Jambipos Online-Tedjo Sukmono, peneliti biologi Universitas Jambi menyebut Jambi
salah satu ‘rumah’ habitat ikan air tawar.Ikan-ikan ini tersebar luas,
mulai rawa, danau–di gunung dan hutan–hingga sungai.
Penelitian dia sepanjang 2012-2014, di hutan penyangga Bukit Tiga
Puluh dan Hutan Harapan, menemukan 23 spesies baru. Jumlah ini
memperbesar ragam spesies ikan air tawar Jambi menjadi 311.
Sebelumnya, Maurice Kottelat, peneliti ikan dunia dari Raffles Museum
of Biodiversity Research, Singapura. 1999-2006, meneliti bersama
Britz, Tan dan White. Mereka menyimpulkan spesies ikan air tawar di
Jambi ada 289, termasuk Paedocypris progenetica atau ikan terkecil di dunia di sekitar rawa dan sungai gambut di Kumpeh Ilir.
Data berbeda dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jambi. Dinas ini
menyebut, spesies ikan di Jambi hanya 131. Saipudin, Kepala Dinas KKP
Jambi mengatakan, pada 29 Janurai 2010, organisasi konservasi
internasional, International Union for Conservation of Nature (IUCN)
pernah merilis 2.754 spesies, subspesies dan varian hewan terancam punah
(endangered). Ridiangus (Balantiocheilos melanopterus, Bleeker 1850) atau dikenal ikan bala shark masuk salah satu. Dalam rentang 10 tahun, populasi ikan ini, katanya, menyusut sekitar 50%.
Belakangan, satwa air tawar Jambi terancam punah bertambah. Saipudin
menyebutkan, ada tujuh spesies ikan air tawar Jambi kritis (critical endanger).
Yakni, arwana silver (Schlerophages formosus), ridiangus (Balantiocheilos melanopterus), belida (Notopterus chitala), baung (Macrones nemurus), sepat batik (Cydochaicichthys aroplos), serandang (Channa pleurophthalma) dan tilan (Mastacembelus erythrotaenia). Saipudin tak menyebut botia terancam.
“Saya sudah laporkan ke ibu menteri (Susi Pudjiastuti, Menteri KKP-red),” katanya, dua pekan lalu.
Ancaman ini, katanya, karena penambangan emas lima tahun terahir di
hulu Sungai Batanghari, Sarolangun, Merangin, Bungo dan Tebo. Penyebab
lain, kerusakan lingkungan hingga longsor maupun penggunaan pestisida
untuk perkebunan serta penangkapan ikan pakai racun dan strum.
“Air sungai Batanghari keruh begitu. Pertambangan itu menggunakan merkuri. Bahaya,” katanya. “Kalau air keruh ikan tak sehat.”
Tedjo Sukmono punya pendapat berbeda soal spesies satwa air tawar
terancam. Dia bilang total 11 spesies ikan di Jambi mulai
menghawatirkan. Ada empat spesies status endangered, yaitu arwana silver, ridiangus, putak dan belida.
Tiga lain, lais kaca, parang bengkok, dan sepat mutiara hampir terancam (near threatened). Sedangkan, kerapu rawa, tilan, flying fox, botia dalam risiko rendah (least concern). Gurami coklat mulai sulit ditemukan, masih belum dievaluasi (not evaluate).
Analisa Tedjo, kondisi ini dampak aktivitas atropogenik seperti alih
fungsi hutan jadi perkebunan sawit dan kerusakan lingkungan. Celakanya,
kerusakan itu berlangsung 10 tahun terahir, dan berdampak bagi berragam
spesies ikan air tawar di perairan.
Namun, Tedjo belum bisa memastikan ada spesies punah. Jambi, katanya,
belum memiliki data seri lengkap untuk jenis ikan air tawar. Justru
hasil penelitian dia menemukan 23 spesies baru.
Hutan Harapan, restorasi ekosistem tempat penelitian Tedjo juga
mengalami degradasi hingga 20% selama kurun 50 tahun terahhir. Terjadi
frekmentasi berat di hutan primer dataran rendah Sumatera ini hampir 100
ribu hektar.
Kondisi ini, praktis menurunkan kualitas air, pendangkalan
danau dan rawa gambut mengakibatkan oksigen kurang. Lalu peningkatan
suhu dan kekeruhan air. Keadaan ini, katanya, kala berlangsung dalam
waktu panjang membuat beberapa spesies ikan bermutasi untuk adaptasi.
Namun, tak menutup kemungkinan terjadi kepunahan.
“Pengaruhnya sangat besar, spesies ikan itu tergantung habitat, kalau
air berubah, pengaruh ke bertelur, memijah, dan cari makan,” katanya,
belum lama ini.
Dia mencontohkan, kondisi Sungai Ciliwung, air kotor dan banyak
limbah. Di Ciliwung , katanya, dulu ada 100an ikan air tawar. Sekarang,
menyusut drastis, tinggal lima.
Tedjo mengatakan, kantung habitat ikan air tawar Jambi yang masih
terjaga hanya di Danau Kerinci dan beberapa danau serta sungai di
Kumpeh, Muaro Jambi sedang kondisi Sungai Batanghari makin memburuk.
Menurut dia, upaya konsevasi di kantung habitat harus secepat mungkin
guna menghindari biota air tawar makin punah. “Saya sudah coba berbagi
dengan tim restorasi ekosistem hutan Harapan dan presentasi di hadapan
BPBAT kalau Jambi punya hotspot ikan banyak. Sampai sekarang belum ada tindak lanjut,” ucap Tedjo.
Bisnis Ikan Hias
Ancaman lain datang dari praktik perdagangan ikan hias di Jambi. Selama ini, masih penangkapan di alam bebas.
Tedjo menduga, ada permainan pedagang ikan hias di Jambi, sengaja
membuat beberapa jenis hias lokal sedikit. “Kalau dikembangkan dan
diproduksi banyak, harga (ikan hias) turun, rugi mereka,” katanya.
Botia dan ridiangus, banyak diminati sebagai ikan hias. Selain di
Jambi, ridiangus bisa ditemukan di beberapa negara Asia seperti Malaysia
dan Thailand. Indonesia, ikan ini hidup di perairan air tawar Jambi dan
Kalimantan.
Botia, ada di perairan Sungai Barito dan Batanghari. Kabarnya, ikan
bercorak dominan hitam dan orange ini juga diekspor ke Tiongkok,
Singapura, Malaysia hingga Norwegia.
Kembangkan pengkodean ikan
Sejak 2014, Tedjo dan Institut Pertanian Bogor sibuk pengembangan barcoding ikan air tawar di Jawa dan Bali. Teknologi DNA barcoding (pengkodean),
katanya, alat efektif menangani kerancuan dalam mengindetifikasi dan
konflik taksonomi, melalui sampel ikan seperti sirip atau bagian tubuh
lain. Mereka memeriksa molekul DNA. Cara ini, katanya, dapat mengungkap
awal keragaman genetik dan membedakan spesies dengan baik.
Di Jambi, katanya, barcoding ikan berguna mendata spesies ikan dan memasukkan dalam daftar gen bank dan barcoding of life data system.
Belum lama, Tedjo berhasil membuat barcoding 30 spesies ikan air tawar kelompok family cyprinidae atau 10% dari spesies di Jambi.
Sejak November 2015-Mei 2016, Universitas Jambi berkerjasama dengan
LIPI dan Institute de Recherge Development (IRD) Prancis mengambil
jaringan barcoding ikan. Proyek Bioshot ini akan memberi kode
spesies ikan air tawar di Sundaland meliputi Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Malaysia, dan Singapura. “Sebelum ada vulkano Toba, pulau ini dulu
satu,” kata Dosen Biologi Universitas Jambi ini.
Karena terpecah, kondisi alam berdampak pada habitat ikan. Menurut
Tedjo, telah terjadi mutasi gen akibat isolasi geografi. Tingkat mutasi
paling rendah adalah mutasi titik.
Dari proyek ini Tedjo berkeinginan ada database ikan air tawar
lengkap di Indonesia. Dengan begitu monitoring habitat bisa cepat.
Proses barcoding membutuhkan waktu cukup panjang. Untuk barcoding
satu spesies, katanya, perlu sampel jaringan (DNA), sampel spesies,
foto, lokasi penemuan spesies lengkap dengan titik koordinat.
“Sekarang ini ada sekitar 100 lebih data spesies ikan air tawar Jambi disimpan di Museum Zoologi Bogoriensis.”
Upaya Pemulihan
Sejak 2015, Dinas KKP Jambi kerjasama Balai Penelitian dan
Pengembangan Ikan Hias Depok, Jawa Barat, guna mengembangkan pembibitan
botia.
Unit pelaksana teknis Balai Benih Ikan Daerah (BBID), Dinas KKP Jambi
tengah menyiapkan prasana botia. Beberapa bak pemijahan dibuat khusus
dengan masing-masing paralon untuk aliran air.
Saipudin mengatakan, selain botia, arwana silver mulai dipijahkan
sejak dua tahun lalu untuk mendapatkan calon induk. Beberapa arwana
dewasa dijual BBID Jambi untuk ikan hias. “Hasil penjualan masuk kas
daerah,” kata Asmadi, Kepala UPTD BBID Jambi.
Nanti, katanya, induk arwana dan botia akan dipasok ke beberapa lubuk
larangan –lubuk yang dijaga masyarakat adat–di sembilan kabupaten di
Jambi, yaitu, Kerinci, Tebo, Muaro Bungo, Merangin, Sarolangun, Tanjung
Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Batanghari dan Muarojambi.
Selain itu, induk botia dan arwana akan dilepas ke Sungai Batanghari.
Asmadi berharap, Sungai Batanghari bisa kembali jernih agar aman bagi
ikan.
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE