Masjid Agung Al Falah adalah masjid terbesar di Jambi. |
Jambipos Online, Jambi-Masjid Agung Al Falah adalah masjid
terbesar di Jambi. Hingga kini masjid yang dijuluki masjid “seribu tiang” ini
menjadi kebanggaan masyarakat di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah (Provinsi
Jambi). Namun tak banyak yang mengetahui sejarahnya berdirinya masjid ini,
termasuk nama arsiteknya yang notabene adalah orang Batak non Muslim.
Wajar saja saat ini memang tak banyak yang tahu sejarah
masjid Agung Al Falah, karena secara resmi sejarah tertulisnya boleh dibilang
belum ada. Dari Informasi yang diperoleh penulis, tanah lokasi di mana Masjid
Agung ini berdiri, dulunya merupakan pusat kerajaan Melayu Jambi.
Namun pada tahun 1885 dikuasai penjajah Belanda dan
dijadikan pusat pemerintahan/benteng Belanda. Kisah ini diungkapkan Hasan
Basri, salah satu imam masjid Agung Al Falah kepada penulis belum lama ini.
Hasan Basri memperlihatkan buku berisi khotbah di Masjid
Agung dan sekilas pandang riwayat masjid tersebut. “Pada awalnya gagasan
pembangunan Masjid Agung diwujudkan tahun 1960-an oleh pemerintah Jambi, beserta
tokoh agama,” kata Hasan.
Namun, baru pada tahun 1971 pelaksanaannya dimulai. Bahkan
menurut informasi, turun temurun,
arsitektur masjid dulunya disayembarakan. “Dan, ternyata pemenangnya orang
non-Muslim,” ujar Hasan.
Menurut Hasan, bentuk bangunan Masjid Agung hingga sekarang
tetap dipertahankan sesusi bentuk awalnya. “Kalaupun ada renovasi paling
penambahan ukiran pada mihrab imam, tidak merombak bentuk awal Masjid,”
katanya.
Masjid Agung Al Falah adalah masjid terbesar di Jambi. |
Masjid Agung sendiri, secara resmi pada 29 September 1980
diresmikan Soeharto, Presiden RI waktu itu. Masjid ini berada di Jalan Sultan
Thaha, Kota Jambi, Masjid Agung Al Falah begitu mencolok. Luas lahannya
mencapai 2,7 hektar. Sebanyak 232 tiang yang menopang kubah dan atap menambah
kesan kokoh masjid itu.
Masuk ke dalam masjid, keagungan masjid begitu terasa.
Mihrab dihiasi ukiran dan kaligrafi yang indah, terbuat dari kuningan dan
tembaga dengan kubah megah seperti Taj Mahal di India. Delapan tiang penyangga
dihiasi ukiran dan patri kuningan yang cantik nan menawan.
Di sisi kanan masjid ada kaligrafi bertuliskan asma Allah.
Di kiri, kaligrafi Nabi Muhammad SAW. Sedangkan di kanan dan kiri mihrab
terdapat dinding berhiaskan ukiran yang di tengahnya dibuat nama-nama
khulafaurrasyidin (empat klaifah), yakni Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab,
Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Di kanan dan kiri mihrab juga terdapat
dua jam berukuran besar.
Sementara di tengah masjid terdapat kubah indah berukuran
besar dengan warna beragam, putih, hijau muda, hijau tua, pink, dan biru,
dengan kaligrafi terbuat dari kaca bertuliskan nama-nama Allah.
Masjid semakin terlihat menarik dan megah ketika lampu hias
berukuran besar mengantung menghiasi kubah masjid terbesar di Jambi itu. “Tahun
2003 atap ada bocor, makanya kita rombak sehingga seperti sekarang,” ujar
Normal Yahya, saat menjabat staf Biro Kesra dan Kemasyarakatan Setda Provinsi Jambi 2011 lalu.
Dikatakan, penampilan Masjid semakin kokoh dan gagah
setelah 40 tiang dilapisi tembaga kuningan yang didatangkan dari Jepara, Jawa
Tengah. “Baru 2004-2005 dirombak menggunakan tembaga seperti itu,” ujarnya.
Di masjid itu juga terdapat beduk berukuran besar.
Sementara di kanan dan kiri bagian luar terdapat kolam ikan dengan pagar di
sekelilingnya. Ide pembuatan ornamen saat direhab, kata Normal Yahya.
“Kami diperintahkan
membuat konsep dan desainnya dengan mengajak konsultan dan arsitek. Setelah itu
baru kita usulkan lagi ke Gubernur,” ujar pria yang tinggal di Puri Mayang itu.
Secara estetis, kata Normal Yahya, tidak bagus. Hingga kini
Masjid Agung menjadi simbol kemasyhuran masyarakat Jambi. Masjid unik dengan
232 tiang tanpa dinding, kecuali bagian barat dan mihrab, dihiasi ornamen
kaligrafi ayat-ayat Alquran, nama Allah, nama Nabi Muhammad SAW,
khulafaurrasyidin, dan dilengkapi beduk di bagian depan masjid.
“Nama masjid seribu tiang itu hanya gelar yang diberikan
masyarakat Jambi saja karena begitu banyak tiang yang menyangga masjid itu,”
ujar M Zubir, salah satu imam masjid. Saat ini sudah divariasi dengan 40 tiang
terbuat dari tembaga, ditambah lampu hias dari tembaga juga.
Dari Sayembara
Masjid Agung Al Falah merupakan masjid terbesar di Jambi.
Hingga kini masjid seribu tiang itu menjadi kebanggaan masyarakat di Bumi Sepucuk
Jambi Sembilan Lurah. Namun tak banyak yang mengetahui sejarah berdirinya
masjid tersebut.
Masjid Agung Al Falah adalah masjid terbesar di Jambi. |
Ketua MUI Provinsi Jambi (Alm) Sulaiman Abdullah 2010 lalu,
menjelaskan, ide pembangunan Masjid Agung dimulai tahun 1960-an oleh pemerintah
dan pemikiran beberapa tokoh masyarakat. Tujuannya meningkatkan syiar Islam, di
samping makin meningkatnya jumlah penduduk. “Dulu itu bekas benteng Belando
(Belanda), dikuasai oleh militer Korem 042/Gapu,” ujarnya.
Selanjutnya gubernur melalui sekretaris daerah menghubungi
panglima Kodam II Sriwijaya di Palembang untuk meminta kembali tanah tersebut
untuk lokasi pembangunan masjid.
Usulan itu membuahkan hasil dengan disepakati dan
dikembalikan tanah tersebut kepada Pemprov Jambi yang dulu milik pemerintah
Kerajaan Melayu Jambi. Namun, baru pada 1971, pembangunan dimulai, diprakarsai
Abdurrahman Sayoeti, sekretaris daerah Provinsi Jambi ketika itu, dan didukung
sejumlah tokoh ulama, pejabat pemerintah, dan tokoh masyarakat Jambi lainnya.
Abdurrahman Sayoeti yang menjabat terakhir Gubernur Jambi
(1989-1999) meninggal akibat sakit RS Cinere Jakarta Minggu (22 Mei 2011) dan
dimakamkan di Jambi, Minggu (22/5/2011).
Bentuk bangunan masjid, kata Sulaiman Abdullah, semua
disayembarakan. Akhirnya, terpilihlah konsep bangunan dengan banyak tiang dan
tanpa dinding. “Tidak berdinding agar dingin terkena angin dan tidak perlu
kipas angin atau AC,” ujar Sulaiman Abdullah.
Pemenang sayembara itu yang non Muslim hingga kini masih
misteri. Identitasnya hingga kini belum jelas. Diperoleh informasi arsiteknya
adalah orang Batak.
Nama Masjid Agung Al Falah merupakan kesepakatan para ulama
dan tokoh masyarakat ketika itu. “Agung” dipakai karena bangunannya yang megah.
Sedangkan “Al Falah” berarti kemenangan, yang memberikan pengertian bahwa kehidupan
manusia di dunia ini harus memeroleh kemenangan.
Dari sisi sejarah, nama “Al Falah” dipakai mengingat lokasi
pembangunan masjid adalah Tanah Pilih Pseko Betuah, yaitu tanah milik Kerjaan
Melayu Jambi yang pada 1885 dikuasai Pemerintah Belanda namun dapat dikuasai
kembali oleh Kerajaan Melayu Jambi. Artinya, Jambi memeroleh kemenangan.
Tahapan Pembangunan
Pembangunan Masjid Agung Al Falah melewati 14 tahapan.
Diawali pada 16 Januari 1971 hingga 17 september 1979. Semua dana bersumber
dari APBD. “Supaya masyarakat Jambi memiliki masjid yang megah dan jadi
kebanggaan,” ujar Hasip Kalimuddin Syam, salah seorang tokoh yang ikut
memprakarsai pembangunan Masjid Agung Al Falah Mei 2011 lalu.
Masjid Agung Al Falah adalah masjid terbesar di Jambi. |
Selain 14 tahapan tersebut, secara terpisah dibangun pula
gedung Islamic Centre pada tahun anggaran 1974/1975 dengan biaya Rp 55 juta
terdiri dari bantuan presiden Rp 50 juta ditambah anggaran Pemprov Jambi.
Menara setinggi 38,50 miliar dibangun pada tahun anggaran 1976/1977 dengan
menelan dana Rp 25 juta, sumbangan PT Waskita Karya.
Tahap penyempurnaan dilakukan pada 1980/1981 dengan biaya
Rp 10 juga. Pengerjaan yang dilakukan adalah pembuatan satu unit rumah jaga dan
tempat wudhu dan WC wanita.
Masjid Agung Al Falah adalah masjid terbesar di Jambi. |
Masjid Agung Al Falah adalah masjid terbesar di Jambi. |
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE