Praktik PETI milik para Cukong di Sarolangun. Dan Peta PETI di Wilayah TNKS. Foto Asenk Lee/Jampos Online |
PETI Surga Para Cukong
Jambipos Online, Jambi-Persoalan pertambangan emas tanpa
izin (PETI) yang dilakukan rakyat dan juga pemodal berdasi hingga kini belum dapat dihentikan. Bahkan
pertambangan emas ilagal kini sudah merasuk hutan alam dan juga sungai-sungai
di hulu. Pergantian Kapolda Jambi ternyata belum juga mampu untuk menertibkan
PETI di Provinsi Jambi hingga ke akar-akarnya.
Beranjak dari persoalan pelik PETI itu, Komunikasi
Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov)
Jambi untuk segera menerbitkan Perda Ijin Pertambangan Rakyat (IPR). Hal itu
penting guna melokalisir wilayah-wilayah tambang rakyat yang dilakukan secara
tradisional, bukan dengan cara-cara pemakain alat berat.
“Sekarang ini sudah marak PETI dilakukan dengan cara
menggunakan alat berat berupa eskavator. Tentunya ini kan dilakukan oleh
pemodal besar, dan ini sangat sulit untuk diberantas. Kalau dengan adanya IPR,
tentunya lokasi tambang bisa dilokalisir dan juga bisa diawasi. Tentu hal ini
dapa payung hukumnya,” kata Maneger Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia
(KKI) Warsi, Rudi Syaf kepada Jambipos Online, saat ditemui di Kantor Warsi
Jambi, Selasa (7/6/2016).
Menurut Rudi, menyangkut soal PETI, pemerintah segera
melakukan revisi tata ruang wilayah dan mengalokasikan kawasan untuk tambang
rakyat. “Mengakomodir tambang rakyat itu penting dilakukan untuk mengatasi
masalah peti. Selain itu juga perlu dilakukan dengan kehatihatian untuk
mengakomodir masyarakat setempat, jangan sampai nanti ketika ada kawasan yang
dilegalkan untuk pertambangan emas, yang bermain adalah para cukong. Sementara
masyarakat setempat hanya sebagi pekerja. Disini kehatihatian pemerintah sangat
diperlukan,” kata Rudi Syaf.
Wilayah Pertambangan Rakyat
Sementara Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) menjadi salah
satu usulan penanggulangan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), disamping
penegakan hukum. PETI merupakan permasalahan yang sangat serius di Provinsi
Jambi, dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya, terutama dampak
lingkungan dan dampak sosial.
Sekda Provinsi Jambi H.Ridham Priskap dalam Focused Group
Discussion (FGD) dengan Tema “Upaya Mencari Penyelesaian Penambangan Emas Tanpa
Izin (PETI) sebegai Bentuk Pemenuhan Tanggung Jawab Negara dalam Mewujudkan
Pembangunan Berkelanjutan, bertempat di Auditorium Sekretariat Wakil Presiden
Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (26/5/2019)
lalu.
H.Ridham Priskap mengemukakan dirinya diundang menjadi
salah satu narasumber dalam acara yang diselenggarakan oleh Asisten Deputi
Politik, Hukum, dan Keamanan Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan
Sekretariat Wakil Presiden Kementerian Sekretariat Negara tersebut, bersama
Kapolda Jambi, BrigjenPol.Musyafak dan Rektor Universitas Jambi (Unja), Prof.
Joni Najwa, PhD.
H.Ridham Priskap mengatakan, Pemerintah Daerah Provinsi
Jambi dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Jambi dan
Kabupaten/Kota se Provinsi Jambi telah melakukan berbagai upaya.
Misalnya penyampaian kepada masyarakat tentang rekaman
kasus minamata Jepang, , penyampaian brosur tentang sanksi terhadap aktivitas
kegiatan PETI, dikeluarkannya Maklumat Kapolda Jambi Nomor Polisi
MAK/02/IX/2006 tenang Sanksi Pidana bagi Peaku Penambangan Emas Tanpa Izin.
Kemudian Instruksi Guberrnur Jambi Nomor 2 Tahun 2006
tentang Pemberantasan Penambangan Emas Tanpa Izin di Wilayah Provinsi Jambi, himbauan
Kapolda Jambi Nimor Polisi H/01/VI/2007 tentang Penghentian Kegiatan
Penambangan Emas Tanpa Izin, tanggal 19 Juni 2007.
Selanjutnya mengadakan kegiatan Sosialisasi Pencegahan PETI
di tahun anggaran 2014, yang dilaksanakan di 9 kabupaten/kota, dengan
melibatkan narasumber dari unsur Polda, Polres, ESDM Provisi dan Kabupaten,
BLHD Provinsi dan Kabupaten, Camat, dengan mengundang tokoh masyrakat, tokoh
agama, dan masyarakat di sekitar wilayah kegiatan PETI.
Kata Ridham Priskap, Gubernur Jambi, H.Zumi Zola dan Wakil
Gubernur Jambi, H.Fachrori Umar telah melakukan rapat dengan Forkopimda
Provinsi Jambi dan Bupati/Walikota serta Kapolresta se Provinsi Jambi tentang
penanggulangan PETI.
Dari rapat tersebut telah disepakati pembentukan Tim
Terpadu yang melibatkan Forkopimda Provinsi Jambi dan Pemerintah Kabupaten yang
di daerahnya ada PETI yang akan melakukan kajian dan upaya penanggulangan PETI
di Provinsi Jambi, yang mana pembentukan tim terpadu penanggulangan PETI
tersebut masih dalam proses di Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jambi.
Disebutkan, pemerintah daerah tidak hanya melarang kegiatan
penambangan emas tanpa izin, namun juga berusaha untuk mencarikan solusi bagi
masyarakat. Karena kegiatan PETI tersebut berkaitan dengan pendapatan dan
ekonomi masyarakat. Untuk itu, lanjut Sekda, Pemerintah Provinsi Jambi
mengusulkan diadakannya Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), yakni kegiatan
pertambangan rakyat dengan izin, alias resmi.
Ridham Priskap menjelaskan, Wilayah Pertambangan (WP)
adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara, dan tidak
terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari
tata ruang nasional, dan Wilayah Perrtambangan Rakyat (WPR) adalah bagian dari
WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
Dikatakan, dengan adanya Wilayah Pertambangan Rakyat, maka
pertambangan yang dilakukan oleh rakyat menjadi resmi, dengan demikian
masyarakat memperoleh manfaat ekonomi berupa lapangan pekerjaan dan
penghasilan, demikian juga Pemerintah Daerah memperoleh tambahan Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
Ridham Priskap menambahkan, tentu untuk menjadi WPR, harus
memenuhi ketentuan sesuai dengan kajian, baik dari sisi dasar hukum mapun dari
sisi lingkungan. “PP 22 tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, pasal 21
berbunyi: WPR sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,” ujar
Sekda.
Dijelaskan, sesuai pasal 22 PP 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan, kriteria untuk menetapkan WPR adalah: mempunyai cadangan
mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi
sungai, mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal
25 (duapuluh lima) meter, endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai
purba, 4.Luas maksimal WPR adalah 25 (duapuluh lima) hektar, meyebutkan jenis
kmoditas yang akan ditambang dan/atau 6.Merupakan wilayah atau tempat kegiatan
tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (limabelas) tahun.
“Dalam menetapkan WPR, bupati/walikota berkewajiban
melakukan pengumuman mengenai rencana WPR kepda masyarakat secara terbuka,”
lanjutnya.
Kata Ridham Priskap, Pemerintah Provinsi Jambi bersama
dengan pemerintah Kabupaten yang di daerahnya terdapat aktivitas PETI tidak
membiarkan, namun melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi PETI.
Ridham Priskap mengusulkan upaya antisipasi, yakni: perlu
sedini mungkin peberantaan PETI jika nampak ada kegiatan, sebelum berkembang
lebih banyak dan lebih besar, terutama oleh kabupaten/kota, perlu adanya
pemantauan terhadap penjualan bebas air raksa (Hg), terutama jika untuk
kegiatan penambangan, memfungsikan lembaga adat melalui pengenaan Hukum Adat
kepada masyarakat yang mencemari sungai, dan mengalihkan kegatan ekonomi dari
kegiatan tambang ke kegiatan ekonomi lainnya. Selain itu, Ridham Priskap menjelaskan
berbagai kendala yang dihadapi dalam pemberantasan PETI.
Pihak Polda Jambi juga memaparkan tentang kondisi PETI di
lapangan. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh kepolisian dalam pemberantasan
PETI, baik aksi di lapangan maupun rekomendasi kepada Gubernur Jambi selaku
Kepala Daerah Provinsi Jambi, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam
pemberantasan PETI.
Polda Jambi juga mengapresiasi pembentukan Tim Terpadu
Penanggguangan PETI di Biro Hukum Sekretariat Daerah provinsi Jambi. Mudah-mudahan
tim terpadu yang diproses di Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jambi menjadi
solusi.
Rektor Universitas Jambi, Prof. Joni Najwa, PhD menyampaian
kajian akademisi tentang PETI di Provinsi Jambi. Hal yang ditekankan oleh Joni
Najwa adalah harus dilakukan penertiban terhadap PETI, dari sisi hukum harus
mengedepankan preventif, dan PETI tidak bisa diatai secara sektoral, namun
harus integratif, serta memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat
tentang pentingnya pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam sesi tanya jawab, perwakilan dari Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral, perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, perwakilan dari Direktur Tipiter Polri, dan Kapolres Sarolangun,
B.Panjaitan juga memberikan saran tentang penanggulangan PETI.
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan Kementerian
Sekretariat Negara RI, Prof.Dr. Dewi Fortuna Anwar,MA yang bertindak sebagai
moderator dalam FGD tersebut menyatakan, masukan-masukan dalam FGD akan
disampaikan kepada kementerian terkait dan kepada Wakil Presiden, sebagai bahan
pertimbangan untuk pengambilan kebijakan dalam menanggulangi PETI. (Asenk Lee
Saragih)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE