditas jabon di Desa Hajran,
Kecamatan Bathin XXIV, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, Sabtu
(13/8) lalu.
Menurut Siti Nurbaya, pembangunan HTR dengan komoditas tanaman
ekonomis dan laku di pasaran bermanfaat untuk melakukan optimalisasi
pemanfaatan ruang. HTR jabon tidak terlalu membutuhkan areal yang luas,
tetapi hasilnya secara ekonomis dan penghijauan hutan cukup besar.
Kemudian HTR memberikan akses legal kepada masyarakat dan efektif
mengatasi konflik antara pengusaha dan masyarakat sekitar hutan.
Sitii Nurbaya menegaskan, konsistensi pengelolaan HTR harus dijaga
dan harus ada jaringan kerja. Sebab itu pembangunan HTR membutuhkan
pendampingan dari lembaga swadaya masyaraat (LSM) yang peduli lahan dan
hutan. Melalui pendampingan tersebut, kreativitas masyarakat dalam
pelestarian hutan bisa ditingkatkan.
"Kreativitas masyarakat dalam pelestarian hutan itu tidak boleh
terhenti. Saya ingin melihat kekuatan dari kelembagaan kita di
masyarakat dalam pelestarian hutan tersebut dan itu tampak pada
pembangunan HTR di Desa Hajran ini. Pembangunan HTR jabon ini adalah
bisnis rakyat. Biasanya yang mampu mengelola lahan dan hutan adalah
konglemerat. Tapi ke depan, pengelolaan lahan dan hutan bisa dilakukan
rakyat,"katanya.
Hutan Penyangga
Sementara itu, Gubernur Jambi, Zumi Zola memberikan apresiasi tinggi
terhadap pembangunan HTR berbasis tanaman jabon di Desa Hajran,
Kabupaten Batanghari tersebut. HTR jabon tersebut menjadi salah satu
benteng pertahanan kelestarian hutan di Jambi karena lokasinya berada di
kawasan penyangga hutan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Kehadiran
areal HTR jabon dengan luas puluhan hektare di Desa Hajran bisa
menghalangi para pembalak liar ke kawasan TNBD di daerah itu.
Menurut Zumi Zola, pembangunan HTR jabon di Desa Hajran, Batanghari
yang merupakan bentuk program pembangunan hutan berbasis masyarakat
(PHBM) benar-benar bermanfaat bagi masyarakat serta pelestarian TNBD.
Sebagian besar warga Desa Hajran selama ini bermata pencaharian petani
karet dan masih tergantung pada kawasan hutan.
“Program PHBM dengan komoditas jabon di Desa Hajran memberikan
legalitas mengelola hutan kepada masyarakat desa setempat. Legalitas
pengelolaan hutan itu juga menjadi penopang ekonomi masyarakat desa
tersebut,”katanya.
Dijelaskan, kegiatan pembangunan PHBM di Desa Hajran selama ini
antara lain program Aneka usaha kehutanan di areal hutan desa sekitar 10
hektare (ha). Program tersebut difasilitasi Badan Pengelola Daerah
Aliran Sungai (BPDAS) Batanghari. Komoditas tanaman hutan yang ditanami
di areal hutan desa itu, yakni jelutung dan karet. Sedangkan di desa
tersebut juga dikembangkan HTR jabon sekitar 40 ha.
"Ternyata tanaman Jabon cocok dikembangkan di wilayah ini. Melalui
penyemaian dan penanaman jabon dilokasi HTR Desa Hajran bisa tercipta
sentra produksi tanaman jabon. Kemudian Desa Hajran juga nantinya bisa
menjadi pusat sumber bibit jabon untuk mendukung pengembangan budidaya
jabon dalam rangka menunjang bahan baku industri kayu di Provinsi
Jambi,"ujarnya.
Menurut Zumi Zola, Kabupaten Batanghari termasuk salah satu daerah
yang berhasil mengembangkan program PHBM yang dicanangkan Kementerian
Lingkungan dan Kehutanan. Melalui program PHBM sejak tahun 2009,
berhasil dibangun sekitar 3.563 ha hutan desa di Desa Hajran, Desa Olak
Besar dan Desa Jelutih, Batanghari.
Hutan desa tersebut dibangun dengan pendamping Komunitas Konservasi
Indonesia (KKI) Warsi Jambi. Kemudian sejak tahun 2015, dibangun juga
HTR sekitar 1.272 ha di Desa Hajran. Pembangunan HTR tersebut
dilaksanakan dengan pendamping Aliansi Masyarakat Peduli Hutan dan Lahan
(Amphal) Batanghari.
Direktur Eksekutif Aliansi Masyarakat Peduli Hutan dan Lahan (Amphal)
Batanghari, Adhietya Noegraha pada kesempatan tersebut mengatakan,
proses izin HTR Desa Hajran sudah dimulai sejak tahun 2006 lalu. Namun
pencanangan HTR tersebut baru bisa dilakukan tahun 2014 dengan luas
sekitar 1.272 ha.
Amphal memilih tanaman jabon untuk HTR di desa Hajran karena lahan
dan lokasinya dan cocok. Lahan di Desa Hajran juga cocok untuk
pembibitan jabon. Pembibitan tersebut bisa mengahasilkan 100.000 ribu
batang jabon setiap bulan.
“Selain pembibitan, kami juga mengembangkan pupuk organik cair yang
menghasilkan 600 liter per bulan. Namun izin industri katanya belum ada.
Ke depan Desa Hajran bisa menjadi jendela kehutanan Indonesia.
Kehadiran Menteri LHK, Ibu Siti Nurbaya di lokasi pengembangan jabon ini
memberikan semangat bagi kami mengembangan Desa Hajran menjadi sentra
jabon,”katanya. (SP)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE