Tambang Emas milik rakyat di Sungai Batanghari di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Foto Lee. |
Jambipos Online, Jambi-Pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) menjadi
salah satu usulan penanggulangan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), disamping
penegakan hukum. PETI merupakan permasalahan yang sangat serius di Provinsi
Jambi, dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya, terutama dampak
lingkungan dan dampak sosial.
Hal itu dikatakan Sekda Provinsi Jambi H.Ridham Priskap
dalam Focused Group Discussion (FGD) dengan Tema “Upaya Mencari Penyelesaian
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) sebegai Bentuk Pemenuhan Tanggung Jawab
Negara dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan, bertempat di Auditorium
Sekretariat Wakil Presiden Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia,
Jakarta Pusat, Kamis (26/5/2019) siang.
H.Ridham Priskap mengemukakan dirinya diundang menjadi
salah satu narasumber dalam acara yang diselenggarakan oleh Asisten Deputi
Politik, Hukum, dan Keamanan Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan
Sekretariat Wakil Presiden Kementerian Sekretariat Negara tersebut, bersama
Kapolda Jambi, BrigjenPol.Musyafak dan Rektor Universitas Jambi (Unja), Prof.
Joni Najwa, PhD.
H.Ridham Priskap mengatakan, Pemerintah Daerah Provinsi
Jambi dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Jambi dan
Kabupaten/Kota se Provinsi Jambi telah melakukan berbagai upaya.
Misalnya penyampaian kepada masyarakat tentang rekaman
kasus minamata Jepang, , penyampaian brosur tentang sanksi terhadap aktivitas
kegiatan PETI, dikeluarkannya Maklumat Kapolda Jambi Nomor Polisi
MAK/02/IX/2006 tenang Sanksi Pidana bagi Peaku Penambangan Emas Tanpa Izin.
Kemudian Instruksi Guberrnur Jambi Nomor 2 Tahun 2006
tentang Pemberantasan Penambangan Emas Tanpa Izin di Wilayah Provinsi Jambi, himbauan
Kapolda Jambi Nimor Polisi H/01/VI/2007 tentang Penghentian Kegiatan
Penambangan Emas Tanpa Izin, tanggal 19 Juni 2007.
Selanjutnya mengadakan kegiatan Sosialisasi Pencegahan PETI
di tahun anggaran 2014, yang dilaksanakan di 9 kabupaten/kota, dengan
melibatkan narasumber dari unsur Polda, Polres, ESDM Provisi dan Kabupaten,
BLHD Provinsi dan Kabupaten, Camat, dengan mengundang tokoh masyrakat, tokoh
agama, dan masyarakat di sekitar wilayah kegiatan PETI.
Kata Ridham Priskap, Gubernur Jambi, H.Zumi Zola dan Wakil
Gubernur Jambi, H.Fachrori Umar telah melakukan rapat dengan Forkopimda
Provinsi Jambi dan Bupati/Walikota serta Kapolresta se Provinsi Jambi tentang
penanggulangan PETI.
Dari rapat tersebut telah disepakati pembentukan Tim
Terpadu yang melibatkan Forkopimda Provinsi Jambi dan Pemerintah Kabupaten yang
di daerahnya ada PETI yang akan melakukan kajian dan upaya penanggulangan PETI
di Provinsi Jambi, yang mana pembentukan tim terpadu penanggulangan PETI
tersebut masih dalam proses di Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jambi.
Disebutkan, pemerintah daerah tidak hanya melarang kegiatan
penambangan emas tanpa izin, namun juga berusaha untuk mencarikan solusi bagi
masyarakat. Karena kegiatan PETI tersebut berkaitan dengan pendapatan dan
ekonomi masyarakat. Untuk itu, lanjut Sekda, Pemerintah Provinsi Jambi
mengusulkan diadakannya Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), yakni kegiatan
pertambangan rakyat dengan izin, alias resmi.
Ridham Priskap menjelaskan, Wilayah Pertambangan (WP)
adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara, dan tidak
terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari
tata ruang nasional, dan Wilayah Perrtambangan Rakyat (WPR) adalah bagian dari
WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
Dikatakan, dengan adanya Wilayah Pertambangan Rakyat, maka
pertambangan yang dilakukan oleh rakyat menjadi resmi, dengan demikian
masyarakat memperoleh manfaat ekonomi berupa lapangan pekerjaan dan
penghasilan, demikian juga Pemerintah Daerah memperoleh tambahan Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
Ridham Priskap menambahkan, tentu untuk menjadi WPR, harus
memenuhi ketentuan sesuai dengan kajian, baik dari sisi dasar hukum mapun dari
sisi lingkungan. “PP 22 tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, pasal 21
berbunyi: WPR sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,” ujar
Sekda.
Dijelaskan, sesuai pasal 22 PP 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan, kriteria untuk menetapkan WPR adalah: mempunyai cadangan
mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi
sungai, mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal
25 (duapuluh lima) meter, endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai
purba, 4.Luas maksimal WPR adalah 25 (duapuluh lima) hektar, meyebutkan jenis
kmoditas yang akan ditambang dan/atau 6.Merupakan wilayah atau tempat kegiatan
tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (limabelas) tahun.
“Dalam menetapkan WPR, bupati/walikota berkewajiban
melakukan pengumuman mengenai rencana WPR kepda masyarakat secara terbuka,”
lanjutnya.
Kata Ridham Priskap, Pemerintah Provinsi Jambi bersama
dengan pemerintah Kabupaten yang di daerahnya terdapat aktivitas PETI tidak
membiarkan, namun melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi PETI.
Ridham Priskap mengusulkan upaya antisipasi, yakni: perlu
sedini mungkin peberantaan PETI jika nampak ada kegiatan, sebelum berkembang
lebih banyak dan lebih besar, terutama oleh kabupaten/kota, perlu adanya
pemantauan terhadap penjualan bebas air raksa (Hg), terutama jika untuk
kegiatan penambangan, memfungsikan lembaga adat melalui pengenaan Hukum Adat
kepada masyarakat yang mencemari sungai, dan mengalihkan kegatan ekonomi dari
kegiatan tambang ke kegiatan ekonomi lainnya. Selain itu, Ridham Priskap menjelaskan
berbagai kendala yang dihadapi dalam pemberantasan PETI.
Kapolda Jambi, Brigjen Pol. Musyafak memberikan paparan
tentang kondisi PETI di lapangan, berbagai upaya yang telah dilakukan oleh
kepolisian dalam pemberantasan PETI, baik aksi di lapangan maupun rekomendasi
kepada Gubernur Jambi selalku Kepala Daerah Provinsi Jambi, dan kendala-kendala
yang dihadapi dalam pemberantasan PETI.
Musyafak mengapresiasi pembentukan Tim Terpadu
Penanggguangan PETI di Biro Hukum Sekretariat Daerah provinsi Jambi.
“Mudah-mudahan tim terpadu yang diproses di Biro Hukum Pemerintah Provinsi
Jambi menjadi solusi,” harap Kapolda Jambi ini.
Rektor Universitas Jambi, Prof. Joni Najwa, PhD menyampaian
kajian akademisi tentang PETI di Provinsi Jambi. Hal yang ditekankan oleh Joni
Najwa adalah harus dilakukan penertiban terhadap PETI, dari sisi hukum harus
mengedepankan preventif, dan PETI tidak bisa diatai secara sektoral, namun
harus integratif, serta memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat
tentang pentingnya pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam sesi tanya jawab, perwakilan dari Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral, perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, perwakilan dari Direktur Tipiter Polri, dan Kapolres Sarolangun,
B.Panjaitan juga memberikan saran tentang penanggulangan PETI.
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan Kementerian
Sekretariat Negara RI, Prof.Dr. Dewi Fortuna Anwar,MA yang bertindak sebagai
moderator dalam FGD tersebut menyatakan, masukan-masukan dalam FGD akan
disampaikan kepada kementerian terkait dan kepada Wakil Presiden, sebagai bahan
pertimbangan untuk pengambilan kebijakan dalam menanggulangi PETI.
Pada kesempatan tersebut, Dewi Fortuna Anwar memberikan
cindera mata berupa plakat kepada Sekda Provinsi Jambi selaku narasumber serta
kepada narasumber lainnya. (Lee).
0 Komentar
Komentar Dilarang Melanggar UU ITE