Jambipos Online, Jambi-Membicarakan Jambi harus dilihat
dari pendekatan tipologi wilayah. Tipologi dataran tinggi, dataran sedang dan
dataran rendah. Tipologi wilayah Jambi memanjang dari Dataran tinggi dimulai
Kerinci, sebagian hulu Sarolangun, Merangin, Bungo, kemudian membelah sumatera
di dataran sedang (Bungo, Tebo dan Batanghari) dan dataran rendah di pesisir
Pantai Timur Sumatera (Muara Jambi, Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung
Barat).
Dataran tengah Jambi kemudian masuk dalam barisan Bukit
Barisan yang memanjang ditengah Pulau Sumatera dari Aceh hingga Lampung.
Sedangkan dataran rendah di pesisir pantai Timur Sumatera merupakan kawasan
gambut.
Tipologi ini kemudian dikenal sebagai Dataran tinggi
sebagai penghasil utama kulit manis dan teh dan kemudian Karet dan dataran
rendah menghasilkan pinang dan kelapa.
Tipologi ini selain menghasilkan berbagai hasil bumi juga
menghasilkan sumber daya alam mineral seperti panas bumi, minyak, batubara dan
emas.
Didataran Tinggi, Anugrah Kerinci sebagai penghasil “kulit
manis” telah dituliskan oleh Elizabeth Tjahjadarmawan, didalam bukunya
“Cassiavera dari Kerinci Primadona Dunia”. Kulit Kayu Manis adalah salah satu
bumbu masakan tertua yang digunakan manusia. Bumbu ini pertama kali digunakan
di Mesir Kuno sekitar 5000 tahun yang lalu, dan disebutkan beberapa kali di
dalam kitab-kitab Perjanjian Lama.
Kulit Kayu manis secara tradisional juga digunakan sebagai
Suplemen untuk berbagai penyakit, dengan dicampur madu, misalnya untuk
pengobatan penyakit radang sendi, kulit, jantung dan perut kembung.
Kulit manis juga ditanami di hulu kabupaten Merangin.
Selain ditanami kulit manis, Pemerintah Belanda kemudian
mencanangkan tanaman teh di pusat onderneming di Pulau Sangkar dan Kayo Aro.
Belanda serius “menanam teh” setelah harga kopi tidak stabil dan serangan
penyakit tanaman kopi.
Kerinci yang masih termasuk kedalam Keresidenan Sumatera
Barat, kemudian mengembangkan melalui perusahaan Belanda, NV. HVA (Namlodse
Venotchhhaaf Handle Veriniging Amsterdam) pada tahun 1925 .
Tahun 1932 Perusahaan NV. H V A sudah mulai menghasilkan
teh Kayu Aro yang kemudian melegenda. Bahkan konon teh kayu aro merupakan bahan
baku Teh Ty Poo, perusahaan Inggris produsen teh premium dunia yang terkenal di
Inggris didirikan Sir John Jr. dan pemasok produk teh ke keluarga bangsawan di
Eropa.
Bukan hanya itu Ratu Belanda sejak Ratu Wihelmina, Ratu Juliana hingga
Ratu Beatrix adalah penikmat teh kayu aro ini. Sehingga tidak salah kemudian,
perkebunan teh seluas 3 ribu hektar di kayu aro merupakan perkebunan teh
terluas dan tertua di dunia. Hasil perkebunannya memberikan kontribusi 11,07%
terhadap PRDB Provinsi Jambi pada tahun 2005.
Turun sedikit dari dataran tinggi, kita menuju ke dataran
sedang yang terdapat di Kabupaten Merangin, Sarolangun, Tebo, Bungo dan
Batanghari. Di daerah ini banyak dijumpai tanaman karet sebagai komoditas utama
pertanian.
Sebagai penghasil karet, Jambi dikenal dari zaman Belanda
hingga sekarang. Elsbeth Locher-Scholten menyebutkan benih tanaman ini awalnya
diselundupkan dari Brasil ke Malaka pada 1890, dan kemudian diimpor oleh para
pedagang Cina ke Sumatera (Jambi) dan Kalimantan. Karena kondisi ekologi dan
struktur tanah Jambi yang baik dan subur, maka tanaman ini dapat tumbuh dengan
mudah di mana saja .
Barulah diyakini memiliki prospek yang cerah di pasar
dunia, Residen Jambi, Helfrich, sekitar tahun 1910-1912 menganjurkan budidaya
tanaman ini secara massal, dan mendistribusikan benih-benih unggulan kepada
rakyat.
Pada 1918, tanaman ini telah menjadi primadona baru bagi orang Jambi.
Mereka mulai mengalihkan sawah dan ladang menjadi perkebunan karet, bahkan
kemudian menerapkan pertanian dengan sistem monokulltur, yakni hanya dengan
menanam karet saja.
Pada periode 1925 – 1928 merupakan zaman kejayaan bagi
petani karet Jambi, di mana harga karet ada mencapai angka tertinggi ƒ 52,50
setiap pikul (100 kg) .
Bahkan menjelang Kemerdekaan, ekspor karet Jambi ke
Singapore mencapai 90.197 ton. Sedangkan luas tanaman karet pada tahun 1942 di
Jambi mencapai 188.578 Ha. Angka ini melampaui ekspor dan luas tanaman karet
dari daerah Riau Kepulauan, Bengkalis, Indragiri, dan. Sumatera Barat . Bahkan
Jambi merupakan daerah penghasil karet “runner up dari Hindia Belanda.
Kejayaan tanaman karet kemudian dikenal sebagai zaman
kupon. Cerita “zaman kupon” ditandai dengan masyarakat yang memiliki karet
dengan cara sistem penjualan karet dengan kupon. Belanda membeli getah melalui
kupon.
Jumlah kupon kemudian ditandai dengan jumlah batang dan hasil panen.
Kupon merupakan salah satu alat tukar yang memiliki nilai tinggi dan dapat
ditukarkan dengan kebutuhan sehari-hari di kampong.
Sebagai komoditas utama pertanian, perkebunan karet rakyat
di Jambi mencapai 646.878 ha dan jumlah petani karet sekitar 251.403 KK dan
produksi 225.702 ton per tahun .
Namun luas karet tergerus dengan sawit. Konversi karet dari
sawit hingga mencapai 657 ribu ha (2013). Walaupun BPN sendiri sudah mensinyalir mencapai 1,2 juta
ha. namun baru 487 ribu ha yang sudah menjadi HGU .
Di daerah hilir, pinang dan kelapa merupakan komoditas
utama pertanian. Dengan perkebunan pinang seluas 5.898 ha dengan produktivitas
1.062 kg/ha/tahun, pinang merupakan primadona utama di masyarakat pesisir timur
sumatera.
Selain pinang, masyarakat di daerah hilir pesisir Pantai
timur Sumatera menjadikan kelapa sebagai primadona. Dengan luas kebun Kelapa
mencapai 100 ribu hektar menghasilkan kopra rata-rata hanya 1,3 ton/ha/tahun
dan mencapi 109.788 ton membuat ketergantungan dari 95.785 kepala keluarga (KK).
Dengan melihat primadona teh dan kulit manis di dataran
tinggi, karet di dataran sedang dan pinang dan kelapa di daerah hilir pesisir
pantai timur Sumatera, lalu mengapa Pemerintah masih sibuk “memberikan izin”
seluas 1,07 juta hektar kepada batubara, 1,2 juta hektar untuk sawit dan 800
ribu untuk HTI ? (Musri Nauli-Direktur Eksekutif Walhi Jambi)
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE