ILUSTRASI.IST |
Jambipos Online, Jambi-Seluas 11 ribu hektar konsesi
pertambangan emas di wilayah Kabupaten Merangin dan Sarolangun berpotensi
mengancam bencana air bah di 20 desa di dua kabupaten itu. Paska dokumen
analisis yang dibahas di BLHD Provinsi Jambi, izin eksplorasi PT Antam dengan
luas 11 ribu ha berdampak negatif bagi masyarakat sekitar.
Respon tentang rencana ekploitasi 11 ribu hektar konsesi
pertambangan emas di Jangkat terus menuai kritik dari berbagai kalangan. BLHD
Provinsi Jambi sudah membahas hal itu dengan pemerintah kabupaten Merangin pada
11 Mei 2016 lalu.
Direktur Eksekutif Walhi Jambi, Musri Nauli kembali
melayangkan analisis dampak negatif (social, lingkungan, ekonomi) jika rencana
ini tetap dijalankan. Jika sebelumnya Musri telah menyinggung bahwa konsesi
antam tumpang tindih dengan konsesi hutan desa.
Musri Nauli juga mengeluarkan rincian tentang dampak yang
lebih mendetail, baik itu angka luasan yang tumpang tindih, hingga potensi
puluhan desa yang terancam diwilayah hilir konsesi.
Disebutkan, bahwa dari 11 ribu ha izin PT Antam, 6 ribuan
diantaranya adalah areal yang sudah dicadangkan (izin) hutan desa yaitu 5.185
ha di Desa Muaro Madras dan 898 hektar di Desa Talang Tembago Kecamatan Jangkat,
Kabupaten Merangin. Itulah kisaran luas tumpang tindih izin antara konsesi PT Antam
dan Hutan Desa setempat.
Kata Musri Nauli, kemudian secara lingkungan ada 5 sungai
besar dan 95 anak sungai yang mengalir ke Sungai Batang Asai Kecik, Batang Asai
Gedang, dan Sungai Ampar sehingga berpotensi bencana pada kehidupan masyarakat 20 desa di Kecamatan
Batang Asai Kabupaten Sarolangun.
“Membuka hutan primer dengan tutupan masih baik (cover
forest) sepanjang 22 Km dengan lebar jalan 18 Meter, diperkirkan ± 82 Ha Hutan
Primer yang harus dibuka untuk pembuatan Jalan. Dengan adanya bukaan di huluan Sungai
Batang Asai maka akan berpotensi bencana air bah yang mengancam 20 desa di
Kecamatan Batang Asai,” ujar Musri Nauli.
“Sehingga klaim PT. ANTAM akan merekrut tenaga kerja ± 425
orang tidak seimbang dengan kerugian yang akan diderita oleh rakyat sebesar 16
ribu orang,” ujar Nauli.
Sementara Aktivis Gerakan Cinta Desa, Eko Buce yang selama
ini intens memperjuangkan keadilan ekologi di wilayah Sarolangun dan Merangin mengatakan,
secara ekologi mempengaruhi kerentanan tanah, mengingat PT Antam menggunakan
bor dan terdampak pada lempengan bumi buat perlindungan patahan gempa.
“Selama bulan April-Mei 2016 ini wilayah hilir dari lokasi
konsesi ekstraktif PT Antam itu sudah berakibat 12 kali banjir. Dua diantaranya
adalah banjir bandang. Belum lagi kedepan akan ada konflik satwa liar,” ujar
Eko Buce.
Eko juga mempertayakan, bagaimana dengan limbah padat dan
cair dari proses pengeboran yang masuk kedalam pori tanah dan perut bumi. “Karena
hampir semua izin IUP Antam ini berada di Buffetzone 7 Hutan Desa di 7 desa
Adat Batang Asai,” kata Eko.
Dibahas
Pembahasan Dokumen Anilisis Dampak Lingkungan (AMDAL), dan
RKL-RPL PT.ANTAM (persero) sudah berlangsung pada Rabu 11 Mei 2016 lalu. Pihak BLHD
Provinsi Jambi ternyata melahirkan beberapa catatan.
Diantaranya, pertama tumpang tindih izin antara PT ANTAM
dengan izin Hutan Desa yang diterbitkan oleh Kementrian Lingkungan hidup dan
Kehutanan di beberapa desa setempat.
Kedua, tentang masa berlaku sertifikat tim penyusun dokumen
yang sudah mati (expired), dan ketiga, dampak sosial lingkungan, karena lokasi
ANTAM yang berada di Jangkat ternyata merupakan hulu sungai yang mengalir ke
wilayah Batang Asai, Kabupaten Sarolangun, seperti sungai Batang Asai Kecil,
Batang Asai Gedang, dan Sungai Ampar.
“Apa yang kami sampaikan tentu dari presfektif LSM. Dampak
dari pertambangan ini diperkirakan lebih besar akan dirasakan oleh masyarakat
di Batang Asai. Namun, tim penyusun sepertinya tidak mengkaji sampai kesana. Ini
menjadi catatan penting karena kita harus kaji dampak negatif atas kegiatan ini.
Dari pembahasan tadi pendekatan yang dilakukan masih pendekatan administratif
bukan pendekatan landscape,” tutur Edi Endra, salah seorang penggiat lingkungan
yang selama ini konsisten memperjuangkan keadilan ekologi di wilayah Merangin
dan sekitarnya.
Kata Edi Endra, harusnya tim penyusun datang kesana (Batang
Asai) karena itu wilayah terdampak sekalipun lokasi pengikisan tambangnya ada
di Jangkat.
“Soal adanya tumpang tindih izin antara konsesi perusahaan dengan
hutan desa kita minta nanti hal itu (izinnya) di overlay. Kita juga masih
pelajari bagaimana aspek dari regulasinya. Karena inikan terkait dengan dua
undang-undang. Pertama UU kehutanan dan kedua UU Minerba. Hal ini perlu
ditanyakan kepada orang dinas yang dalam hal ini selaku pemberi izin, bagaimana
sikap mereka,” tanya Edi yang mengikuti acara di Kantor BLHD Provinsi Jambi 11
Mei 2016 lalu.
Saat ditanya tentang kebenaran sertifikat tim penyusun yang
dikabarkan sudah expired atau mati, apakah hal itu secara administrasi dapat
ditolelir dalam sebuah penyusunan dokumen negara, kata Edi, bahwa sebelum
sidang pembahasan dimulai, memang dilakukan pengecekan terlebih dulu terhadap
beberapa kelengkapan administrasi termasuk sertifikat dari tim penyusunan.
“Dari situ yang saya lihat sepertinya ada sertifikat tim
yang telah mati. Tapi untuk lebih jelasnya sebaiknya di confirm ke BLHD Provinsi
Jambi sebagai pihak yang berkompeten. Pembahasan pada 11 Mei 2016 lalu menurut
saya sebaiknya dipending dulu. Harus terlabih dahulu dilengkapi lagi
data-datanya, diperbaiki,” kata Edi yang juga merupakan putra daerah Kangkat
ini.
Kata Edi, banyak pejabat Pemkab Merangin yang hadir pada
pertemuan Rabu 11 Mei 2016 di Kantor BLHD Provinsi Jambi. Seperti Ass II,
Kepala Bappeda, Kepala ESDM, Kepala Disbunhut, Kepala BLHD, Kepala BKPM, Kepala
Kantor pertanahan, Kepala Bagian Administrasi Perekonomian dan SDA, Dua Camat
terkait, serta Tiga Kepala desa.
Kata Pemkab Merangin
Setelah dokumen analis dampak lingkungannya dibahas di BLHD
Provinsi oleh para pihak terkait, rencana kegiatan PT Aneka Tambang (ANTAM-Persero)
seluas 11 ribu hektar di daerah Jangkat Kabupaten Merangin terus menjadi
sorotan berbagai pihak.
Wakil Bupati Merangin, H. Kafid Moein, saat bertemu di Kota
Jambi dalam rangka pembahasan penanganan konflik TNKS di wilayah Merangin yang
diselenggarakan oleh UNDP di hotel Aston Rabu (19/5/2016) mengatakan, dirinya
hanya mengetahui kalau PT Antam memberikan laporan hanya sebatas ekplorasi.
“Kemarin ada memang mereka diajak hearing dengan DPRD dan
pemerintah daerah. Dari situ diketahui bahwa dari sisi ekonomis kegiatan mereka
tidak memenuhi persyaratan. Tapi mereka tetap melakukan kegiatan terus. Jadi
saya heran. Rekomendasi dari BLHD juga belum keluar. Harapannya nanti BLHD Provinsi
Jambi menginformasikan kepada kabupaten,” kata Kafid.
Saat ditanya apakah sejauh ini Pemkab Merangin sudah
melakukan komunikasi atau kordinasi dengan daerah atau wilayah terdampak itu, kata
Kafid, belum.
“Belum, PT Antam itu masih sebatas ekplorasi belum
ekploitasi. Bahasa gampangnya mereka masih survei-survei aja. Mereka belum
menyatakan mereka akan menggali. Tapi kenyataanya memang survei yang mereka
lakukan cukup besar. Nanti konfirmasi lagi ke BLHD Provinsi Jambi,” kata Wakil
Bupati Merangin ini.
“Walau
kita memahami perizinan menjadi kewenangan pemprop tapi karena wilayahnya
di Merangin maka menjadi tanggung jawab pemkab untuk mengusulkan
kepada Pemprov Jambi agar meninjau ulang keberadaan PT Antam yang ada di Kabupaten
Merangin,” ujar calon Bupati Sarolangun ini. (Berbagai Sumber/Asenk Lee)
Menanggapi kondisi itu, As’ad Isma, salah satu tokoh
masyarakat Sarolangun Bangko berharap adanya ketegasan Pemkab Merangin
atas perihal tersebut. Karena selama ini aktifitas perusahaan juga tidak
berdampak langsung terhadap perbaikan sosial ekonomi bagi warga setempat.
Sebaliknya, justru akan berdampak pada kerusakan lingkungan
yang berpotensi meningkatnya ancaman banjir.
“Pemkab Merangin dan Sarolangun harusnya tegas. Harus ada keberanian pemkab
untuk meninjau ulang (izin) keberadaan antam di wilayah Jangkat,” kata As’ad
Isma.
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE